Ardi memindai dua nomor yang tertulis di selembar kertas di depannya. Dua nomor yang sangat berbeda tapi dari keduanya Ardi yakin dapat mengungkap misteri lain dari Serayu.
Saat mayat Serayu ditemukan, ada sebuah ponsel yang tergeletak bersamanya. Rupanya pelaku pembunuhan pada Serayu tidak teliti. Antara pelaku panik lalu bergegas kabur, atau memang dia tidak melihat ponsel hitam itu karena situasi ruangan saat itu yang sangat remang.
Ponsel itu bisa diduga milik Serayu. Ada stiker nama bertuliskan nama perempuan itu dalam bentuk huruf yang aestetik dengan ornament hati disekelilingnya. Serayu memasang dua simcard pada ponselnya. Nomor inilah yang sedari awal dilacak oleh rekan-rekan Ardi. Selain itu riwayat panggilan baik masuk maupun keluar dari ponsel itu pun ditelusuri satu persatu, termasuk hari dan waktu saat panggilan itu dilakukan.
"Dua nomor ini terpasang pada ponsel korban," jelas Setyo, memandang ke Ardi di depannya yang tampak serius.
Ardi bertopang dagu dengan dahi berkerut. Indera pendengarannya menangkap setiap penjelasan rekannya dengan tajam. Otaknya berpikir, menghubungkan satu demi satu informasi lain yang sudah didapatnya.
"Nomor yang pertama adalah nomor yang terdaftar atas nama Serayu Dianti." Lanjut Setyo, menunjuk nomor yang tertulis di bagian atas dengan akhiran 703. Mata Ardi mengikuti.
"Dan nomor yang kedua terdaftar atas nama Pramesti." Kini mereka fokus pada nomor berakhiran 145 yang tertulis di bagian bawah.
Ardi menyipitkan mata. "Apa hubungan mereka?"
"Mereka mendaftarkan simcard menggunakan nomor kartu keluarga yang sama."
Ardi melirik ke Setyo. "Mereka keluarga? Tercatat dalam satu kartu keluarga?"
"Betul. Pramesti adalah ibu dari Serayu." Suara Setyo penuh tekanan pada kalimat terakhir seolah memberi tanda informasi penting yang memang harus Ardi ketahui.
Serayu membawa nomor ibunya. Sebuah pertanyaan besar bagi Ardi. Lantas dimana ibunya?
"Sebelum kejadian, korban sempat melakukan panggilan ke nomor 309." Setyo menyodorkan kertas lain pada Ardi.
Ardi menerima kertas itu lalu memindai deretan angka yang tertulis di sana. "Dari nomor yang mana? Nomornya sendiri?" tanya Ardi memperjelas.
"Dari kedua nomor, baik nomor Serayu maupun Pramesti," jelas Setyo.
"Serayu menghubungi 309 menggunakan nomornya dan nomor ibunya?" Ardi memastikan tidak salah informasi.
"Betul. Awalnya korban menelpon menggunakan nomornya sendiri, tapi tidak ada respon dari 309. Kemudian dia menelpon menggunakan nomor ibunya, tapi sama saja. Tidak ada jawaban. Dan kemarin, nomor ini menghubungi balik mereka."
Ardi menyimak. "Panggilan dari 309 masuk ke dua nomor?"
"Betul. Di hari yang sama, dalam kurun waktu berurutan. Saat menelpon ke nomor Serayu, nomor 309 hanya menyapa."
"Hallo?!"Ardi memastikan.
"Betul. Suaranya terdengar ragu."
"Maksudmu?" Ardi mendongak ke Setyo yang duduk di depannya.
"Seperti ... menunggu." Setyo ragu.
"Menunggu respon orang di seberang ponsel?" Ardi memastikan lagi.
"Betul. Ada kemungkinan dia tahu sesuatu ..."
"Kalau kedua nomor ini dipegang orang lain?!" potong Ardi.
"Sepertinya begitu. Lalu saat menelpon ke nomor Pramesti, nama Mbak Gi muncul di layar ponsel."
"Nomor siapa?" tanya Ardi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIAS [DITERBITKAN]
Mystery / ThrillerKirana mengira kepulangannya ke rumah orang tuanya di Solo akan membawa ketenangan dalam hidupnya. Dia baru saja putus dari kekasihnya. Editornya juga sudah terus menanyakan tentang naskah novel terbarunya yang tak kunjung selesai. Sesampainya di So...