Chap 22 • Hancur

18 2 0
                                    

Kirana mematut diri di depan cermin yang tingginya melebihi dirinya. Saat itu dia mengenakan gaun berwarna pink selutut dengan renda warna senada di bagian bawahnya. Setelah sekian lama, baru kali ini Kirana merayakan ulang tahunnya.

Dua belas lilin sudah ibunya tancapkan di kue ulang tahunnya yang menandakan dirinya sudah tidak anak-anak lagi. Suasana pesta ulang tahun Kirana. Saat itu dia duduk di bangku sekolah menengah pertama.

"Anak ibu sudah remaja sekarang. Sudah masuk SMP sekarang" kata ibunya sambil menyematkan jepit bunga kecil ke rambut Kirana yang tergerai.

Senyum Kirana terus mengembang mewakili perasaannya yang gembira. Sedari siang dia sudah ikut-ikutan mendekor pekarangan depan rumahnya dengan balon dan pita-pita. Dia juga sudah mencicipi beberapa snack yang akan dihidangkan, untuk memastikan tamunya mendapat hidangan terbaik. Tentu saja, tamunya adalah teman-temannya. Beberapa teman sekolah, teman bermain di rumah, dan ada juga saudara.

Ternyata bukan hanya Kirana saja yang senang dengan pesta ulang tahun sore itu. Indra pun demikian. Anak lelaki itu belum pernah datang ke pesta. Ini pertama kalinya dan sangat antusias. Apalagi ini ulang tahun Kirana.

Indra dan Kirana sudah berteman sejak kecil, lebih tepatnya malah sejak lahir. Orang tua Indra bekerja pada orang tua Kirana sebelum Indra lahir. Mbok Yanti adalah asisten rumah tangga yang selalu menyajikan hidangan enak setiap harinya di meja makan Kirana. Sedangkan ayah Indra adalah sopir pribadi ayah Kirana.

Umur Indra dan Kirana hanya berjarak dua tahun. Sejak kecil mereka bermain bersama bahkan berangkat sekolah pun bersama. Indra menjadi anak asuh orang tua Kirana. Sejak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, ayah Kiranalah yang membiayai pendidikannya.

Indra mempersiapkan diri datang ke pesta Kirana bahkan beberapa minggu sebelumnya. Dia sudah mempersiapkan kado istimewa untuk anak perempuan itu.

Beberapa bulan sebelumnya Kirana pernah bercerita padanya kalau dia sangat menginginkan rumah untuk boneka Barbie nya. Kirana sempat memperlihatkan selembar pamflet yang berisi promo dari sebuah toko mainan.

Kirana menunjuk salah satu rumah Barbie dua lantai berwarna ungu. Pada bagian depan ruman kecil itu terbuka sehingga terlihat ruangan-ruangan di dalamnya.

Kirana memiliki beberapa boneka Barbie yang disimpan di kamarnya. Dia biasa menyimpan boneka-boneka itu dalam keranjang yang kemudian disimpan di bawah tempat tidurnya. Kirana menginginkan rumah Barbie itu agar dia bisa memajang dan memainkan beberapa bonekanya seolah manusia dengan berbaga aktivitas.

Kirana pernah meminta rumah Barbie itu ke orangtuanya tapi tidak diizinkan.

"Kalau kamu ingin rumah Barbie itu, kamu harus menabung." Pesan bapaknya.

Indra membuatkan rumah Barbie untuk Kirana. Dia membuat sendiri rumah Barbie itu. Indra sering melihat bapaknya bekerja. Bapaknya yang seorang pengarajin mebel sering mendapat pesanan lameri, buffet, meja, dll. Indra belajar dari bapak bagaimana memotong kayu, triplek, dan bagaimana cara menggunakan perkakas hingga dia sudah terbiasa membuat beberapa barang keperluannya sendiri.

Indra membuat desainnya sendiri, sesuai dengan rumah Barbie impian Kirana. Anak lelaki itu bersusah payah memotong dan menyatukan setiap bagian rumah. Dia memotong setiap detail kayu dan triplek yang digunakan dengan rapi, menyatukan bagian-bagiannya, lalu mengecatnya. Beberapa kali bapaknya membantunya mengoreksi disain gambar bagian rumah atau juga membantunya memotong bahan baku saat dia kewalahan.

Indra melengkapi ornamen rumah Barbie Kirana. Ada ruang tamu, kamar tidur, dapur. Indra menjadikan rumah tiruan itu layaknya rumah sungguhan. Indra rela begadang untuk mewujudkan impian Kirana. Anak lelaki itu ingin memberi hadiah istimewa untuk gadis istimewa di hatinya.

Indra sangat bersemangat. Dia datang ke pesta Kirana lebih awal dari tamu lainnya. Dia ingin menjadi yang pertama memberikan hadiah pada Kirana. Dia mengenakan kemeja lengan pendek dengan warna senada dengan gaun Kirana.

Sesuai perkiraan Indra. Wajah Kirana berbinar saat melihat hadiahnya. Indra pun tersenyum bangga karena rencananya membuat kejutan bagi Kirana berjalan lancar.

"Apa dia punya kamar tidur?" Tanya Kirana. Wajahnya masih berbinar.

"Ada di lantai dua." Tangan Indra menunjuk salah satu sudut di lantai dua. Ada tempat tidur lengkap dengan bantal. Ada juga kursi santai dan gantungan pakaian di sampingnya.

"Huaa ..."

Indra menunjukkan setiap bagian rumah Barbie kepada Kirana selayaknya seorang sales property yang sedang menjelaskan kepada calon pembeli.

Saat satu per satu teman-teman Kirana berdatangan, Kirana meletakkan rumah Barbie setinggi dirinya itu di atas meja bersama kado-kado lainnya. Setiap teman Kirana yang melihat rumah Barbie berwarna ungu itu ikut terkagum-kagum.

Pesta ulang tahun di mulai. Ada beberapa hiburan dari dua pemain sirkus. Satu orang pemain sirkus bertubuh gempal memakai pakaian badut dan bermain berbagai peralatan. Dia melempar bola lalu menangkapnya dan membuat bola-bola kecil melayang membentuk lingkaran.

Pemain sirkus lain bertubuh tinggi memainkan sulap. Dia mengeluarkan sebuah kelinci dari dalam topi hitam pingginya. Dia memberikan kelinci putih mungil itu kepada Kirana. Menyusul berikutnya beberapa kelinci lain keluar lalu melompat-lompat kecil yang membuat anak-anak lainnya berteriak kegirangan berebut menangkapnya.

Ketika situasi mulai ramai, anak-anak berlarian dan saling tabrak. Bahkan seorang pelayan yang sedang membawa nampan berisi gelas-gelas dengan teh hangat di dalamnya tertabrak salah satu anak. Pelayan itu gontai hingga nampannya terlepas dari tangannya. Tubuh pelayan menabrak rumah Barbie hingga terjatuh ke lantai berpaving. Air teh tertumpah dan sebagian mengenai rumah Barbie. Tidak sampai di situ. Palayan tadi terguling menindih rumah Barbie. Tubuhnya yang besar dan tinggi membuat rumah mungil itu terbelah. Beberapa ornament di dalamnya hancur berantakan.

Indra melihat nanar rumah hasil karyanya sudah tidak berbentuk lagi. Dia memunguti bagian rumah yang terberai lalu membawanya pulang. Indra menangis sesenggukan di kamarnya.

"Sudahlah, Le. Itu kan nggak sengaja. Kamu bisa memperbaikinya lagi."

Indra tidak menghiraukan ibunya yang berusaha menenangkannya. Dia membelai rambut Indra tapi anak lelaki itu terus menutup wajahnya. Tubuhnya bergetar.

"Kamu lihat tadi, Kirana snagat senang dengan hadiahmu ini. Kamu bisa memperbaikinya lalu memberikan lagi padanya."

Indra mendongak. Dia mengusap matanya yang basah lalu mengangguk.

Keesokan harinya, sepulang sekolah Indra memulai lagi membangun rumah Barbie Kirana. Ternyata, Indra butuh waktu lebih lama. Dia hanya bisa menggarap rumah itu saat waktu luang. "Kerjakan itu saat luang. Jangan mengganggu sekolahmu."

Ayah Indra memperingatkannya untuk tetap fokus pada sekolah. Jangan sampai nilai-nilainya turun. Bagaimana pun ini bagian dari tanggungjawab. Indra mendapatkan sekolah geratis. Jangan sampai mengecewakan orang tua asuhnya.

Seminggu berlalu, rumah Barbie Kirana sudah hampir selesai. Dia tinggal memasang beberapa bagian lalu memolesnya. Namun semangat Indra seketika luntur saat dia bermain ke rumah Kirana. Di kamar Kirana sudah tertata rumah Barbie dua lantai berwarna ungu persis seperti yang ada dalam pamflet yang pernah diperlihatkan padanya.

Kirana mendapatkan rumah Barbie itu dari Om dan Tantenya sebagai hadiah ulang tahun. Rumah itu terlihat jauh lebih bagus dari buatan Indra. Anak lelaki itu seketika murka lalu mengurungkan niatnya menyelesaikan rumah Barbie. Dia bahkan membuangnya meski ibunya kemudian mengambilnya dan menyimpannya.

Bertahun kemudian Indra menemukan onggokan rumah Barbie Kirana disudut gudang rumahnya lalu mengambilnya. Dia memperbaikinya dengan sempurna meski tidak pernah memberikannya lagi kepada Kirana.

***

Hai, readers! Terimakasih sudah membaca chapter ini.

Silakan follow akun ini untuk mendapatkan notifikasi chapter berikutnya. Jangan lupa tinggalkan komentar dan juga like-nya, ya. Thanks you.

With love,

Hana 💕

BIAS [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang