Kirana memutar kunci pintu depan rumahnya dengan cepat. Begitu pintu itu terbuka, dia bergegas masuk dan menutupnya kembali. Tak lupa dia mengunci lagi pintunya dari dalam.
Kirana bersandar pada daun pintu. Napasnya tersengal-sengal. Jantungnya berdegub kencang. Dia berusaha berjalan ke dapur, lalu mengambil segelas air. Dia meneguk air dalam segasnya dalam sekali duduk.
Kirana mencoba menghubungi Ardi kembali. Ini sudah panggilan ke lima tapi lelaki itu belum juga mengangkat panggilannya.
Rumah sepi. Candra belum pulang. Tadi pagi saat mengantarnya ke pasar, Candra berpesan akan pulang terlambat. Selain banyaknya barang yang datang, Candra harus mengepak beberapa pesanan yang akan di ambil hari ini. Dan hari ini juga, Candra dan teman-temannya ada jadwal arisan di sebuah restoran.
"Arisannya sengaja malam. Biar semua bisa ikutan. Nggak ada alasan sibuk," jelas Candra berpesan ke Kirana tadi pagi. "Yeah, namanya juga arisan sebulan sekali, sekalian kumpul-kumpul teman waktu sekolah. Lebih fokus nggosipnya dari pada arisannya," lanjutnya sambil terkekeh.
Kirana menarik napas panjang. Dia berjalan menuju ruang kerjanya sambil mengidupkan semua lampu. Malam ini purnama tapi Kirana tidak sempat menikmati keindahannya karena pikirannya sedang kalut.
Dia mengaktifkan laptop lalu membuka folder kaca pecah. Dia sengaja memberi nama itu pada folder dimana dia menyimpan semua foto yang dikirim Ardi tentang sosok berhoodie pemecah kaca mobilnya.
Kirana kembali mengamati foto itu satu per satu. Dia yakin betul telah melewatkan petunjuk penting, tapi dia tidak tahu petunjuk yang mana.
Beberapa menit lalu dia menemukan kenyataan bahwa Indra, lelaki yang selama dikenal baik padanya dan keluarganya, menyimpan banyak fotonya. Tidak! Lebih tepatnya mencuri foto dirinya. Kuat dugaan Kirana, Indra adalah sosok yang selama ini mengintainya.
"Bodoh!" Kirana menggelengkan kepalanya seolah berusaha menyalahkan dirinya. Seharusnya dia sadar, sosok itu begitu mengenal dirinya. Sosok itu juga bisa masuk ke rumahnya seolah dia tahu setiap celah dari rumah ini. Ya! Dia memang tahu detail rumah ini!
Dari foto-foto koleksi Indra tentang dirinya, pantas saja sosok itu selalu tahu persis kemana dia berada. Dia tahu semua tentang dirinya karena memang sosok itu orang yang begitu dekat dengannya dan keluarganya.
"Tega!" Wajah Kirana merah padam. Jika sosok itu benar Indra, maka dialah yang telah melenyapkan Embul. "Nggak punya hati!"
Kirana tidak habis pikir, begitu tega Indra melakukan itu pada dirinya. Di satu sisi Kirana marah, dan di sisi lain perempuan itu mulai merasakan ketakutan dalam hatinya.
Tangan Kirana menghentikan mouse-nya mengklik foto beikutnya. Sebuah foto kini mencuri perhatiannya. Dalam foto itu, sosok berhoodie itu mengangkat tangannya. Sebuah batu tergenggam di antara ruas-ruas jarinya.
Namun bukan batu itu yang menarik perhatian Kirana. Kirana memperbesar tampilan foto. Dia mencondongkan tubuhnya. Matanya menyipit. Pandangannya fokus pada sesuatu di pergelangan tangan pelaku.
Yup! Sebuah gelang melingkar di pergelangan tangan sosok berhoodie itu. Kirana menyentuh layar dengan telunjuknya. Dia menggerakkan telunjuknya perlahan mengikuti alur gelang tersebut. Gelang itu tidak tampak utuh. Hanya sebagian saja yang terlihat, sepertiganya lainnya tertutup bagian lengan jamper yang dikenakan. Namun Kirana yakin betul, itu adalah gelang tali. Gelang tali berwarna hitam berulir putih. Gelang tali yang hampir dibuangnya belasan tahun lalu. Dan hanya satu orang yang tetap menyimpan gelang tali itu.
"Ya, Tuhan. Benar dia ..." Kirana menutup mulutnya dengan telapak tangannya sendiri lalu memejamkan matanya dalam. Ingin rasaya di berteriak untuk melepas segala keterkejutan, amarah, dan rasa tidak percaya yang seketika menerkamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIAS [DITERBITKAN]
Mystery / ThrillerKirana mengira kepulangannya ke rumah orang tuanya di Solo akan membawa ketenangan dalam hidupnya. Dia baru saja putus dari kekasihnya. Editornya juga sudah terus menanyakan tentang naskah novel terbarunya yang tak kunjung selesai. Sesampainya di So...