Rahardian mengamati foto-foto yang terserak di depannya. Meja kerjanya tidak pernah rapi sejak beberapa minggu terakhir.
Kemarin dia sudah bertemu dengan Kirana untuk mengkonfirmasi tentang foto-foto itu. Perempuan itu mengaku tidak mengenali sosok pelaku. Bahkan hingga hari ini Kirana belum memberi kabar lagi.
Bukan hanya itu. Ardi juga mengkonfirmasi kalau sebenarnya Kirana dan Ana Karenina adalah orang yang sama. Dia ingat betul ekspresi wajah Kirana saat dia mengatakan alasan kenapa mengiriminya buket mawar putih. Sebenarnya, apa yang dia katakan dikutipnya dari novel karya Kirana itu sendiri, Amore. Ardi yakin, Kirana tidak pernah menyangka kalau dirinya adalah salah satu pembaca karyanya.
Ardi menggelengkan kepala. "Fokus! Fokus!"
Ardi tidak pernah menyangka saat itu dia berani menawarkan diri memasak bagi Kirana. Dia seharusnya sadar, kedatangannya sebagai seorang polisi yang sedang mengumpulkan informasi. Bukan sebagai pribadi, lelaki yang menawarkan, entah itu pertemanan atau sejenisnya pada perempuan itu.
Namun entah mengapa justru Ardi merasakan hatinya menghangat. Melihat Kirana duduk di depannya, menyantap masakannya, bahkan memberikan pujian kepadanya membuat Ardi tidak bisa tidur malam itu. Dia tidak pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Bahkan saat Kirana mendapat ancaman dengan pemecahan kaca mobilnya, ingin rasanya Ardi melindunginya.
Setelah pemecahan kaca mobil Kirana di depan restoran malam itu, pagi harinya dia kembali ke tempat kejadian. Dia memeriksa lingkungan sekitar untuk mencari keberadaan CCTV. Ternyata, tidak banyak gedung yang memasang CCTV dan itu menyulitkannya. Dia hanya menemukan tiga gedung memasang kamera pengawas itu. Sayangnya dari ketiganya hanya dua yang berfungsi dengan baik.
Ardi sudah meminta rekaman CCTV dari keduanya dan menandai beberapa bagian penting. Dia juga meminta rekannya mencetak beberapa di antaranya.
"Ulang kembali di bagian ini!" perintah Ardi kepada salah satu petugas keamanan gedung. Dia kembali mengamati layar televisi.
Ardi melihat seorang lelaki dengan pakaian serba hitam dengan tudung di kepala dan masker menutup wajah. Kamera menangkap gambarnya dari arah depan agak menyamping. Lelaki itu berjalan mendekati mobil Kirana.
Dari CCTV kedua, kamera mengambil gambar sosok itu dari arah belakang. Ardi melihat sosok itu mengangkat tinggi batu di tanganya lalu diayunkan ke kaca mobil Kirana.
Pencarian Ardi bukan hanya tentang kamera pengawas itu. Dia juga sempat berbincang dengan tukang parkir yang waktu itu memergoki pelaku.
"Orangnya kurang lebih setinggi sampeyan, Mas. Nggak gemuk, tapi juga nggak kurus."
Ardi mengumpulkan semua informasi itu dan mulai memetakannya. Dia sengaka menempatkan sebuah papan tulis besar di samping meja kerjanya. Dia menempatkan foto Kirana dan korban pada bagian atas lalu mulai membuat beberapa garis yang menghubungkan mereka dengan para pelaku yang masih abu-abu. Kirana dengan pengancamnya, korban dengan pembunuhnya.
Siang itu, Ardi mendapat informasi baru tentang korban pembunuhan. Dia menuliskan semuanya pada papan. Tidak lupa dia menuliskan juga ancaman yang kemarin diterima Kirana sebagai bagian dari infromasi. Termasuk dugaan hubungan antara Kirana dengan korban. Hasil pemeriksaan DNA mereka sudah keluar.
Mata Dito membulat memindai hasil yang tertulis pada kertas. "DNA mereka cocok."
Ardi sudah mendapat penjelasan tentang hasil tersebut tapi dia ingin berdiskusi dengan Dito lebih lanjut. Kebetulan lelaki itu ada urusan di sekitar kantor Ardi lalu bersedia mampir. Mereka berteman sudah hampir lima tahun. Ardi bertugas di bidang kriminal, sedang Dito pada forensik. Mereka sering bekerjasama dalam beberapa kasus. Mereka dulu juga satu kos hingga Dito menikah kemudian pindah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIAS [DITERBITKAN]
Mystery / ThrillerKirana mengira kepulangannya ke rumah orang tuanya di Solo akan membawa ketenangan dalam hidupnya. Dia baru saja putus dari kekasihnya. Editornya juga sudah terus menanyakan tentang naskah novel terbarunya yang tak kunjung selesai. Sesampainya di So...