Suara keras itu menghantam telingaku seakan ingin menghancurkan pendengaranku. Mungkin rumor tentang suara raungan yang menandakan akhir dunia itu benar-benar nyata. Karena hanya itulah apa yang bisa aku pikirkan. Suara itu keras dan berat, bahkan aku merasa takut.
Tanah yang berguncang itu seperti pertanda akan runtuhnya dunia. Mungkin aku berlebihan, tapi tanah yang kami injak benar-benar runtuh. Melihat Kenneth yang kehilangan keseimbangannya, entah kenapa tanganku bergerak sebelum otakku tersadar dengan apa yang terjadi.
Aku menggenggam lengannya dengan erat, berusaha menariknya untuk tidak jatuh ke dalam ngarai yang mungkin benar-benar menyembunyikan monster mengerikan.
Namun tanah itu lebih rapuh dari apa yang aku bayangkan. Atau memang tidak ada apapun di bawah kami selain salju yang menumpuk. Yang jelas kami terjatuh, hal yang aku pikirkan adalah apakah ini adalah akhir bagiku? Aku bahkan belum mencapai apapun dalam hidupku. Aku belum melakukan apapun untuk membebaskanku dari penjara emas yang mengurungku.
Tapi, ketika ketakutan itu melahap jiwaku. Kenneth menarikku ke dalam pelukannya dan memeluk kami dengan erat. Dia menempatkan tubuhnya yang kecil itu di bawahku seolah ingin menjadikan dirinya sendiri sebagai perisai. Itu tidak masuk akal.
Dengan tubuh yang seperti akan hancur hanya dengan satu sentuhan, dia berani untuk melakukan sesuatu yang segila ini? Bahkan aku sendiri tidak yakin apakah aku akan baik-baik saja jika terjatuh dari sini? Kedalaman ngarai ini tidak terlihat, aku merasa itu sangat dalam hingga mungkin untuk menghancurkan tubuh manusia hingga tidak terbentuk lagi.
Aku berteriak dengan putus asa, menanyakan apa yang dia lakukan dengan nada yang naik karena panik. Tapi dia hanya tersenyum. Senyumannya seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Namun bagaimana aku bisa berpikir kalau itu akan baik-baik saja? Itu tidak masuk akal, seberapa banyak pun aku memikirkannya.
Wajahnya yang tersenyum itu mengabur saat tubuh kami menabrak dasar dengan suara yang mengerikan. Aku ingin melihat kondisinya, tapi kejutan yang aku alami memaksaku untuk menutup mataku.
Seakan aku telah terputus dari dunia, aku tidak lagi bisa mendengar atau melihat apapun. Jiwaku seakan ditarik secara paksa ke dalam kegelapan. Aku merasa itu sangat lama sebelum akhirnya aku kembali mendapatkan kesadaranku.
Aku membuka mataku perlahan, tapi kegelapan menyambutku. Hanya ada sedikit cahaya dari binatang suci itu. Aku melihatnya menangis saat mengendus wajah seseorang. Pandangan mataku masih terasa kabur dan kepalaku terasa berat seolah akan meledak kapan saja.
Secara perlahan, pandanganku menjadi lebih jelas. Mataku mulai menyesuaikan dengan cahaya minim yang ada. Orang itu berbaring disana dengan kepala yang bersimbah darah. Bahkan itu adalah sebuah keajaiban saat mengetahui kalau tubuhnya tidak hancur.
"Ah.."
Aku tersedak oleh sesuatu yang menyengat jantungku. Itu asing dan terasa menyakitkan. Aku mengangkat tubuhku perlahan, tanganku bergetar saat berusaha menopang tubuhku sendiri. Dalam kondisi ini, pandanganku hanya tertuju padanya.
Dengan suara bergetar yang bahkan terdengar mengerikan di telingaku sendiri, aku mulai memanggilnya.
"Grand... Duke?"
Tidak ada jawaban.
Aku hanya bisa mendengar suara nafas lemah darinya. Segera, aku bergerak untuk mendekatinya. Tanganku menyentuh tangannya yang terasa dingin seperti balok es. Wajahnya terlihat pucat seolah darah di wajahnya telah menguap.
Baru di situ aku sadar bahwa binatang suci ini terus mengalirinya dengan kekuatan suci. Berharap itu bisa menyembuhkan luka-lukanya. Tapi aku sendiri bisa merasakan kalau itu sangat lambat. Penyembuhannya terlalu lambat, hampir terasa seperti tubuh Kenneth menolak kekuatan sucinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Greatest Villain [ON GOING]
FantasyWeb novel berjudul 'Revenge', menceritakan kisah seorang Putra Mahkota yang tahtanya di renggut oleh seorang Grand Duke dari wilayah utara yang di penuhi dengan salju. Kekaisaran itu hancur berkat pemberontakan dari Grand Duke Kenneth Jayne De Leon...