part 20 Menutupi luka

47 23 6
                                    

Non,,,

Non Tere,,,

Tere merasa mimpi itu sedikit nyata, mimpi suara bi Reni yang sedang memanggilnya, membuat tidur Tere sedikit terusik. Tunggu, semakin lama suara itu semakin jelas Terdengar, Tere terbangun dari tidurnya dan benar, dari balik pintu kamar Tere, terdengar bi Reni sedang memanggilnya dari luar. Tere langsung berdiri dan keluar dari kamar mandi, badan Tere terasa sakit, mungkin karena posisi tidur Tere yang tidak baik membuat dia meregangkan badannya sambil berjalan menuju pintu kamar.

Keluar dari kamar mandi, Tere masih belum sadar dengan kondisi lengannya, sampai akhirnya dia memang gagang pintu, tampaklah tangan tere habis tersayat dan darahnya sudah kering. Tere membuka pintu, namun hanya mengeluarkan kepalanya saja.

"Biasa Non" Bi Reni menyodorkan sebotol minuman dan handuk kecil ke arah Tere. yang berada di balik pintu melirik sekilas jam yang ada di atas lemari.Pukul setengah enam. itu yang langsung terfikir oleh benak Tere. Tere mengambil sebotol minuman dan handuk itu dari bi Reni, bi reni mengerutkan keningnya melihat tingkat laku aneh Tere pagi ini.

"Abis pulang lari, tere langsung mau mandi ya bik, takut nanti telat ke sekolah" Tere masih stay dengan posisi hanya kepalanya yang di keluarkan dari balik pintu.

"Iya Non" Bi Reni beranjak pergi turun ke bawah. Menyisakan Tere yang berdiri di balik pintu sambil memperhatikan lengannya yang di penuhi oleh sayatan.
Tampa berfikir panjang Tere menutup pintu kamarnya dan menganti baju tidurnya dengan baju olahraga

Ootd Tere

Tere sengaja memilih baju yang berlengan panjang, agar lengannya tidak terlihat apa lagi kalau di lihat bunda sama bik Reni, mereka pasti akan khawatir dan Tere tidak akan membiarkan itu terjadi.

Tere keluar dari pekarangan rumahnya, mulai berlari di sekitaran kompleks sambil sesekali menyapa tetangga yang sedang sibuk dengan kegiatan paginya. Contohnya mbak dewi, pagi-pagi subuh seperti ini, dia sudah menyapu halaman rumahnya.

" Olahraga ndok" Bi Dewi berhenti mengayunkan sapu lidinya dan menyapa Tere dengan logat khas jawanya.

"Iya buk, duluan ya buk" Tere sempat berhenti di sebalik pagar bu Dewi dan kembali melanjutkan olahraganya.

Selesai olahraga kemungkinan selama 45 menit, Tere kembali masuk ke dalam rumah, dengan baju yang terlihat basah begitupun dengan wajah yang di penuhi keringat.

Tere berjalan masuk ke dalam rumahnya, dengan nafas yang masih ngos-ngosan Tere berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Tere meletakan botol minuman di atas meja belajar, menyambar handuk yang tergantung di belakang pintu dan masuk ke kamar mandi melakukan ritual paginya. Tere sedikit meringis saat sabun mandi mengenai luka di tangannya. Dengan perlahan Tere mengoleksi alkohol di tangannya dan membalutnya dengan perban berharap dengan cara seperti itu, tidak ada yang mengetahui kondisi lengannya.

Setelah bersiap dengan semua perlengkapan, Tere masih merasa ada yang kurang, dia berusaha mengingat sebelum nantinya berakhir naas.

"Aduh baju olahraga" Tere memukul jidatnya sambil berjalan ke arah lemari pakaian.

"Mampus, baju olahraga kan lengannya pendek, terus tangan gue gimana" Tere semakin panik, waktu pun terus berjalan, tere melirik jam yang hampir menunjukkan pukul setengah tujuh. Tidak hilang akal, tere berjongkok mengambil sesuatu dari laci lemari, terlihat sepasang handsock tangan berwarna hitam di masukan ke dalam tas perlengkapan bajunya.

Setelah merasa semua sudah lengkap Tere keluar kamar bersiap untuk berangkat sekolah, sebelum menuruni anak tanga Tere terdiam sambil menatap ke arah kamar kakaknya yang dulu senantiasa terbuka, kini tertutup rapat bak penjara.

Halaman terakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang