part 23 Rencana Bian

19 10 2
                                    

Bel pulang pun berdering. Akhirnya Tere dan Bian kembali ke kelas hanya sekedar untuk mengambil buku dan tas mereka.

"Gue masih kesal sama buk sri itu sumpah" Bian bersungut-sungut sambil mengemasi buku-bukunya. Tere hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Bian.

"Owh iya, Kamu pulang naik apa? " Bian melirik sekilas ke arah Tere.

" Biasa, aku pulang naik ojek langganan aku" Tere menyandang tas di satu bahunya.

"Ooh, yok jalan bareng sampai depan gerbang"

Bian menarik salah satu lengan Tere membuat Tere hanya bisa pasrah sambil mengikuti ke mana Bian pergi.

Sesampainya di depan gerbang. Tere sedikit kesulitan mencari mang ojek karena banyak siswa-siswi yang berlalu lalang membuat jarak pandang Tere sedikit terhalang.

"Lagi cari mang ojeknya? " Bian melihat heran Tere yang berjalan ke sana kemari seperti mencari sesuatu.

"Iya,," Tere menjinjitkan kakinya agar terlihat lebih tinggi. Bian hanya bisa menahan tawa melihat tingkah Tere.

"Dasar pendek" Ledek Bian membuat Tere jengkel. Bian berusaha untuk menolong Tere mencari mang sopir langganannya.

"Itu tuh" Bian menarik tere keluar dari kerumunan

" Maaf mang lama" Tere berjalan berdampingan dengan Bian menghampiri mang ojek.

"Gak apa-apa dek, loh? Ini siapa" Mang Ojek menunjuk Bian dengan ekspresi penasaran.

"Ini sahabat Tere mang" Bian yang mendengar itu membulatkan matanya, baru kali ini pertama Bian mendengar kata "sahabat" keluar dari mulut Tere. Tere memakai helm yang di berikan oleh mang ojek dan duduk manis di atas motor mang ojek.

"Hallo mang, nama saya Bian" Bian tersenyum ke arah mang ojek memberi kesan pertama yang baik, senyum bian pun di balas balik oleh mang ojek.

"Bian, mang boleh minta satu permintaan gak?" Mang ojek bertanya kepada Bian dengan muka serius.

"Apa mang?"

Bian pun ikut tampak serius mendengarkan pertanyaan mang ojek.

"Tolong jaga dek Tere baik-baik ya" Mang ojek tersenyum ke arah Bian.

Mang ojek men starter motor scoopy miliknya, mulai berjalan meninggalkan Bian yang masih berdiri di depan gerbang sekolah.

"Gue harap gue gak akan ngecewain orang-orang yang sudah ngasih kepercayaan sama gue Tere" Bian bergumam sendiri melihat Motor mang ojek yang Tere tumpangi hilang di sebalik persimpangan.

Sesampainya di rumah Tere langsung masuk ke dalam rumah dan bergegas ke kamarnya. Setelah mengganti baju Tere menghamburkan diri di kasur empuk miliknya.

Rumah Bian

Bian berjalan gontai sambil bersiul masuki  kediamannya.

"Mama, Bian pulang" Suara Bian nyaring memenuhi seisi rumah.

"Jangan teriak-teriak napa" Terlihat seorang laki-laki paruh baya baru saja keluar dari pintu dapur.
Bian membulatkan matanya  tidak percaya siapa yang sedang berdiri di hadapannya saat ini.

"Papa!" Bian berhamburan memeluk seorang laki-laki yang umurnya sekitaran 45 tahunan itu.

"Papa kapan pulang kok gak ngabarin Bian" Bian memeluk erat laki-laki yang sudah lama dia rindukan.

"Baru beberapa jam yang lalu" Papa Bian pun terlihat senang setelah bertahun-tahun pisah dengan anak bontot kesayangannya.

Papa Bian memang ikut pindah ke Indonesia, cuman dia harus tetap stay di Korea menyelesaikan projek besar perusahaannya.

Halaman terakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang