part 26. Ayah di penjara

19 6 0
                                    

Sore ini hujan lebat melanda Kota, di iringi dengan cahaya jingga dari ufuk timur. Sebuah mobil melaju cepat di tengah lalu lintas, menerobos masuk ke cela-cela hujan yang sepertinya tidak pernah ingin untuk memberi cela. Tere yang sedang berada di dalam mobil itu hanya terdiam dan menatap ke arah luar jendela mobil, lebatnya hujan sore itu membuat suasana hati Tere tidak karuan.

Bian hanya berani menatap Tere, berharap Tere bisa menenangkan dirinya dengan caranya sendiri.

Tak butuh waktu lama, mobil hitam milik bian masuk ke pekarangan kantor polisi, berhenti mulus di parkiran samping gerbang.

Saat bian ingin keluar dan membuka payung yang ada di dalam mobilnya. Entah apa yang di pikirkan Tere, dia berlari ke arah kantor polisi tampa mempedulikan bayinya yang basah. Meskipun jarak parkiran dan kantor itu tidak jauh, namun hujan lebat hari itu cukup berhasil membuat Baju Tere basah kuyup.

Bian yang melihat itu pun ikut berlari di belakang Tere, bahkan Bian membiarkan payungnya terjatuh di tengah derasnya hujan.

Mata Tere lincah melirik ke sana kemari, mencari sosok yang dari dulu tidak pernah ingin dia lihat. Mata Tere tertuju pada sebuah sel yang menampung 5 orang lak-laki. Dengan perlahan, Tere berusaha untuk melangkahkan kakinya, entah mengapa kaki Tere begitu sangat berat untuk di gerakkan.

Ayah,,,

Suara Tere bergetar  memanggil sosok laki-laki yang terkulai lemas di balik jeruji besi.

Dengan sisa tenaganya laki-laki itu menoleh ke arah Tere.

Tere memang membenci ayahnya, namun Tere selalu ingat dengan nasehat bundanya. " Sejahat apa pun dia,dia tetap ayah Tere"

Ruangan kunjungan hening seketika, hanya detak jam dinding yang memberi sedikit suara. Bian hanya bisa diam melihat Tere dan ayahnya yang masih belum memulai pembicaraan sejak dari tadi. Tere tidak tau memulai pembicaraan ini dari mana, seolah semua umpatan yang dari tadi terfikir olehnya hilang begitu saja. Tere menarik nafasnya kasar, bodoh harus diam di saat waktu harus terus berjalan.

"Gak cukup yah,,?" Tere berusaha untuk memulai pembicaraan. Hening, ayah Tere hanya melihat ke sana kemari, seolah tidak ingin memberi jawaban, sangat jelas kalau dia tidak mau menatap Tere sedikitpun.

"Ayah pengecut yah" Bian membulatkan matanya menatap Tere. Begitupun dengan laki-laki yang sedang berada di hadapannya.

"Jaga mulut kamu Tere!!
Ayah seperti ini juga untuk  menghidupi kalian semua, ayah korupsi juga untuk menghidupi keluarga kita, kalian gak paham ayah seperti apa"

Ayah Tere mulai tersulut emosi, mendengar itu Tere merasa hatinya seperti di tusuk beribu-ribu jarum, dia tidak Terima apa yang baru saja keluar dari mulut ayahnya, semuanya seperti dusta menurut Tere.

"Owh,,
Sekarang ayah berdalih seolah-olah kami yang bersalah, kalau ayah tidak sanggup menghidupi kami,,
Seharusnya ayah tidak usah menikahi bunda
Tere juga gak akan menderita dan lahir ke dunia ini!!!

Tere memukul meja yang ada di depannya, berdiri dengan nafas yang sudah tidak bisa kendalikan. Laki-laki itu hanya diam dan merapatkan giginya kuat-kuat.

"Ayah
Sekarang cuman minta satu permintaan, keluarkan ayah dari penjara, setelah itu ayah gak bakalan ganggu kalian lagi"

Tere terduduk mendengar penuturan yang keluar dari mulut ayahnya, bukan maaf atau penyesalan yang keluar dari mulut ayahnya, justru permohonan yang sulit untuk Tere iyakan.

" Tere tidak bisa berbuat apa-apa yah, ini urusannya dengan keluarga Bian, ayah korupsi di kantor keluarganya bian" Tere beralih menatap Bian.

" Keluarga saya akan melepaskan anda, anda tidak perlu mengeluarkan sepeserpun uang untuk menebus korupsi yang anda lakukan di perusahaan papa  saya beberapa tahun yang lalu, cuman ada satu syarat" Bian melipat tangannya di dada.

Halaman terakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang