part 7. Kak Riya

65 41 19
                                    

"Gini ibuk, anak ibuk memiliki trauma Ombrophobia yang sudah sangat fatal, dia tidak bisa mengontrol emosinya "

Bunda dan Tere terlihat sedih mendengar penuturan dari dokter.

"Dia emang seperti itu semenjak kejadian waktu itu dok, bagaimana cara ngobatinnya dok, sudah berbagai cara kami lakukan" Suara bunda mulai bergetar.

"Cara terbaik sekarang adalah merawatnya dengan tulus buk, dan lebih penting, ajak dia berinteraksi dan komunikasi, dan yang lebih penting, jangan biarkan dia sendirian apa lagi kalau saat hujan"

"Ini salah saya dok"
Bunda pun hanya tertunduk.

"Tidak ada yang bisa di salahkan dalam hal ini buk, sebaiknya kita banyak-banyak berdoa. baik, Saya bikin resep obatnya dulu ya buk, permisi " Dokter pun meninggalkan ruangan itu.

Hening sesaat, mereka larut dalam pikiran mereka masing-masing.

" Kita ke kamar kakak yok bund" Tere memapah bundanya.

Sesampainya di dalam ruangan yang serba putih itu, Tere melihat kakaknya Diam membisu raganya memang masih ada, namun jiwanya seperti sudah lama mati.

"Kakak, kakak kalau takut, atau kenapa-napa panggil Tere ya" Tere memegangi tangan kakaknya.

Plak!!!

Tamparan yang lumayan keras berhasil mengenai Pipi tere, membuat dia terhuyung ke belakang.

kakak tere  kembali mengamuk, Dia berusaha untuk melepaskan borgol yang memang sengaja dokter pasang untuk berjaga-jaga.

Kakak tere berteriak sambil memberontak untuk di lepaskan.

Hati Tere remuk melihat kondisi kakaknya, dia tidak tega melihat kakaknya terus tersiksa seperti ini.

Dokter,,,

Suster,,!

Bunda Tere sudah terlebih dahulu bergegas keluar untuk mencari dokter.

Bian yang melihat itu langsung menarik Tere agard sedikit menjauh dari kakaknya.

Tak terasa air mata Tere lolos begitu saja, Bian berusaha mengajak Tere untuk keluar dari ruangan itu untuk, namun Tere memberontak.

Tere,,!!!

Bian terpaksa meninggikan nada bicaranya dan menarik paksa Tere keluar.

"Kalian tunggu di luar saja, biar bunda dan dokter yang jaga di dalam"

Ruangan itu kembali tertutup, menyisahkan memori beberapa menit terakhir.

" Tere,,kita duduk di taman depan yok" Bian menggenggam tangan Tere,

Tak kunjung mendapatkan jawaban, Bian menarik tangan Tere  menuju depan rumah sakit.

Mereka sekarang sedang  duduk di kursi taman,

"Kamu udah makan hm,,?" Bian mengusap lembut tangan Tere yang gemetar,

"Udah"

Jawab tere singkat, sambil menatap ke jalan Raya yang masih ramai. Tatapan Tere jelas  meyakinkan Bian bahwa gadis itu masih memikirkan  kejadian beberapa jam lalu.

" Sakit banget rasanya Yan" Tere mengulum bibirnya yang bergetar.

"Aku tau Tere, Tapi kamu hebat, kamu perempuan kuat, aku yakin kamu pasti bisa lewatin ini semua" Bian mengusap lembut kepala perempuan itu.

"Aku capek gini terus Yan, ak__"

Bian menarik perempuan itu  ke pelukannya.

"Udah ya,,,jangan mikirin itu lagi, kasihan kamu nya" Bian mengusap lembut surai hitam milik Tere.

Halaman terakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang