part 22. Capek

34 12 7
                                    

Kini Tere dan bi Reni sedang duduk di kursi tunggu sebuah rumah sakit, mereka hanya diam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sedangkan Bian memutuskan untuk mengajak zidan  pergi berbelanja ke minimarket rumah sakit.

Selang beberapa menit, terlihat dokter yang baru saja keluar dari pintu yang memang sudah dari tadi  Tere harapankan untuk segera terbuka.

"Bagaimana keadaan bunda saya dok? Dia baik-baik aja kan dok? Gak ada yang serius kan?" Karena panik Tere melontarkan segala  dugaannya ke arah dokter yang berdiri persis di depan pintu.

"Tenang dulu dek, bunda adek alhamdulillah baik-baik aja kok, cuman dia hanya mengalami shock dan kelelahan"

Meskipun dokter berkata baik-baik saja terhadap kondisi bunda, Tere merasa ini bukan hal yang patut untuk di syukuri, karena jarang sekali bunda sakit seperti ini, apa lagi shock. Gumam Tere dalam hati.

"Baik, saya tinggal dulu, permisi" Dokter pun berjalan meninggalkan Tere dan Bi  Reni yang sedang berdiri di ambang pintu. Tampa pikir panjang, Tere bergegas masuk ke dalam ruangan bundanya.

Bunda,,,

Tere berlari dan memeluk perempuan yang sedang berbaring  lemas di atas ranjang dengan jarum infus yang tertancap di tangannya.

" Tere gak sekolah?" Tanya bunda Dengan suara yang terdengar masih lemas.

"Tere khawatir sama bunda" Jelas Tere tidak ingin kehilangan sosok perempuan yang sangat berarti di hidupnya. Meskipun Tere pernah di kurung selama empat tahun di dalam rumahnya, tidak di izinkan keluar, bahkan selalu menjadi sasaran empuk untuk bunda melampiaskan amarah, Tere tatap tidak Tega melihat perempuan yang dia panggil dengan sebutan bunda itu harus berbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Bunda kenapa? Ceritain semuanya sama Tere" Tere memegangi kedua tangan bundanya yang dingin dan terlihat pucat.

"Bunda gak apa-apa kok Tere, cuman bunda kaget. Pas mau cari bi Reni ke halaman Depan, bunda liat ada bangkai ayam yang berserakan di sepanjang halaman. bunda awalnya tidak tau apa itu, sampai akhirnya bunda berjalan mendekati pagar depan dan melihat rumah kita seperti di lempari tanah Merah dari luar pagar. Bunda juga nemu sebuah surat di bawah pagar tulisannya seperti ini"

" Berikan hak asuh zidan, atau tidak kalian akan saya bunuh satu persatu"

Mata Tere langsung terbelalak mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut bundanya. Jantung Tere berdetak kencang bersamaan dengan tangan yang sudah mengepel menampakkan urat nadi Tere.

Ayah,,,

***

Setelah mengambil resep obat dari dokter dan menguras administrasi, bunda sudah di perbolehkan untuk  pulang. Sedangkan Tere dan bian memutuskan untuk kembali ke sekolah.

Selama di perjalanan Tere lebih banyak diam seribu bahasa, membuat Bian sedikit bingung dengan tingkah Tere.

"Maaf Tere, seharusnya gue gak ninggalin lo pas lagi bicara sama bunda" Gimana Bian dalam hati sambil sesekali memerhatikan Tere yang terlihat sedang gusar.

Setelah memberikan uang kepada supir angkot, Tere dan Bian berlari menuju kelasnya, berharap tidak ketinggian pelajaran Matematika bersama buk sri yang di kenal dengan galaknya.

" Permisi buk" Bian berdiri di depan pintu kelas sedangkan Tere diam di belakang  tubuh tinggi Bian. Semua siswa yang tadinya fokus pada pelajaran yang di terangkan bu Sri langsung melirik ke arah sumber suara.

"Kemana saja kalian berdua?" Tanya buk sri dengan tatapan yang sepertinya tidak suka.

"Anu buk, itu tadi Bian sama Tere ke rumah sakit jenguk bunda Tere buk" Bian berusaha untuk mencari penjelasan.

"Bohong!!!" Buk sri mulai meninggikan nada bicaranya. Beriringan dengan suara buk sri Terlihat sebuah tangan terjulur dari meja belakang, membuat semua mata tertuju padanya.

" Tadi mereka berdua sudah izin ke saya buk, tapi saya lupa" Marvel berdiri sambil tertunduk merasa bersalah ke arah buk sri.

"Ya sudah, kalian tidak saya kasih hukuman, tapi,,,,
Kalian tidak boleh masuk pelajaran saya hari ini" Terlihat dari tengah barisan kursi siswa clara tersenyum puas.

"Mampus lo cewek cupu" Ucap clara dalam hati dan menatap Tere meremehkan.

"Loh buk, bukannya marvel udah bilang buk?" Ucap Bian tidak Terima.

"Bian, kamu buang-buang waktu saya, atau mau kita selesaikan di kantor BK" Semua pun hening, Bian sudah tidak bisa berkata-kata lagi.

"Udah,,,jangan ngelawan" Tere manarik tangan Bian agar jauh dari kelas.

"Kesel banget gue sama buk sri" Bian bersungut-sungut sambil menendang bebatuan yang ada di lapangan sekolah.

"Namanya juga buk sri" Tere mengikuti Bian dari belakang. Tere duduk di kursi lapangan sambil menarik nafasnya kasar. Bian yang melihat itu ikut duduk di samping Tere.

"Tadi kamu ngomong apa sama bunda?" Bian akhirnya menanyakan pertanyaan yang sedari tadi ia tahan. Diam sejenak, Bian belum mendapatkan jawaban diri Tere.

"Ayah yan" Bian mengerutkan keningnya tidak paham.

"Iya ayah kamu kenapa?"

Tere merasa agak sedikit sulit mengatakan ini kepada Bian, tapi bagaimana pun juga Tere sudah berjanji pada Bian.

Akhirnya Tere pun menceritakan semua yang hal yang terjadi akhir-akhir ini, tentang teror yang beberapa kali Tere dapat, ayahnya, dan apa yang menyebabkan bunda masuk rumah sakit.

Bian yang mendengar semuanya dari Tere merasa geram.

"Ada ya laki-laki biadab seperti itu" Ucap Bian tidak percaya dengan semua hal yang telah ceritakan oleh Tere.

"Aku udah gak tau harus gimana lagi yan, aku udah capek, aku muak" Air mata yang dari tadi Tere tahan akhirnya lolos membasahi pipi mulusnya

"Tapi kenapa ayah kamu ngebet banget minta hak asuhnya zidan. Maaf nih ya, sedangkan ayah zidan belum tau siapa" Bian berusaha untuk tidak membuat Tere salah paham.

"Karena itu aku juga bingung yan, aku bodoh banget gak bisa nyelesaiin ini semua" Tere mengacak rambutnya frustasi.

"Aku udah hebat kok Tere, buktinya lu bisa bertahan selama empat tahun sendiri" Bian kembali merapikan rambut Tere yang acak-acakan.

"Aku bodoh yan, aku bodoh" Tere menangis sesegukan sambil memukul  bahu Bian. Bian yang melihat itu langsung membawa Tere ke dekapannya.

"Udah ya, jangan nyalahin diri kamu sendiri" Bian berusaha untuk menenangkan perempuan malang itu.

"Tapi aku capek yan,,aku capek" Lirih Tere di sela-sela sesegukannya

"Nangis aja gak apa-apa, aku tau kamu capek" Bian mengusap rambut halus Tere

"Kalau aku boleh tau nama ayah kamu siapa?"

"Herman nugroho"
.
.
.
.
.
Kalian pasti bertanya-tanya
Siapa ayahnya zidan? Bagaimana ayah Tere?
kenapa ayah Tere ngebet minta hak asuh  zidan?
Awal dari pembalasan Tere di mulai

Terpublikasi
(30-juni-2023)

Halaman terakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang