BAB IV - Ia Berkata, "Sahabat Kecil"

2.6K 259 14
                                    

🦋


     Bagaikan pena,
     yang tak berguna tanpa adanya tinta.

     Begitu pula rasa,
     saat hadirnya tak disambut tangan terbuka.


Sejak tahu bahwa anaknya diterima di Unpad, Tian semakin mantap untuk kembali ke komplek lama mereka. Dan, lusa kemarin Christian dan Renan akhirnya kembali ke komplek lama.

Tentu, kehadiran mereka disambut oleh para warga, terutama teman-teman Tian yang sudah lama tidak bertegur sapa. Pun, sahabatkecil Renan yang merupakan Alumni TK Kancil ikut menyambutnya.

Dan, hari ini bertepatan dengan hari pendaftaran ulang. Tian yang awalnya ingin mengantar putranya namun karena ada meeting mendadak, terpaksa Renan harus berangkat sendiri. Walaupun harus berangkat sendiri, Renan sama sekali tidak keberatan. Ia memahami kesibukkan bapaknya.

Ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Renan yang hari ini berencana pergi dengan menggunakan mobil sudah bersiap. Tapi sesaat netranya menangkap interaksi ayah dan anak yang tinggal di depan rumahnya.

"Paman Joe? Mobilnya kenapa?" Tanya Renan. Kehadirannya mengagetkan Joevano atau yang Renan panggil Paman Joe dan Miuza, anak dari Paman Joe.

"Eh, Nan. Ini mobil saya mesinnya mati. Kayaknya akinya bermasalah."

"Boleh Renan lihat, nggak? Siapa tahu bisa bantu." Ucapnya. Joevano mempersilakan. "Tadi saya udah panggil montir langganan tapi baru bisa datang satu jam lagi."

Renan mengangguk seraya mengecek satu per satu mesin di mobil tersebut. "Ini antara alternator atau memang akinya yang bermasalah, Paman." Jelas Renan, setelah menstarter mobil Joevano namun nihil.

"Yah, terus gimana dong, Pa?" Itu Miuza. Renan yang mendengar itu lantas mengalihkan matanya.

"Kalau kita berangkat jam 11, terlambat ya, Kak?" Wajah Miuza sudah masam sambil bergumam kesal ke arah Joevano.

"Lagian semalam bukannya di cek mobilnya."

"Semalam waktu kamu sama abang beli martabak masih hidup mobilnya 'kan?" Tanya Joevano. "Ya masih! Cuma sekarang kakak gimana?"

Mendengar pertengkaran suami dan anaknya. Jiu yang datang dari dalam rumah segera menengahi. "Sudah, Miuza. Papa kamu juga nggak tahu kalau mobilnya mogok. Mending kita tunggu montirnya datang." Ujar Jiu. Tapi perkataan pipi-nya semakin membuat perasaan Miuza memburuk.

Renan terdiam saat melihat pertengkaran keluarga itu. Netranya, melirik ke arah Miuza yang masih merengut. "Bagaimana kalau Miuza pergi bareng saya? Kebetulan saya sama Miuza daftar ulang di universitas yang sama." Usul Renan tiba-tiba.

"Kami sebenarnya udah bilang gitu dari semalam, tapi Miuza nggak mau. Tetap mau di antar sama papa-nya. Kalau Renan nggak keberatan, Miu bisa berangkat sama kamu." Jelas Jiu, membuat Miuza refleks menatap ke arahnya.

"Sekarang bukan waktunya berdebat, Kak." Titah Joevano.

"Saya nggak keberatan, Paman. Kemarin saya juga sudah menawari Miuza tapi sepertinya dia memang tidak ingin pergi sama saya." Dalam hatinya, Renan menertawai tingkah Miuza yang jengah dengan tiga orang di hadapannya.

Setelah pulang dari kafe kemarin, Miuza memang tidak membalas pesan dari Renan yang kembali menanyakan soal ajakannya untuk daftar ulang bersama. Entah apa alasannya, padahal Miuza bisa langsung menolak jika memang tidak ingin. Tapi masalahnya, lelaki itu tidak menerima pun tidak menolak membuat Renan bingung.

Dan ya, hari ini semesta kembali bekerja dengan mendekatkan Renan dan Miuza. Lelaki yang lebih tua tersenyum saat lelaki yang lebih muda masuk ke mobilnya. Ekspresinya sudah biasa saja. Meski Renan tahu, bahwa Miuza menghindari matanya.

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang