BAB XXI - Zona Nyaman

2.4K 239 40
                                    

🦋


Segala yang ada padamu,
     adalah sesuatu yang aku inginkan.



"Jadi sebenarnya hubungan lo sama Renan apa?"

Kedua mahasiswa yang sekarang sudah semester enam itu duduk di salah satu bangku pelataran. Percakapan mereka membahas status hubungan Renan dan Miuza yang masih abu-abu sampai sekarang. Padahal, keduanya sudah dekat dari semester satu tapi belum juga ada perubahan.

"Sahabat?" Jawab Miuza enteng, dan membuat perempuan di hadapannya jengah. "Mana ada sahabat kayak lo berdua?" Tanya Anet, bagaikan sebuah sindiran. Miuza hanya menaikan sebelah alisnya saat perempuan itu berkata demikian.

"Lo nggak sadar kalau kemesraan lo sama Renan ngalahin orang pacaran? Lagian mana ada sahabat yang saling pegangan tangan, cemburuan, dan—"

"Dan, apa?"

"Ciuman."

Miuza hanya bisa tertawa mendengarnya. Berbeda dengan Anet yang justru merotasikan mata. Bukan hanya Anet yang merasa demikian, tapi seluruh mahasiswa seakan tahu tentang kedekatan Renan dan Miuza. Dan, tak jarang mereka menganggap jika keduanya sudah berpacaran padahal tidak. Miuza tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia dan Renan hanya berstatus sebagai sahabat.

"Mi, lo pulang sama siapa?" Tanya Anet, mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun jawaban Miuza lagi-lagi membuatnya gemas. "Dijemput Renan."

"Semoga kalian cepat sadar, ya."

Hanya itu yang bisa Anet katakan. Apalagi saat ia melihat pemilik scoopy pink datang dan membuat teman di sampingnya refleks berdiri. "Lo tahu salah satu kenikmatan di dunia ini, Net?" Tanya Miuza. Ia menatap sosok itu seraya tersenyum.

"Kenikmatan ketika masa-masa pendekatan yang berhasil membuat hati kita merasa berbunga-bunga. Membuat kita selalu punya alasan untuk hidup satu hari lagi. Masa-masa yang nggak mungkin terulang setelah lo dan dia memutuskan untuk menjalin hubungan lebih dari seorang sahabat."

Kini, Miuza mengalihkan tatapannya ke depan dan mendapati lelaki yang masih setia menunggunya sejak tadi. "Gue nggak mau kehilangan masa-masa itu. Meskipun gue tahu kalau gue sayang sama dia dan gue bisa kapan saja kehilangannya." Tutur Miuza.

"Gue cabut duluan, Net." Lanjutnya. Lalu, Miuza berjalan ke arah Renan yang sedang tersenyum. Lelaki itu lantas memberikan helm khusus yang ia beli untuk Miuza dan memakaikannya. "Kamu sama Anet serius banget ngomongnya. Lagi bahas apa?"

Miuza ikut tersenyum, helm-nya sudah terpasang. "Ngomongin kamu lah," Renan sempat menoleh ke belakang. "Kalian nggak ngomongin aku yang aneh-aneh 'kan?" Tanyanya. Miuza hanya menggeleng, menaruh dagunya di bahu Renan dan menyelipkan kedua tangannya di jaket kulit lelaki itu.

"Kita makan ramen, yuk? Aku lagi mau makan itu dari tadi." Adu Miuza, ranumnya melengkung ke bawah. "Bukannya aku larang kamu, tapi kemarin kamu udah makan mie dan sekarang mau makan ramen lagi. Nggak kesian sama perutnya?"

"Tapi aku mau—hmm, kalau aku janji nggak makan mie sampai minggu depan, kamu mau temenin aku makan ramen hari ini?" Miuza pantang menyerah.

Sungguh, ini semua karena Anet. Perempuan itu tadi memperlihatkan video orang makan ramen di kelas hingga membuat Miuza tergugah. Renan menghela napasnya. Ia tahu Miuza akan susah dibujuk kalau sudah seperti ini. Walau apa yang dikatakannya adalah demi kebaikan lelaki itu.

"Pesan ramennya yang biasa aja. Nggak boleh yang pedas, ya." Ujar Renan. Mendengar hal itu, sontak Miuza memeluk tubuh Renan dari belakang.

"Yeayyy!"

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang