BAB X - Tersesat Bersamamu, Tuan

2.3K 234 28
                                    

🦋


     Kita ini sahabat 'kan?


Miuza, Renan, dan teman-temannya berencana untuk menanjak gunung pada pukul lima pagi. Sebuah kebiasaan, di mana Miuza yang terlalu semangat membuatnya kesulitan untuk tidur di hari sebelumnya. Ia terus menghubungi Renan untuk menanyakan barang yang diperlukan. Bahkan, keriwehan itu membuat Miuza mengabaikan pesan masuk dari Deka.

Malam itu, Miuza memutuskan untuk menginap di kost Renan. Dan, sejak pukul lima pagi, ia sudah terbangun. Miuza tidak langsung membangunkan Renan dan memilih untuk duduk di samping lelaki itu. Tidak ada yang ia lakukan selain memandangi wajah Renan. Dahinya yang mengerut, dan Renan seperti tengah mengalami mimpi buruk, membuat mimik wajahnya menekuk. Keringat yang sebesar biji jagung terlihat jelas di dahinya.

"Renan..."

Miuza membangunkan lelaki itu setelah melihat kegusaran Renan dalam tidurnya. Tetapi, ketika Renan membuka mata, Miuza bisa melihat sorot ketakutan dari matanya. Sedanvkan Renan yang berpikir bahwa sekarang dirinya masih bermimpi, memutuskan untuk terpejam kembali.

"Bangun, Renan." Ujar Miuza, jemarinya bergerak menyentuh dahi, lalu menghapus keringat Renan. Sontak mata Renan terjaga dan betapa kaget saat melihat Miuza masih di sampingnya.

Ternyata ini bukan mimpi.

"Sekarang sudah pukul li—" Renan memindahkan tangan Miuza ke pipinya. "...ma." Dan Miuza yang melihat itu hanya diam membeku. Terlebih saat ia mendengar suara serak Renan di pagi hari.

"Selamat pagi, Miuza." Ucapn Renan dengan mata yang terpejam. Berbanding terbalik dengan Miuza dan jantungnya yang sudah berdegup tak karuan.

Menit berlalu, Miuza menyingkirkan tangannya ketika Renan hendak bangun. Renan langsung membereskan tempat tidurnya, sedang Miuza berlalu ke kamar mandi. Di dalam sana, Miuza menatap pantulan kaca di hadapannya. Lantas, memeriksa detak jantungnya yang berdegup sangat kencang. 

Kayaknya gue udah gila. Batin Miuza.

Pukul tujuh pagi, setelah Renan dan Miuza bersiap. Mereka bertemu dengan rekan-rekan Renan yang lainnya. Terdapat tiga peserta perempuan yang ikut dalam pendakian, yaitu Anet, Imei dan Nauli. Sedangkan laki-lakinya, ada Renan, Miuza, Genta, Reyhan dan Ilham.

"Gue baru tahu kalau lo juga ikut, Mi." Sapa Anet ketika diperjalanan. Miuza sudah mengenal Anet sebelumnya karena mereka satu fakultas. Namun Miuza baru tahu kalau temannya itu anggota KPA.

"Ternyata, lo deket sama Renan, ya?"

Miuza mengangguk, "Kita sahabat kecil." Jawaban itu membuat Anet terkesina. "Keren. Jadi lo sama dia sering mandi bareng?" Pertanyaan konyol dari Anet buat Miuza terkekeh kecil. "Maksud gue dulu pas kecil, sekarang mah nggak mungkin."

"Kenapa nggak mungkin?" Tanya Miuza.

"Bukannya sekarang lo lagi deket sama Deka?"

Ternyata benar. Berita tentang kedekatannya dan Deka memang sudah menyebar. Kalau kata orang, tembok fisip berbicara. "Gue sama Deka emang deket, tapi nggak tahu kedepannya."

Renan yang berjalan beberapa langkah dari Miuza dan Anet tetiba berhenti. Ternyata, di depan sana terdapat jalan menanjak, sehingga mereka perlu berpegangan pada seutas tali untuk mendaki.

"Anet duluan, baru Miuza." Ujar Renan. Sosok itu memang bertanggung jawab untuk menjaga posisi belakang. Anet sudah lebih dulu bergerak dan di belakangnya ada Renan dan Miuza yang bersiap menjaganya.

"Hati-hati, pakai kaki lo yang ancang-ancangnya kuat." Bisik Renan.

Tiba giliran Miuza yang bergerak setelahnya. Kedua tangan Renan sudah berada di punggungnya. "Gue hitung sampai tiga langsung naik. Hati-hati langkah lo." Perhatian Renan justru membuat Miuza gagal fokus. Entah apa yang salah tapi sejak kejadian tadi pagi, seperti ada yang ganjal di hati Miuza.

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang