BAB VI - Sedikit Terdiam, Sedikit Tenggelam

2.3K 232 10
                                    

🦋


     Perkara janji dan omong kosong,

     Bagai semerbak bunga di pekarangan,
     meski wanginya penuh kepalsuan.


Selama masa orientasi kampus, Renan dan Miuza jarang sekali bertemu. Jangankan bertemu, untuk bertukar kabar lewat pesan saja hanya mereka lakukan beberapa kali dalam seminggu. Meskipun, setiap keduanya bertemu, selalu ada obrolan baru yang diceritakan.

Sangat lucu. Karena baik Renan dan Miuza, justru menantikan pertemuan berikutnya untuk menceritakan hal baru yang terjadi pada mereka. Seperti hari ini. Rencananya mereka akan bertemu di coffee shop yang dekat dengan fakultas Miuza.

Karena hari ini dosen Renan berhalangan hadir, ia bisa mengunjungi coffee shop sedikit lebih cepat dari perjanjian mereka. Namun, baru 15 menit ia duduk di sana, ponselnya berdering.

Itu Miuza. Tapi yang menjadi masalah, sekarang  yang berbicara pada Renan bukanlah Miuza, melainkan—

[Hai, Nan. Ini gue Deka.]

Detik itu juga Renan tertegun. Mengapa bukan Miuza yang menelponnya? Akhirnya ia tahu bahwa sosok yang ditunggu ternyata baru saja dilarikan ke puskesmas terdekat. Menurut sependengaran Renan, asam lambung Miuza kambuh hingga membutuhkan penanganan dokter.

Setelah mendapat kabar itu, Renan tidak berpikir dua kali untuk menyusul kesana. Pun, Deka menelpon Renan karena ia tidak bisa menemani Miuza. Lelaki itu harus pergi ke kemahasiswaan untuk menyerahkan tugasnya dan Miuza.

Jarak dari coffee shop ke puskesmas tidak jauh. Hanya 15 menit. Sebelum kesana, Renan pergi sebentar ke kost-nya untuk mengganti pakaian. Buru-buru sekali. Bahkan, ia sampai tidak punya waktu untuk menyapa orang-orang yang dilewatinya.

Tak lama, Renan sampai di tujuan. Ia langsung mencari keberadaan sosok yang lebih muda. Dan, dari tempatnya berdiri, Renan dapat mendengar percakapan dari kedua jelaga yang bersenda gurau.

Deka dan Miuza.

Tepat sekali, ketika tirai di hadapannya dibuka dan menampilkan sosok yang Renan cari sejak tadi.

"Renan?" Panggil Miuza.

Renan tersenyum, hatinya lega mendapati Miuza dalam keadaan baik-baik saja. Deka beranjak dari tempatnya. Ia langsung pamit ketika Renan tiba, sebab katanya, waktu pengumpulan tugas hanya bisa sampai pukul 13.00 WIB.

"Kalau gitu, sampai ketemu di kampus, Miuza." Seru Deka, dan Renan mengantar sosok itu sampai ke parkiran. Namun, langkahnya terhenti saat Deka memanggilnya.

"By the way, yang minta gue untuk mengabari lo bukan Miuza, tapi Moeza. Tadi ponsel Miuza di gue waktu dia lagi ditangani dokter. Kebetulan Moeza telpon dan gue angkat. Setelah gue ceritain, baru dia minta gue buat kabarin lo."

"Kenapa lo nggak ngabarin gue dari awal?" Tanya Renan. "Sorry, Nan. Saat itu gue juga panik dan nggak kepikiran lo."

"Kalau sempat kembarannya mau kesini." Lanjut Deka. Renan sudah tidak kaget mendengarnya. Sejak dulu Moeza memang sangat protektif jika hal itu menyangkut Miuza. "Gue pamit dulu, ya. Nanti gue kesini lagi buat—"

"Gue aja yang anter Miuza balik. Thanks, ya, udah bawa dia ke sini." Ucap Renan tak terbantahkan, dan Deka yang mendengar itu hanya dapat menyiakan. Lima menit kemudian, setelah sosok Deka pergi, Renan menjumpai Miuza kembali.

"Deka udah pergi?" Itulah pertanyaan Miuza sesaat Renan datang. "Udah." Jawab Renan sekenanya. Dan, Miuza dapat melihat ekspresi wajah Renan yang sedikit masam hari ini.

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang