BAB XII - Amigdala

1.8K 235 10
                                    

🦋


     Merah tidak akan tahu menjadi ungu,
     kalau ia tidak bertemu biru.

     Sayangnya, aku tak suka ungu.

     [Interaksi, Tulus, 2023]


Seminggu sudah berlalu. Setelah kelompok mereka turun dari gunung. Tak ada yang tahu apa yang telah terjadi malam itu. Alasan mengapa Renan dan Miuza mendirikan tendanya sendiri, dan bagaimana keenam anggota lainnya menyaksikan kedua jelaga itu saling memeluk dalam tidurnya. Tak ada yang tahu. Sekalipun, Miuza yang terbangun dan menemukan Renan yang berada dalam pelukannya.

Seminggu sudah berlalu. Bahkan, tak ada satupun di antara mereka yang ingin membahas kejadian itu. Terutama Renan dan Miuza, keduanya pun memilih abai dan bersikap seolah-olah kejadian itu bukanlah sesuatu yang patut untuk dipertanyakan.

Namun, siapa yang bisa membaca isi hati manusia? Tidak ada yang tahu. Karena nyatanya, kecupan singkat mereka membawa dampak yang sangat dahsyat di hati Miuza. Sebab itu adalah ciuman pertamanya. Meski sebelumnya ia pernah memiliki mantan kekasih. Namun, sosok yang mengambil ciuman pertama Miuza adalah Ananda Renan.

Pernahkah kalian mendengar, bahwa sosok yang pertama belum tentu benar-benar menjadi yang pertama. Sebab, pacar pertama kita belum tentu menjadi cinta pertama atau yang mencium kita pertama.

Padahal, yang selalu diingat oleh Lobus manusia selain cinta pertama, sudah pasti kapan ciuman pertama itu terjadi? Itu adalah hal yang wajar. Namun dalam perkara ini, yang mengambil ciuman pertama Miuza adalah sahabatnya sendiri. Ialah Ananda Renan yang telah menjadi sahabat Miuza selama 12 tahun.

Bohong jika sekarang Miuza berkata bahwa ia akan baik-baik saja setiap kali melihat Ananda Renan di dekatnya. Bohong jika kejadian di bale-bale tidak terngiang-ngiang di benak Miuza. Karena faktanya, semua itu menjadi kabur dan perasaannya pada lelaki itu menjadi sulit diukur.

Apakah setelah ini Renan dan Miuza masih bisa bersahabat dan bertemu sahabat kecil mereka sambil berkata: kami pernah ciuman dan itu bukan hal besar.

Ya Tuhan, Miuza tidak bisa membayangkan itu. Memikirkan bagaimana reaksi kembarannya saat tahu ciuman pertama Miuza sudah tercuri oleh sahabat kecil mereka. Lagi, yang Miuza pikirkan, apakah Renan merasakan hal yang sama dengan apa yang ia rasakan? Atau hanya dirinya yang menganggap jika semua ini patut untuk dipertanyakan?

"Mi, kamu lagi mikirin apa sih?" Tanya Deka. Lelaki itu sejak tadi berada di samping Miuza. Karena kini mereka tengah berada di kafe dekat kampus. Habis mengerjakan makalah dan lanjut makan siang.

Hubungan Deka dan Miuza juga tak bisa dikatakan biasa. Bahkan, progres Deka mendekati Miuza membuahkan hasil karena sekarang lelaki itu sudah bisa memanggil Miuza dengan sebutan aku-kamu.

Terhitung sudah lima bulan Deka dan Miuza dekat. Satu angkatan di fakultas mereka juga tahu Deka dan Miuza tengah menjalin pendekatan. Bahkan, tidak sedikit yang mengira jika keduanya sudah berpacaran padahal kenyataannya belum.

"Aku cuma mikirin orang rumah, hehe. Lagi kangen pipi." Jawab Miuza. Tidak sepenuhnya salah, tapi tak benar juga. Karena sosok dominan yang memenuhi benaknya bukanlah Jiu, melainkan Ananda Renan.

"Tadi Renan chat aku, dia mau mampir ke sini." Telinga Miuza menajam.

"Katanya dia mau ketemu kamu." Miuza terdiam, sedetik. Memikirkan alasan Renan untuk bertemu dengannya. Hell, mengapa juga Miuza memikirkan itu? Bukankah ia dan Renan sudah sering bertemu sebelumnya?

"Aku juga belum ketemu Renan lagi." Sahut Miuza. Tersenyum kikuk sambil menata rambutnya yang terkibas angin. "Sini aku bantu," ujar Deka yang membuat Miuza terpana. "Rambut kamu bagus, Mi. Aku suka." Lanjutnya.

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang