🦋
Lunglai, hampir saja ia terjatuh.
Terkantuk-kantuk, dan uap mengudara.
Secangkir kopi yang diseruput dalam riuh,
buat tubuhnya terjaga—meski sadar
tak lagi bisa.Di tengah malam, datang rasa kematian.
Menjerit, sakit, semua tak diacuhkan.
Paksakan, lagi paksakan, terus paksakan.
Hingga mampunya sudah tak tertahan.Berikan ia obat hilang ingatan.
Hari-hari berlalu dengan sangat lambat, itu yang Renan rasakan sekrang. Setelah sang ibu, Raya, diperbolehkan pulang, Tian kembali menawarkan kepada mantan istrinya untuk tinggal di rumahnya bersama Kak Tiara dan Hening. Tentu, Renan sepakat dengan persetujuan bapaknya. Tapi yang menjadi persoalan, di rumah itu hanya tersedia tiga kamar.
Ketika mereka sampai di rumah Tian, semuanya termasuk Hening, duduk berdiskusi di ruang tamu. Rencana awalnya, Renan akan tidur satu kamar dengan Tian, Tiara dan Hening, serta ibu mereka di satu kamar terpisah. Lagi, Renan tidak keberatan akan hal itu. Pun, saat Tiara dan Hening tidur di kamarnya dan menggunakan baju yang ada di lemarinya.
Untuk kasus ibu mereka. Tian menyarankan agar kasus tersebut dibawa ke ranah hukum, dan Raya yang memang ingin bertindak demikian setuju. Ia dan Tiara mulai menyiapkan segala dokumen yang dapat dijadikan bukti, sedangkan Tian akan bantu mencarikan pengacara untuk menangani kasus mantan istrinya itu.
Semua berjalan baik-baik saja sejauh ini, dan kelima orang tersebut sudah tinggal di atap yang sama selama dua malam. Renan yang baru saja keluar dari kamarnya, mendengar pembicaraan dari keempat anggota keluarganya yang sedang berada di meja makan. Diam-diam, Renan berdiri di tangga terakhir dan menguping pembicaraan mereka.
"Nggak apa-apa, Pak. Lagian kuliah juga nggak menjamin seseorang dapat kerja. Aku bisa kuliah kapan saja, tapi sekarang, aku mau bantu kasus ibu dulu." Ucap Tiara. Renan melihat kakaknya yang duduk di hadapan sang bapak.
"Tapi tetap saja, Ti. Pendidikan itu penting, coba kamu lihat Renan? Kamu nggak mau kuliah seperti dia? Bapak nggak keberatan kalau harus sekolahin kamu. Tentu, sambil kita menyelesaikan kasus ini." Kini Renan mendengar suara bapaknya. "Sayang kalau kamu tidak kuliah. Otak kamu itu pintar, Tiara."
"Hening masih libur sekolahnya, ya?" Masih Tian yang bertanya. Namun sekarang ia bertanya kepada anak tirinya. "Iya, Om. Nanti baru masuk lagi bulan depan." Jawab Hening. Anak itu duduk di samping bapaknya.
"Nanti kalau Hening mau beli buku atau peralatan sekolah, kabari ke Om, ya?" Renan tak mendengar suara Hening setelahnya. Mungkin anak itu telah merespon tapi Renan tidak melihatnya.
Omong-omong, alasan Renan masih berdiri di sana. Selain, karena ia masih menguping pembicaraan keluarganya, juga tidak ada kursi lain yang tersedia di meja makan itu. Karena di rumah Tian hanya ada empat kursi di meja makan tersebut.
Akhirnya, Renan memutuskan untuk naik ke lantai dua. Menuju kamar Tian dan kembali merebahkan tubuhnya di sana. Malam itu, Renan melewati hari tanpa menyantap apapun.
Keesokannya, Renan terbangun karena mendengar suara gaduh. Ketika ia turun, Tiara, Hening dan Tian sedang menonton film horor bersama. Raya tidak gabung karena sedang membuat sarapan. Aroma masakannya tercium dari tempat Renan berdiri.
"Mas, kamu baru bangun?" Renan mengangguk, menanggapi pertanyaan kakaknya. Ketika netra Renan dan Raya bertemu, hanya sedetik saja Raya menatapnya. Setelahnya, ia langsung alihkan pandangan dan sibuk dengan pekerjaannya.
Awalnya Renan mengira bahwa Raya tidak sengaja melakukan hal itu. Namun setelah dua hari tinggal bersama, Renan tahu, bahwa itu bukanlah bentuk ketidaksengajaan. Meski Renan tidak ingin ambil pusing dan bersikap bak anak kecil yang mengemis perhatian. Bahkan, ia dan kakaknya memilih untuk tidak membicarakan masalah keluarga mereka sejak malam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]
Fanfiction"Jika Kita Tidak Pernah Bertemu" SERIES I : HYUCKNA AU #REMITIME - Renan dan Miuza Semesta dan bayangannya. Miuza yang senantiasa memiliki segalanya. Sedang Renan hanyalah bayang-bayang yang tak kasat mata. Seperti itulah sosok Ananda Renan sebelum...