BAB XVII - Tarian yang Tak Kunjung Selesai

1.8K 224 46
                                    

🦋


Duri dalam diriku ingin kubagi,
karena sesak ini tak lagi kuminati.

Sekali ini, aku ingin terlelap
tanpa ada yang kutangisi.


Dering telepon membangunkan Renan pukul tujuh pagi. Ia tak melihat siapapun, bahkan Miuza, sudah tak ada di kamarnya. Sedikit pusing karena demam semalam masih menyisa di tubuhnya. Dan, ketika dering ponselnya terdengar lagi, Renan putuskan untuk terjaga. Ia duduk di samping kasur, hendak mengangkat panggilan tersebut.

Hening?

Walaupun ragu, tapi Renan tetap mengangkatnya. Namun seperti tak ada orang di seberang sana, karena panggilan itu begitu sunyi. Renan berpikir untuk mematikan panggilan itu sampai sebuah kalimat terdengar mengintimidasi.

Itu bukan suara Hening. Melainkan suara lelaki berumur yang tak lain adalah Om Kamal.

[Sudah berapa kali saya bilang ke kamu, Raya? Semakin kalian berbuat nekat, semakin saya bisa menyiksa kamu dan Hening! Kalian menganggap omongan saya main-main, hah! Lihat, kalian akan mendapat balasannya. Seharusnya sejak awal saya tidak membiarkan kamu mengajak Tiara, si anak nggak berguna itu ke rumah kita. Bukannya bantu cari uang, malah menyusahkan!]

Renan membeku di tempatnya. Jadi, ibu dan adik tirinya telah meninggalkan rumah?

"Hening?" Panggil Renan hampir tak terdengar. Meski begitu, tak ada jawaban dari seberang sana. Dan, hal yang selanjutnya terjadi, membuat Renan semakin membeku. Sebab, sebelum panggilan itu terputus, Renan bisa mendengar suara pekikan yang diduga adalah suara Hening.

"Hening? Kalian dimana?"

"Halo?"

"Hen—"

"Siapa Hening?"

Miuza yang sedari tadi berdiri di ambang pintu, melangkah mendekat. Hingga sekarang jaraknya sudah berada di hadapan Renan. "Siapa?" Tanya Miuza, tepat di manik mata Renan. Meski sosok yang ditanya hanya membisu.

Membuat Miuza jengah. Ia melempar plastik yang berisikan sarapan, dan berniat pergi dari sana. Namun, Renan segera menahan lengannya dan membuat Miuza kembali menatapnya. "Gue janji akan jelasin semuanya, tapi nggak sekarang." Ucap Renan.

Lelaki itu tampak begitu lemah dengan pandangan sendunya. "Hening—perempuan yang waktu itu lo temuin?" Pertanyaan itu membuat Renan tergugu.

"Jadi benar? Perempuan itu adalah Hening?"

"Kalian ada hubungan apa?" Di antara kumpulan tanya yang Miuza simpan di kepalanya, pertanyaan itulah yang begitu menyiksanya. Miuza penasaran dengan hubungan Renan dan perempuan itu. Tapi, alih-alih menjawab, Renan justru mengumbar janji yang lainnya.

"Gue janji akan jelaskan semuanya. Tapi sekarang gue harus pergi karena—"

"Karena dia butuh lo?" Sanggah Miuza. Sialnya, ia malah melihat Renan mengangguk. "Semalam gue juga lihat kalau Moe ada hubungin lo. Jadi selama ini lo dan Moe ada bicara di belakang gue?"

Renan lagi-lagi terdiam, dan Miuza yang terlihat menahan amarahnya melanjutkan ucapannya.

"Lo tahu Deka pernah bilang apa ke gue?" Tanya Miuza. "Dia bilang, hubungan kalian itu terkadang membingungkan. Deka mungkin menganggap lo sebagai sahabatnya, tapi apa pernah lo anggap Deka sebagai sahabat lo? Karena selama ini, dia pikir, lo nggak pernah percaya sama dia,"

"Dan, sekarang gue jadi ikut bertanya-tanya, apa arti diri gue buat lo?" Miuza menyeringai.

"Sahabat kecil? Bahkan, gue nggak tahu kesulitan apa yang lo alami karena lo lebih memilih untuk merahasiakan semuanya. Bukan hanya ke gue, tapi juga ke Deka, Homi, Malik, Nino. Apa kita pernah tahu masalah yang terjadi sama lo? Atau mungkin lo hanya percaya untuk cerita ke Moe atau perempuan yang bernama Hening itu?" Miuza menggeleng. Ia menatap Renan dengan mata yang berkaca-kaca.

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang