🦋
[Kejadian ini terjadi sebelum final chapter di wp atau ketika Renan dan Miuza masih dalam tahap pendekatan]
Matahari telah tenggelam. Kendaraan yang padat merayap di bawah semburat jingga penuhi langit angkasa. Senja yang perlahan tergantikan oleh bintang-bintang malam, buat sepinya menyalang. Kendati, satu persoalan yang menggelitik hatinya sejak tadi, di mana Miuza belum juga membalas pesannya.
Kepulan asap menyeruak indra penciumannya. Pikirannya terus terpaku pada sosok jelaga yang selama dua hari menghindarinya. Apa salahnya? Kebodohan apa yang sudah ia perbuat? Semua tanya itu terus bercabang memenuhi lobusnya.
Renan tidak lupa. Bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Sedari tadi pesan masuk menumpuk di ponselnya dan ada beberapa yang mengucapkan secara langsung. Tapi ia tak peduli.
Renan memilih tak acuh sebab jelaga yang justru diharapkan kehadirannya, nyatanya, tidak di sini bersamanya. Lagi dan lagi, pikirannya tertuju pada Miuza.
Sejauh ini, ia sudah menyesap lima batang rokok. Dan sudah dipastikan Miuza akan marah padanya. Namun, apakah Miuza masih memperhatikannya? Sebab, yang sejak tadi mengganggu pikiran Renan adalah perubahan sikap dingin Miuza kepadanya.
Ia menduga bahwa Miuza telah bosan dengannya.
Renan menyeringai. Siapa pun juga akan bosan hidup bersama pecundang ini. Pikirnya. Sibuk dengan hobinya, yakni menghakimi diri sendiri.
Tok tok tok...
Lamunan Renan terhenti ketika mendengar tiga ketukan dari luar kamarnya. Langkahnya gontai seakan tak berniat membuka pintu itu sampai ia menyadari, sosok yang mengetuk pintunya adalah Miuza. Lelaki yang seharian ini tak ditemui batang hidungnya.
Miuza berdiri di samping Moeza yang merupakan kembarannya. Renan masih terpaku melihat kedua tangan Miuza yang memegang kue ulang tahun.
"Kok diem aja? Lupa hari ini ulang tahun?" Tanya Miuza. Bahkan ia tak tahu jika sosok yang paling Renan tunggu untuk mengucapkan hari bahagianya tak lain adalah Miuza.
"Selamat ulang tahun, Bro!" Seru Moeza.
"Makasih ya, guys. Gue nggak nyangka kalian bakal ke sini. Ayo masuk dulu."
Renan mengumpat dalam hatinya karena sial, sial, sial, ia lupa membuang bungkus rokok di atas nakas. Sudah dipastikan Miuza melihat benda tersebut karena dari sudut matanya, ia tahu jika Miuza menautkan kedua alisnya sambil menatap dirinya.
"Gue mau beli minum dulu di bawah, lo mau minum apa, Mo?"
"Nggak usah, deh. Gue juga mau langsung pulang." Ucap Moeza. Mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Pipi gue titip ini buat lo dan katanya selamat ulang tahun."
Bohong jika Renan tidak merasa terharu sekarang. Ia terharu karena keluarganya sendiri pun tak ada yang mengucapkan selamat di hari bahagianya.
"Thanks, ya. Salam ke pipi lo, terima kasih buat kadonya." Ucapnya, tulus.
Miuza yang sedari tadi diam akhirnya berdehem. Hingga netra mereka bertemu.
"Tadi ada yang bilang ke gue kalo dia aww!—"
Kata-kata Moeza terputus saat pahanya panas karena menerima satu cubitan. Dan Renan yang melihat itu semakin dibuat penasaran. Namun, ia segera mengalihkan pembicaraan karena tak ingin membuat Miuza tak nyaman.
"Sebelum lo pulang kita main ps dulu lah." Seru Renan.
"Wihh, boleh tuh. Udah lama gue nggak main sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]
Fanfiction"Jika Kita Tidak Pernah Bertemu" SERIES I : HYUCKNA AU #REMITIME - Renan dan Miuza Semesta dan bayangannya. Miuza yang senantiasa memiliki segalanya. Sedang Renan hanyalah bayang-bayang yang tak kasat mata. Seperti itulah sosok Ananda Renan sebelum...