🦋
Pernahkah kau yakin,
bahwa putus asa adalah satu-satunya cara?
bahwa berhenti adalah satu-satunya usaha?Pernahkah kau merasa lelah?
Pernahkah kau menyadari bahwa segala
yang kau ucapkan ternyata salah?
Pernahkah? Ya, Pernahkah?[Sapardi Djoko Damono dan Rintik Sedu, "Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang", hlm. 85]
Pukul dini hari, ada sesosok jelaga yang terdiam menatap perempuan yang tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sudah hampir 30 menit ia berdiri di sana, dan selama itu pula pikirannya masih berkutat penuh.
Kehadirannya yang tiba-tiba membuat bapak dan kakaknya terkaget-kaget. Pasalnya, Renan datang bersama Hening, adik tirinya. Karena, baik Tian dan Tiara mengira bahwa Hening masih berada di rumah sejak tadi siang. Tapi mengapa sekarang ia bisa bersama dengan anak kedua keluarga itu?
Renan melihat raut tanya yang ditunjukan dari wajah Tian. Bapaknya itu seperti maling yang tertangkap basah habis mencuri. Bedanya, Renan tak bisa menghakimi karena sejak awal ia sudah tahu bahwa ada yang disembunyikan darinya.
Bodoh. Renan sempat mengira bapaknya itu menyembunyikan perempuan di rumah mereka. Karena seperti yang Renan katakan minggu lalu, Tian bersikeras melarangnya pulang ke Jakarta.
Rasanya ia ingin tertawa karena lelucon yang dibuat oleh keluarganya sendiri.
Mungkin, jika Hening tidak ke Bandung dan tidak memberitahukan semuanya, sampai kapanpun Renan tidak akan tahu tentang kekacauan yang menimpa keluarganya sekarang. Entah sudah berapa kali Renan merasa seperti anak yang tidak dianggap dan diasingkan.
Maka, saat Tian mendekat dan berusaha memeluk tubuh Renan. Secepat itu pula, Renan melangkah mundur. Menatap kecewa kepala rumah tangga itu dan hatinya yang dipenuhi sesak menggunung, buat Renan ingin melarikan diri dari sana.
"Bapak bisa jelaskan semuanya, Mas."
Itulah kalimat yang selalu diutarakan bapaknya, bahkan hari ini. Hingga kalimat itu seperti nasi yang sudah didiamkan berhari-hari dan menjadi basi. Begitu pula dengan hatinya yang lemah, ketika semua orang menatapnya dengan iba.
Mengapa? Mengapa pada akhirnya selalu Renan yang terlihat jahat pada keluarga? Padahal, Renan hanya ingin dianggap, ingin diikutsertakan dalam segala tindakan yang dilakukan Christian. Karena ia benci, benci sekali saat dirinya seperti orang bodoh yang tak tahu apa-apa.
"Biar aku yang menjelaskan semuanya ke Mas." Ujar Tiara pada Tian, dan pandangannya beralih menatap Renan yang sedari tadi masih terdiam.
Kak Tiara, sosok yang selalu Renan kagumi karena ketegasannya. Namun malam ini, Renan melihat perempuan itu seperti tak berdaya. Terlihat lemah, bahkan tubuhnya bisa ambruk kapan saja.
Tiara mengajak Renan untuk berbicara di parkiran. Ternyata perempuan itu memiliki kebiasaan yang sama dengan Renan. Sama-sama menyukai rokok. Meski begitu, Renan masih terheran, terlebih saat Tiara menawari rokoknya kepada Renan. Kemana kakaknya yang lugu?
"Gue lagi kurangin rokok." Tiara tersenyum saat Renan menolaknya.
"Mas punya pacar, ya?" Pertanyaan itu begitu tiba-tiba. Membuat Renan mengangkat alisnya. Tiara melanjutkan menggoda Renan. "Mumpung masih muda, kamu harus banyak jatuh cinta, Mas. Masa muda nggak datang dua kali di hidupmu." Tutur Tiara. Bersikap dewasa, walau rentang umurnya dan Renan hanya berbeda tiga tahun.
"Sudah lima tahun kita nggak ketemu ya, Mas?" Renan mengangguk. Lima tahun yang menurut Renan bagaikan neraka, karena selama itu pula jangankan melihat ibu dan kakaknya, komunikasi saja tidak pernah mereka lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]
Fanfiction"Jika Kita Tidak Pernah Bertemu" SERIES I : HYUCKNA AU #REMITIME - Renan dan Miuza Semesta dan bayangannya. Miuza yang senantiasa memiliki segalanya. Sedang Renan hanyalah bayang-bayang yang tak kasat mata. Seperti itulah sosok Ananda Renan sebelum...