BAB VII - Kebiasaan Yang Menetap

2K 252 9
                                    

🦋

Seluruh kebiasaannya,
adalah yang paling lelaki itu suka.


Renan pikir, setelah Miuza waktu itu menyatakan ketertarikannya dengan Deka. Maka tak ada lagi percakapan-percakapan hangat mereka di setiap harinya. Namun ternyata Renan salah. Miuza tetap menghubunginya seperti biasa. Selayaknya tidak terjadi apa-apa. Meski sekarang, setiap kali Miuza bertemu dengannya, sudah dipastikan ada Deka di sana.

Sejatinya, Renan tidak masalah Deka berhubungan dengan Miuza. Sebab bagaimana pun, Deka adalah sahabatnya sewaktu SMA. Dan, begitu pula Miuza. Mereka sudah dekat sejak dari taman kanak-kanak.

Jika diamati lebih jauh, memang bukan masalah besar. Namun, jika dilihat dari dekat. Seperti ada kebebasan pada diri Renan yang hilang.

Renan sadar jika sekarang seperti ada sekat yang membatasi dirinya dan Miuza. Sekat yang ternyata diciptakan oleh Renan sendiri. Lobus Renan terus memaksanya agar tidak lupa dengan posisinya.

Posisi?

Sesaat, ia menertawakan dirinya. Sejak kapan Renan pernah menjadi yang pertama? Bukankah posisinya adalah hal yang membosankan karena ia selalu menjadi yang kesekian? Lagi dan lagi, lelaki itu memanipulasikan diri. Menganggap dirinya tak punya esensi, sekalipun ia eksis.

Ponsel Renan tiba-tiba berdering. Tak menunggu lama, Renan mengangkat panggilan dari Miuza.

[Gue udah di depan, hehe.]

Renan melihat mobil Audi yang terparkir di depan kost-nya. Memang hari ini Renan dan Miuza sudah sepakat untuk pulang ke Jakarta bersama-sama. Mereka akan menggunakan mobil Miuza karena selama di Bandung, Renan hanya menggunakan scoopy pink alias motor lamanya.

"Hai? Gue bawain lo sarapan." Ucap Miuza. Ia memberikan sekotak bekal berwarna biru yang isinya adalah nasi goreng buatannya. Membuat Ananda Renan tersenyum menerimanya. Sarapan yang dibuat oleh Miuza tidak pernah gagal membuatnya bahagia.

"Thanks. Padahal gue udah bilang nggak usah dimasakin apa-apa."

Semalam, setelah mereka sepakat untuk pulang bersama. Miuza tawarkan menu sarapan kepada Renan. Walau Renan sangat senang mendapat tawaran tersebut, tapi ia tetap menolaknya.

Malam itu, Lobusnya lagi-lagi mengingatkan Renan akan posisinya.

"Gue yang mau buatin lo sarapan. Karena lo nggak bilang mau sarapan apa, jadi gue masak dari bahan seadanya." Jelas Miuza, seraya memasang seatbelt mobilnya. Renan termenung, ia tidak bisa menerima sarapan Miuza dengan cuma-cuma.

"Karena lo udah masakin gue, gimana kalau gue aja yang nyetir ke Jakarta sebagai gantinya?" Tanya Renan. "Gue cuma merasa nggak enak..." Miuza menatapnya sejenak. Walau ia tidak setuju dengan aksi take and give yang Renan lakukan, rasanya akan lebih menyakiti Renan jika ia menolak.

"Okay, kalau gitu lo yang nyetir." Sanggah Miuza. Melepaskan seatbelt-nya dan keluar mobil untuk bertukar posisi dengan Renan.

Sepanjang perjalanan, keduanya hanya menikmati lagu yang terputar acak melalui spotify Miuza. Renan yang fokus pada jalan, dan Miuza yang lebih banyak melamun dengan tangan yang menopang dagu.

"Mi..."

Miuza menoleh saat mendengar namanya disebut. "Kita isi bensin sebentar, ya. Takut nggak cukup nanti." Miuza yang melirik ke arah indikator bensin dan benar tinggal dua batang. "Okay, di depan sana ada pom bensin." Ucap Miuza.

Saat sudah berada di pom bensin, Renan segera mengeluarkan dompetnya dan hendak membayar. Miuza menahannya dan mengeluarkan uang dari sakunya. Membuat netra mereka saling berpangku.

Series I #REMITIME | Jika Kita Tidak Pernah Bertemu [HYUCKNA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang