🦋🦋🦋
Happy reading...
.
.
.
Sekitar pukul 7pm, Zea baru keluar dari ruang OSIS, bergegas menuju parkiran, karena Jonathan bilang menunggu di parkiran. Zea tersenyum melihat mobil merah mengkilap terparkir disana, Ia berlari kecil menghampiri mobil itu.
"Lho, tidur?" Ucap Zea pelan.
Zea terkekeh kecil sambil mengusap lembut pipi Jonathan yang masih terlelap. "Maaf ya Kak, Zea selalu ngerepotin kakak." Ucap Zea, lalu mengecup tangan Jonathan yang berada di genggamannya.
"Hiks."
Dahi Zea mengerut ketika mendengar suara isakan yang berasal dari Jonathan, Jonathan menangis?
"Kak Nathan? Kakak nangis?" Tanya Zea, tapi tidak ada respon sama sekali.
"Kak, kamu kenapa?" Tanya Zea.
"HAH-!"
Zea terperanjat kaget, karena tiba-tiba Jonthan bangun dengan nafas terengah-engah. Zea mengambil botol minum yang ada di tasnya lalu memberikannya pada Jonathan.
"Kakak minum dulu." Ucap Zea.
Jonathan menggeleng, tiba-tiba memeluk erat tubuh Zea, membuat Zea semakin bingung, ada apa sebenarnya?
"Kak—"
"Biar gini dulu, Ze." Selak Jonathan.
Zea mengangguk kecil, lalu mengusap punggung Jonathan, agar kekasihnya ini merasa lebih tenang.
"Jangan tinggalin Gue." Ucap Jonathan tiba-tiba.
"Aku gak bakal ninggalin kamu, Kak. Cerita ada apa? Kenapa Kakak sampe nangis gini?" Tanya Zea.
"Gue gak mau Lo pergi, Lo gak boleh pergi." Ucap Jonathan.
Zea tersenyum, lalu meraih tangan Jonathan untuk di genggam. Mungkin Jonathan mimpi buruk?
"Kakak yang tenang, Aku– gak bakal ninggalin Kakak." Ucap Zea.
🦋🦋🦋
Huft—
Emil menghela nafas untuk ke sekian kalinya. Air hujan yang turun membuat Emil kesulitan melihat jalanan.
Drt- drt-
Suara ponselnya membuat pandangannya terbagi, Emil mencoba meraih ponselnya, tapi malah jatuh ke bawah kursi.
"Ck! Ini hp." Kesal Emil.
Emil sedikit membungkuk untuk meraih ponselnya, dengan tangan yang masih memegang kemudi.
.
.
.
"GUE CAPEK GAK TAU HIDUP GUE BUAT APA, SEMUANYA BERANTAKAN!!! SEMUANYA UDAH ANCUR!!! INI GAK ADIL!!!" Teriak Latasha.
Kaki panjang tanpa alas itu berjalan gontai, menyusuri jalanan yang basah karena hujan. Air matanya tersamarkan oleh hujan, wajahnya pucat, dan tubuh yang menggigil.
Latasha tersenyum miris, ketika melihat mobil hitam yang kebetulan melaju ke arahnya. Kakinya bergerak maju, hingga ke tengah jalan.
"Setelah ini, semuanya selesai, Mamah minta maaf ya sayang? Kamu boleh hukum Mamah di neraka nanti." Ucap Latasha seraya mengusap perutnya.
Latasha sudah membulatkan niatnya, langkahnya terus bergerak maju dan mendekat ke arah mobil tersebut. Ketika jaraknya kurang dari 5meter, Latasha tersenyum sambil memejamkan matanya.
Cit-!
.
.
.
"Hampir aja." Ucap Emil.
Ia mengambil payung yang ada di kursi belakang, lalu berjalan keluar dari mobilnya, untuk memastikan sesuatu.
"Gila Lo ya?!" Sentak Emil, kelewat kesal.
"KENAPA BERHENTI?!" Latasha balik membentak Emil.
"Lo nangis?" Tanya Emil, tangannya terangkat berniat menyeka air mata Latasha, namun dengan cepat Latasha menepisnya.
"Sorry–" Ucap Emil.
"Pergi Kak." Ucap Latasha.
"Gue udah bilangkan, cerita sama Gue, jangan kaya gini. Lo kenapa?" Tanya Emil.
"Gue bilang pergi!" Ucap Latasha.
"Kalo Lo mau tau— Gue sayang Lo, Sha." Ucap Emil, membuat Latasha membatu lalu menatap Emil.
"Jangan sama Gue." Ucap Latasha.
"Kenapa? Lo gak bahagia kan sama pilihan bokap Lo? Biar Gue yang maju, Gue gak bakal bikin Lo stres, bikin Lo sedih." Ucap Emil.
"Lo bakal benci Gue kalo tau yang sebenernya, Lo bakal ngebuang Gue sama kaya yang dia lakuin." Ucap Latasha.
"Gue bukan dia, jangan samain Gue sama dia. Gue—"
"Gue hamil..." lirih Latasha.
Sekarang giliran Emil yang di bungkam. Latasha kembali menangis, Ia tau apa yang akan di lakukan Emil, lagi-lagi Ia kehilangan rumahnya.
Grep-!
Jantung Latasha berhenti sejenak, perlakuan Emil justru diluar dugaan Latasha. Emil memeluk erat tubuh Latasha, membuat Latasha semakin menangis.
"Cerita semuanya." Ucap Emil.
🦋🦋🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain || So Junghwan - [END]✔️
FanficSenyum, Luka, hanya itu yang Zea punya. Sampai akhirnya Ia bertemu dengan Jonathan, laki-laki penuh effort yang selalu memenuhi inner child Zea.