Pain; 35

142 8 2
                                    

🦋🦋🦋

Happy reading...

.

.

.

"Kai... Gue mohon— jangan bunuh Emil."

Semua pasang mata menoleh ke arah Latasha yang baru sadar dari pingsannya, penampilan acak-acakan membuat Zea semakin sedih.

"Sha..." lirih Zea.

"Udah bangun Lo? Lebih seru kalo Lo liat langsung." Ucap Kaindra.

Latasha menggeleng panik, "Gue mohon sama Lo, bunuh Gue, jangan mereka." Ucap Latasha.

"Lo harusnya tau, Zea itu sepupu Lo!" Bentak Jonathan, membuat Kaindra bungkam.

"Bokap Lo udah bunuh orang tuanya Zea, Om sama bibi Lo! Terus sekarang Lo mau bunuh anaknya juga?!" Lanjut Jonathan.

Kaindra masih diam, jujur Ia tidak tau apa-apa tentang hal ini, apalagi sebenarnya hubungan dia dan Ayahnya juga kurang bagus.

Ditengah-tengah kebingungan Kaindra, tiba-tiba pintu ruangan tersebut di buka secara kasar, dan terlihat Dipta yang datang bersama Abi, Vano, Nanda, juga Edgar yang dipapah oleh Samuel dan Naufal.

Melihat Zea, Jonathan dan Emil yang sedang diikat, Vano dan Abi buru-buru melepaskan ikatan di tangan dan kaki mereka.

"Lo gapapa kan?" Tanya Vano pada Jonathan.

"Gapapa bang." Ucap Jonathan.

"Zea gapapa?" Tanya Vano.

"Zea gapapa kak." Ucap Zea.

"Mil, Lo masih idup kan? Inget Gue gak?" Tanya Abi, sempet-sempetnya bercanda.

"Babi Lo bang." Ucap Emil.

"Habis Lo Kaindra!" Ucap Jonathan.

Jonathan dan Emil langsung menghajar Kaindra, meluapkan semua kekesalan yang mereka tahan sedari tadi, sementara Zea berlari ke arah Latasha untuk melepaskan tali yang mengikat Latasha.

"Lo gapapa kah, Sha? Mana yang sakit?" Tanya Zea.

"Gue gapapa, Ze." Ucap Latasha.

"Sekarang kita keluar dari sini ya? Biar Kaindra Kak Nathan sama Kak Emil yang urus." Ucap Zea.

"Enggak Ze, Gue udah capek banget." Ucap Latasha.

"Lo gak boleh ngomong gitu, Sha!" Kesal Zea.

.

.

.

Sementara itu, diluar Yuda, Hamka, Mirza dan Sadam masih berusaha menghalau penjaga yang tidak ada habisnya. Mereka berharap polisi cepat datang untuk membantu mereka.

"Anjir, anak panah Gue habis!" Batin Hamka.

"Udah gak bisa nyerang kan Lo?!" Ujar salah satu penjaga.

Penjaga tersebut mengarahkan pistolnya kearah Hamka, dan—

DOR-!!

"MIRZA!!!" Teriak Sadam dan Yuda.

Melihat Yuda yang lengah, penjaga yang ada di dekat Yuda menggunakan kesempatan itu untuk mendorong Yuda hingga Ia jatuh ke lantai bawah.

"BANG YUDA!!!" Teriak Sadam dan Hamka.

DOR-!!

DOR-!!

DOR-!!

Semua penjaga sudah tumbang, Sadam buru-buru lari ke bawah untuk mengecek kondisi Yuda. Sementara Hamka menjaga Mirza yang sudah hilang kesadaran.

"Bang bangun bang, tetep buka mata Lo." Ucap Sadam.

"Dam, Gue– titip yang la–in ya? Te–tep jadi Sadam– yang sabar." Ucap Yuda terbata, karena benturan keras di kepalanya.

"Enggak! Lo gak boleh mati! Jangan tutup mata Lo!" Ucap Sadam.

"Gue— sayang kalian." Ucap Yuda.

"Enggak! Cukup Mirza, Lo jangan bang!" Ucap Sadam, dengan cairan bening yang mulai mengalir dari mata rubahnya, detik berikutnya, kesadaran Yuda hilang.

.

.

.

Bugh-!

Bugh-!

Bugh-!

Bugh-!

Jonathan dan Emil terus menghajar Kaindra tanpa ampun, sama seperti apa yang selama ini Kaindra lakukan terhadap Latasha dan Papahnya.

"Nathan Emil cukup, biar polisi yang bertindak!" Ucap Dipta.

"Gak bisa, Yah! Dia udah keterlaluan!" Ucap Jonathan.

"Orang kaya dia emang pantes dapet perlakuan kaya gini!" Ucap Emil.

Dengan susah payah, Kaindra mencoba untuk berdiri, meski luka di tubuhnya cukup banyak dan terbilang parah.

"Kalo Gue— gak bisa dapetin mereka. Kalian pun gak bisa!" Ucap Kaindra, seraya mengarahkan pistolnya kearah Zea dan Latasha.

DOR-!!

"ZEAA!!! TASHA!!!"

Kaindra tersenyum senang ketika melihat tubuh Zea dan Latasha ambruk bersamaan, karena ternyata peluru yang Ia gunakan adalah peluru khusus yang mampu menembak 5 orang sekaligus.

Jonathan dan Emil langsung berlari kearah Zea dan Latasha, bersamaan dengan itu, beberapa polisi datang dan langsung membawa Kaindra.

"Ze bertahan Ze." Ucap Jonathan.

Zea tersenyum kecil lalu tangannya terangkat berusaha mengusap pipi Jonathan.

"Makasih— Kak, Zea pu—lang ya? Mau ketemu– orang tua Zea, Zea– kangen mereka." Ucap Zea.

"Enggak Ze, Lo udah janji bakal terus sama Gue. Gue bakal lakuin apapun, jangan pergi." Ucap Jonathan.

"Zea sa–yang Kakak." Tangan Zea terhempas, dan kesadarannya hilang.

"Zea bangun, buka mata Lo! Gue janji bakal lakuin apapun, jangan tinggalin Gue! Gue sayang sama Lo!" Teriak Jonathan, Ia menangis sambil terus menggerak-gerakan tubuh Zea.

.

.

.

"Sha, bertahan ya? Buat Gue, buat anak Lo." Ucap Emil.

"Gak– bisa, Gue capek– mau istirahat. Makasih– belakangan ini, Lo ada buat Gue. Janji sama Gue– tetep jadi Emil yang ceria—" ucap Latasha.

"— jangan murung." Lanjut Latasha.

"Lo dunia Gue, Lo yang bikin Gue bahagia, Lo gak boleh pergi." Ucap Emil.

"Tasha– pamit." Ucap Latasha.

"ENGGAK SHAAA!!!" Teriak Emil.

.

.

.

"Kita berhasil nangkep Kaindra, tapi gak bisa nyelamatin Zea..." lirih Edgar, sebelum kesadarannya hilang.

🦋🦋🦋






END!




















Buat yang penasaran, masih ada bonchap, oke? Coba tebakk, siapa aja yang masih hidup?




Pain || So Junghwan - [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang