Indonesia!
Aku baru saja menapaki kaki turun dari pesawat yang mengantarku dari Syndey. Memang pantatku pegal, tapi akan menemui orang yang kusayang dengan menyandang gelar sarjana satu, penatku hilang sama sekali. Dengan semangat aku melewati segala pintu yang menghalangiku bertemu dengan keluargaku.
Butuh waktu cukup lama, aku akhirnya berhasil melewati segala bentuk pemeriksaan. Mencari keseluruh tempat dibandara, mataku menjelajahi setiap wajah. Hingga aku menemui wajah kedua orang tuaku. Aku melambai pada mereka yang dibalas senyum dari Bunda. Dengan langkah cepat dengan tangan yang menyeret koper, aku menuju kepada kedua orang itu. Tapi tunggu, aku merasa kehilangan seseorang yang seharusnya disini menjemputku. Ah, mungkin dia ditoilet.
Melepaskan tanganku dari pegangan koper, ku peluk Bunda yang tampak sangat merindukanku. "Bunda kangen kau sayang!" katanya yang kusambut anggukanku.
"C'mon son! Ayah miss you too!" ucap ayah sambil menepuk punggungku. Kulepaskan pelukanku pada Bunda dan beralih pada Ayah."Okay Bunda, Ayah, but we can share my story at home. I'm jetlag," kataku setelah melepaskan pelukan.
"Oke sayang. Kau pasti sudah kangen rumah juga."
"Tidak hanya rumah, aku juga rindu ke makam nenek dan grandpa," jawabku dengan kekehan kecil. Kurangkul bunda disebelah kiriku dan menarik koper dengan tangan kananku.
Oh, tunggu dulu. Kami sedang menuju keluar bandara dan apa kami melupakan seseorang atau orang itu memang tidak disini?
"Briana mana Bunda?" tanyaku berusaha memancing pembicaraan.
"Dia masih sekolah. Bunda larang ikut karena sebentar lagi juga ada ujian nasionalnya."
Aku mengangguk paham. Aku bisa mengerti. Tapi kalau dia? Kenapa dia tidak ada? Sebelum bertanya dengan nada tenang, aku berdehem."Nabila?"
Bunda menoleh dengan senyum yang terlihat ditahan. "Billy sayang, akhirnya kau mempertanyakannya juga. Dia tidak bisa ikut, butiknya sedang penuh pelanggan."
Sialan! Benarkan tebakanku! Mempertanyakannya adalah kebodohan!
Aku dan Ayah menuju belakang mobil, kebagasi. Ayah membuka bagasi itu. "Becareful son, kau banyak saingan sekarang," ucapnya lebih seperti berbisik. Aku tertawa, hambar.
"Ayah, she is still my sista. Forever," jawabku memasukan koper terakhirku kebagasi dan menutup pintu bagasi cukup kencang.
Ayah memiringkan kepalanya kesatu sisi, memandangku tampak meremehkan. "Seberapa kuat kau memegang pendirianmu itu? Kita liat saja."
Aku mengernyit bingung. Seberapa kekuatan yang kupunya sekarang? Lima tahun sialan memang membuatku merindukannya. Tentu saja sebagai adikku. Apa lagi?
Tapi jika aku kalah telak, tentu aku harus menyiapkan dua tiket buat Ayah dan Bunda terbang ke New York. Wait! Aku bilang apa tadi? Kalah? Sori, itu tidak akan terjadi. Memangnya Nabila seberapa berpengaruh sih?
"Hey son, kau tentu tidak mau jadi patung berdiri disana seharian!" teriak ayah dari kursi pengemudi yang menyadarkanku bahwa ayah dan bunda sudah didalam mobil. Bahkan mobil juga sudah hidup mesinnya. Aku segera bergerak dan masuk melesat kedalam bangku penumpang belakang.
***
Kabar baik hari ini, Bunda mengundang seluruh teman-teman dan keluarga kerumah. Biasa, family meeting. Dan kali ini untuk menyambut kedatanganku dari Sydney.
Bel rumahku berbunyi nyaring. Aku yang sedang membantu Ayah masak, -jangan tertawakan kenapa aku yang membantu Ayah masak, ini pengaruh Bunda yang selalu mengatakan pria berada didapur itu keren-, langsung beranjak membuka pintu. Dengan cepat kucuci tangan sebersih mungkin dan berlari ke ruang tamu. Ternyata tamu pertama sudah masuk dan keluarga Om Alvian sudah duduk diruang tamuku.
![](https://img.wattpad.com/cover/41526798-288-k735496.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bil
RomanceSilver Nabila De Vanza : Anak kedua dari pasangan Olivia dan David De Vanza. Suka sekali dengan butik mommynya dan paling benci kalau daddynya ajak ke kantor. Anak polos dan penurut, tapi nyablak minta ampun. Jatuh cinta sama Billy sejak kecil. Seha...