BIL XV

6.4K 360 1
                                    

Dating!!
Ada yang nunggu kencannya Bila dan Billy?

Aku menatap penampilanku dicermin butik. Blouse kuning gading tanpa lengan, dipadu celana kain warna putih. Di leherku tergantung kalung berbandul ukuran besar. Dan rambutku ku kuncir tinggi meninggalkan anak rambutku yang jatuh di sekitar tengkukku.

"Mau kencan sama Bang Vicky ya Kak? Dari tadi ngaca melulu," sindir Firly salah sasaran. Aku melepaskan pandanganku dari cermin beralih pada majalah fashion diatas meja kasir kami.

"Ah, bukan," elakku. Ku ambil majalah itu, yang beberapa lembarnya terpampang baju-baju dari butikku. Duduk di sofa pengunjung sambil melipat kaki dengan anggunnya.

"Tapi sepertinya lagi menunggu seseorang," ledek Firly lagi. Disambut anggukan oleh Brenda.

"Memang menunggu seorang. Tapi cuma teman. Tidak lebih," jawabku jujur. Memangkan? Billy memang temanku. Jauh sebelum aku pacaran dengam Vicky, dia memang temanku kan? Tapi kenapa diriku tidak tenang mengingat dia akan menjemput lima menit lagi?

Ponsel di saku celanaku bergetar. Dengan cepat ku ambil ponsel itu, menggeser tombol panggilan dan mendekatkan ponsel itu ketelingaku. "Ya?"

"Aku akan sampai," kata suara diseberang.

"Jangan masuk! Aku tunggu diluar!" kataku lalu mematikan sambungan. Bangkit berdiri, kutinggalkan majalah begitu saja di sofa dan pamit pergi pada Briana dan Firly. Wajah keduanya menampilkan raut penasaran.

Sebelum Firly tau siapa yang menjemputku, sebelum Billy keluar dari mobilnya, aku cepat keluar butik dan tepat saat itu mobil Billy berhenti didepanku. Aku segera masuk tanpa menunggu perintah Billy.

"Jalan!" perintahku saat pantatku sudah bertemu dengan jok mobilnya. Billy hanya mengangguk lalu mulai mengegas mobilnya lagi.

***

Kami duduk saling berhadapan di meja bundar khusus pasangan. Dimeja tersaji nasi goreng seafood pesananku dan nasi ayam manis pedas kesukaan Billy, serta segelas jus strawberry float-ku dan blue ocean Billy. Pesanan ku baru saja datang mengintrupsi pembicaraan kami tentang hari yang baru kami lewati. Tepatnya, Billy bertanya dan aku tukang jawab.

"Selamat makan!" serunya sambil mengangkat sendok dan garpunya keudara. Lalu dengan lahap memakan makanan miliknya.

"Oh ya, kemarin saat aku kembali ke kafe aku tidak menemukan Vicky lagi. Apa kemarin dia menjemputmu?" tanya Billy membuat makanku terhenti.

Memikirkan kemarin membuatku kesal pada pria didepanku ini dan pada diriku sendiri tentunya. Bagaimana bisa aku lupa mengabari Vicky. Hingga saat aku menelefonnya dia mengatakan sudah didepan butikku. Aku harus meminta maaf berulang-ulang karena kesalahanku. Sayangnya pria itu terlalu baik hingga memaafkanku begitu saja tanpa marah sedikit pun.

"Ya. Dia sudah menunggu di butik lebih dari sepuluh menit," jawabku sambil menatap Billy tajam, bermaksud menuduhnya bahwa dialah yang menyebabkan ini semua.

"Dia marah?" tanyanya lagi tanpa bersalah.

"Untungnya tidak."

"Syukurlah. Kalau dia marah, aku yang akan menemuinya langsung untuk minta maaf."

Hohoho, sebaiknya jangan. Aku bahkan tidak memberitahu Vicky dengan siapa aku pulang. Berbahaya sekali dia tahu.

"Apa pendapat Vicky tentang kita?" tanyanya. Aku menyipitkan mata berusaha menggali maksud pertanyaannya itu.

"Kau sendiri yang bilang Vicky tahu tentang kita kan? Dan aku kembali sekarang. Apa katanya?"

"Dia memintaku menjauhimu," jawabku bohong. Vicky sama sekali tidak pernah meminta hal itu. Vicky itu pacar dan tunangan yang perhatian. Dia memahamiku lebih dari diriku sendiri. Mempercayaiku bagaikan aku tidak akan pernah mengecewakannya.

BilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang