Big thanks to my lovely readers, especially WiwinMelsilawati
Billy's POV
Aku melirik ponsel yang cahayanya sudah meredup dan mati. Seulas senyum terkembang dibibirku. Teringat lagi kalimat terakhir dari wanita itu. "Dan sebaiknya kau masuk kerumahmu karena ini sudah tengah malam!" Ah perhatian sekali..
Aku bangkit dari tepi kolam dengan kaki basah. Bergerak kedalam rumah yang sudah sepi, sepertinya semua penghuninya sudah tertidur mengingat sekarang sudah pukul dua belas malam. Aku masuk kedalam rumah sambil bersiul-siul menuju kamar.
"Billy.." Suara berat serak dan rasanya sangat halus membuatku terkejut. Menoleh kiri kanan, hanya mendapati kegelapan. Astaga, apakah itu hantu?
Aku begerak cepat menaiki tangga. "Billy!" Aku terhenti. Kembali melihat kebawah. Ternyata ayah berdiri disana dibawah tangga. Aku cengengesan memperlihatkan deretan gigi putihku.
"Apa yah?"
"Sini kau! Sombong sekali sehabis menghubungi gebetan," perintah ayah sambil melambaikan tangannya memanggilku. Aku kembali turun sambil menggaruk tengkukku malu. "Nah, bagaimana perkembangannya?"
"Perkembangan apa yah?" Ayah merangkul pundakku sekarang. Dituntunnya aku ke ruang makan.
"Kau dan Nabila. Jangan berkilah." Ayah meninggalkanku menuju pantri. "Kopi?"
"Mocca please," jawabku tanpa memutuskan kontak mataku pada ayah. "Jadi ayah menguping?"
Ayah melirikku dan tawanya pecah. "Hanya menungguimu saja son," jawab ayah setelah tawanya reda. "Jangan mencari topik lain!"
Aku mendesah. "Perkembangan apa? Aku bahkan baru lima hari melakukan pengejarannya."
"Sudah ada kemajuan?"
Aku berfikir sebentar sebelum menjawab. "Hm, kemarin dia tertawa saat bersamaku." Pikiranku berkelana ke hari saat kami seharian berjalan-jalan. Saat itu Nabila bisa menjadi orang menyebalkan dan menyenangkan dalam sekali bicara. Dan aku memecah rekor tawanya setelah sekian lama dia menjadi gadis dingin. Bahkan yang kudengar, dengan Vicky saja dia tidak pernah tertawa lepas. "Lalu kemarin kami jalan seharian berdua."
"Bagaimana dengan bunga-bunga saran dari ayah?"
"Sudah ku jalankan. Dia menolak kiriman bungaku lagi. Katanya terlalu boros."
"Hm," gumam ayah. Ayah mengangkat dua cangkir dengan kedua tangannya dan membawa cangkir itu kearahku. Duduk didepanku dan meletakan satu cangkir didepanku. "Kapan kau lancarkan misi kedua?"
"Mungkin beberapa hari lagi. Masalahnya kafe sedang tutup bulan. Jadi aku harus mengamati penjualan dulu. Jika beres aku akan melakukan misi kedua," jawabku mantap. Ku hirup aroma kopiku sebelum menyeruputnya. Kehangatan mocca buatan ayah yang rasanya mantap sekali, mengalir di kerongkonganku.
Ayah menepuk pundakku. "Ayah yakin kau bisa. Ingat! Sebelum undangan menyebar."
Aku mengangguk. Sebelum undangan menyebar. Undangan akan disebar dua minggu sebelum pernikahan. Jadi aku harus berhasil membalikan hati Nabila padaku sebelum hari itu.
"Yah, apa dulu bunda langsung menerima perjuangan ayah?"
Kulihat ayah menelan kopinya. Lalu meletakan cangkir itu di meja kembali walaupun tangannya tidak melepas cangkir itu untuk memberikan aliran hangatnya di telapak tangannya. "Tidak."
Aku menaikan sebelah alisku menunggu ayah melanjutkan ceritanya. "Ayah harus menunggu bunda sendiri yang menjemput ayah ke Sydney. Ayah menyerah saat itu, saat tantangan ayah dijawab Om Alvian untuk melamar bundamu dan bunda menerimanya. Kau pasti mengerti patah hatinya ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bil
RomanceSilver Nabila De Vanza : Anak kedua dari pasangan Olivia dan David De Vanza. Suka sekali dengan butik mommynya dan paling benci kalau daddynya ajak ke kantor. Anak polos dan penurut, tapi nyablak minta ampun. Jatuh cinta sama Billy sejak kecil. Seha...