BIL XVIII

6.4K 317 7
                                    

"Jadi, ini first place yang kau katakan?" tanya Nabila dengan wajah tak percaya, sedikit meremehkan dan entahlah, rindu mungkin. Aku tidak bisa membaca wajahnya yang berubah-ubah sedari tadi kami menuju kesini.

"Yap. Rumahku. Ada masalah?" tanyaku mengikuti arah pandang Nabila sambil membuka sabuk pengamanku.

"Ku kira kau akan membawaku kemana. Seperti ice skating kemaren atau taman bermain.. Eh nyatanya.."

"Tidak sesuai dugaan nona? Honestly," kumatikan mesin mobil lalu membuka pintu disebelahku. "Ayah memasak spagetti bolognise extracheese kesukaanmu."

Nabila membulatkan matanya takjub bercampur senang. "Woho, sepertinya kedatanganku sedang ditunggu ya?"

"Hm, sebaiknya kau keluar jika memang mau menikmati masakan ayahku."

Nabila mengangguk. Dia segera keluar dari mobil dan mengekoriku masuk rumah. Aku langsung menuju bunda di dapur. Beliau sedang membantu ayah memasak tentunya. Ayah selalu melarang bunda untuk masak, jadi penguasa dapur adalah ayah.

"Hei guys!" sapaku pada kedua orang tuaku. Ayah dan bunda menoleh serempak kebelakang, ke arahku. Awalnya mereka menatapku, lalu lebih tertarik pada gadis dibelakangku.

"Bila! Kau kesini juga!" seru bunda langsung bangkit dari duduknya dan menuju Nabila. Menarik gadis itu untuk duduk bersamanya. "Ku kira Billy hanya bercanda mengajak kau kemari."

Nabila tersenyum kaku. Lalu dia melirikku meminta pertolongan. Aku hanya mengangkat kedua bahuku lalu menuju lemari pendingin.

"Ini next stap nya?" tanya ayah berbisik padaku. Ayah pura-pura mencari sesuatu dari dalam lemari pendingin, berdiri disebelahku.

"Ya. Aku bilang padanya bahwa kau akan membuatkan spagetti kesukaannya."

Ayah membulatkan matanya dengan senyum mengejek. "Berbohong hah?"

Aku memasang wajah memohonku padanya agar ayah dua anak ini mau memenuhi keinginanku. "Kau beruntung spagetti ini ada," kata ayah sambil mengeluarkan sebungkus stik spagetti dari lemari pendingin. Aku memberi senyumku padanya.

"Kau memang ayah terbaik!" ku tepuk pundak ayah sebelum berbalik dengan dua kaleng soda ditanganku. Duduk disebelah bunda yang sedang berbincang dengan Nabila yang tampak kaku. Nabila yang menangkap kedatanganku langsung menatapku lama.

"Minum," kataku sambil menggeser sekaleng soda padanya. Nabila dengan enggan meraih kaleng itu. Kenapa gadis ini tampak seperti orang baru dirumahku?

"Bun, Billy bawa Nabila ke atas dulu ya?" Bunda mengangguk masih dengan senyum senang dibibirnya. Mengingatkanku pada beberapa tahun lalu saat Nabila selalu datang kerumahku hanya untuk membangunkanku saat dia mengajak jogging, atau saat dia belajar padaku karena tidak mengerti tugas, atau hanya sekedar untuk mengangguku. Dan bunda akan selalu senang saat dia datang.

"Kenapa?" tanyaku pada Nabila yang sedang memeluk dirinya sendiri sekarang. Matanya sudah tidak fokus, menari-nari tak jelas kesekeliling rumahku. Kuarahkan kakiku ke ruang keluarga, membawanya duduk disofa abu-abu panjang.

"Bil, hei," kusentuh tangannya membuatnya terkejut. "Kau kenapa?" tanyaku lagi setelah yakin dia menatapku bukan sedang melamun.

"Aku.. Apa kita tidak bisa pergi saja?" tanyanya gelisah.

Aduh, sebenarnya ada apa sih dengan gadis ini?

Kuraih tangannya yang sedari tadi memeluk dirinya sendiri. Memberikan tatapan penenang, yang kupelajari dari ayah jika menenangkan bunda yang sedang gelisah, kalut ataupun bingung.

BilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang