09. Suspect Counterfeit

363 52 0
                                    

"Pemirsa, tersangka kasus penculikan Gabriella Sofya pagi ini berhasil diamankan oleh pihak kepolisian."

Televisi layar datar di ruang tengah rumah Nael memperlihatkan seorang pembawa berita berparas cantik yang tengah menyiarkan perkembangan kasus meninggalnya Gabriella Sofya.

"Seorang pria berinisial FG mengaku telah menyandra korban di gudang sekolah sejak korban dinyatakan hilang oleh pihak keluarga. Polisi masih menyelidiki motif di balik penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka FG ... "

Keenam remaja yang masih berpakaian serba hitam sehabis mengantarkan sahabat tercinta mereka menuju peristirahatan terakhir dibuat kaget dengan berita penangkapan seseorang tak dikenal yang---secara tiba-tiba---mengaku sebagai pelaku penculikan Gabriel sebelum gadis itu dinyatakan meninggal karena kekurangan oksigen dan dehidrasi parah. Pria itu berusia sekitar empat puluh tahunan, bertubuh kurus, dan memiliki tato di bagian leher serta lengan. Mirip seorang pensiunan preman pasar yang sudah hampir bertaubat sebelum ingin mengakhiri hidup sebab tak sanggup membayar hutang dan menjalani tekanan hidup.

Quinn memejamkan mata. Keluarganya serius ingin menutupi kebenaran kasus ini dari mata publik. Membungkam kepercayaan mereka dengan cerita karangan sederhana yang sengaja dibuat untuk konsumsi umum yang menggiurkan.

"Bukan gue doang 'kan yang gak percaya kalau dia pelakunya?" Rae bertanya memastikan.

Noah dan Yssabelle mengangguk bersamaan.

"Dia siapa?"

Pria FG bisa jadi memang seorang preman jalanan yang sengaja dipungut lalu dipaksa menjadi tersangka dengan iming-iming imbalan berupa nominal uang ratusan juta. Tugasnya hanya mendekam di penjara selama kurang dari dua belas tahun atau karena ia menyerahkan diri ke polisi lebih awal, hukumannya mungkin diperpendek dan akan jadi lebih ringan. Dengan begitu orang-orang luar akan percaya bahwa dialah penyebab Gabriel meninggal dunia, menjadikannya objek untuk menumpahkan sejuta sumpah serapah sampai puas, lalu akan lupa dengan sendirinya seiring waktu berjalan.

"Mana mungkin orang biasa sepertinya mampu menembus tembok sekolah kita?"

Tanpa mereka tahu sistem keamanan Saintama yang sesungguhnya, cerita karangan itu akan terdengar sangat masuk akal dan patut untuk ditelan mentah-mentah. Motif di balik semua itu tak akan jauh dari uang; kejahatan yang paling bisa dianggap wajar. Tidak akan ada yang bertanya kenapa. Semua manusia pasti butuh uang.

"Dia tumbal kan?"

Meski mengiakan keluarganya sengaja menjebloskan orang itu ke penjara, Quinn merasa tidak terima dengan sebutan 'tumbal' yang dilabelkan untuknya. Pria FG tetap menerima komisi atau imbalan dari aksi sukarelanya menyerahkan diri pada polisi. Tidak ada tumbal yang merasa diuntungkan sepertinya. "Dia cuma orang bodoh yang mau menjual hidupnya demi uang. Seratus? Atau dua ratus juta, mungkin?"

"Jadi polisi beneran mau lepas tangan soal kasus ini?" Willa memainkan ujung kukunya dengan gelisah. Semenjak ia tak sengaja menemukan Gabriel di gudang sekolah, hidupnya seolah tak pernah tenang. Kesaksian itu bisa berbalik menyerangnya kapanpun.

Quinn mengangguk. "Makanya kita gak bisa laporin pesan itu sama mereka. Percuma. Mereka tetap akan menganggap kasus ini selesai setelah orang bodoh itu masuk penjara."

"How about Kiar?" Perempuan berambut cokelat oranye yang dikepang menyamping ikut bersuara setelah melepas pandang dari layar televisi datar yang baru selesai menutup update berita tentang kasus meninggalnya Gabriel. "Dia ditugaskan untuk mencari siapa pelakunya, kan? Maybe he can figure it out from this message?"

"Kerja sama dengan dia?"

Yssabelle mengangguk.

"Guys, itu sama sekali bukan solusi. Kiar bukan orang yang bisa kita percaya!" tegas Quinn. Perempuan berambut panjang yang setengah terbaring di sofa dengan posisi kepala di atas sandaran tangan sementara kakinya masih menyentuh karpet ruang tengah Nael itu memejam perlahan. Kepalanya mendadak berdenyut-denyut akibat terlalu lama berdiri di bawah terik matahari saat upacara pemakaman.

"Kalian ingat dia curiga dengan kita sejak hari pertama G hilang. Gue yakin sampai sekarang dia juga masih curiga," papar Nael disela kegiatannya memesan makanan cepat saji melalui jasa delivery. "Ada yang mau kentang?"

Noah terduduk di lantai agar kedua kaki Quinn bisa naik ke sofa seluruhnya. Ia mengangguki pertanyaan Nael dengan ikut menambahkan beberapa list menu makanan lain yang ingin dia makan. Ia juga menyebut beberapa menu kesukaan perempuan yang terbaring di belakangnya tanpa ragu.

"Siapa tahu pesan-pesan itu juga bisa jadi petunjuk buat kita. Petunjuk yang Kiar gak tahu."

Berpasang-pasang mata di ruangan itu menyorot bingung ke arah Noah. Mereka tak bisa langsung percaya begitu saja dengan opini sang pewaris Arctic yang terlalu positif menanggapi pesan-pesan teror dari nomor telepon Gabriel.

"Are you sure, Noah?" Yssabelle bertanya sarkas. "Pesan-pesan itu sama sekali gak membantu!" lanjutnya.

"Gue bilang siapa tahu. Kita kan gak pernah tahu."

Nael mengangguk paham. Selesai memesan makan siang yang sudah hampir terlambat satu setengah jam ini, laki-laki itu kembali menyimak pembicaraan teman-temannya dengan seksama.

"Kalau dia mau main-main dengan kita, kenapa gak kita permainkan dia juga?"

"Jangan gila, Re!"

"Dia yang gila!" Rae membalas bentakan tak sengaja Yssabelle dengan nada yang sama tinggi. Laki-laki itu sudah sangat muak melihat benang kusut yang tak kunjung menemukan ujung. Begitu panjang sampai Rae ingin memotong paksa benangnya.

Siapapun manusia yang ada di balik kematian kekasihnya,

"dia harus cepat mati!"

Noah mengerjapkan mata sipitnya yang bergerak mengikuti Rae berpindah ke dapur. Ia tak menyangka bahwa kemarahan laki-laki itu akan berada di titik di mana ia seolah-olah akan membunuh seseorang detik itu juga. "Apa rencana lo?" tanyanya.

Tangan Rae berhenti, tak jadi membuka pintu kulkas di dapur Nael untuk mencari minuman dingin yang bisa meredakan panas di dalam hati dan kepalanya. Ditanya begitu, ia yang tadinya tak memikirkan rencana apapun, jadi berpikir untuk melakukan sesuatu.

"Kita perlu kasih dia panggung, biar ... biar dia keluar dari persembunyiannya." Willa menyahut takut-takut. Tangannya sibuk memainkan ujung jari kelingking Nael sebagai pelampiasan rasa gelisah yang tiba-tiba menyergapnya sejak Gabriel dikebumikan. Ia merasa sesuatu yang kurang menyenangkan akan terjadi.

"Gimana caranya?" Rae cepat-cepat kembali seusai mengambil asal sekaleng minuman soda dari lemari pendingin.

Ditatap begitu oleh teman-temannya membuat Willa---entah kenapa---merasa semakin tersudut. Perempuan berambut pendek itu buru-buru menunduk lalu menggeleng pelan tanda ia tak tahu.

Quinn yang masih terpejam menikmati kenyamanan dalam tubuhnya yang beberapa waktu lalu baru dibaringkan di atas sofa panjang pada akhirnya ikut menggumam, "birthday party lo, Re."

Yssabelle menunjukkan ponselnya. "It's already started, guys! Kiar mau introgasi gue soal VIP S-card."

***

Who Killed My G? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang