24. Last S Card

313 46 11
                                    

Menghabiskan waktu seharian penuh bersama para lansia di acara ulang tahun nenek ternyata cukup melelahkan meski menyenangkan. Efeknya baru terasa keesokan paginya: pegal hampir di seluruh anggota badan. Auilla baru bangun sekitar pukul dua siang saat getaran di ponselnya tak kunjung mau berhenti, mengacaukan mimpi indahnya menikmati deburan ombak di pantai bersama Nael menjelang matahari terbenam yang baru akan memasuki puncak paling romantisnya.

Ia melenguh kesal. Tangannya berusaha meraih ponsel di atas nakas dengan kelopak mata yang sepenuhnya masih terpejam. "Hallo."

"Sayang, kamu di mana?"

Butuh waktu lebih dari lima detik untuk Auilla mencerna pertanyaan itu. Dijauhkannya sedikit benda yang menempeli telinganya untuk mengintip siapa orang yang tengah bicara kepadanya. Padahal di fase sadar, perempuan itu sudah langsung tahu siapa pemilik suara yang berani memanggilnya dengan sebutan 'sayang'. Siapa lagi kalau bukan laki-laki di dalam mimpinya sebelum ia terbangun.

"Sayang? Kamu denger aku gak?" Laki-laki di ujung sana kembali bersuara sebab tak kunjung mendapat balasan.

Auilla langsung tersadar. "Naa, kamu baik-baik aja, kan?" tanyanya setelah teringat sang kekasih, Nathanael, masih melakukan pendakian di sebuah gunung di Jawa Barat. Pikiran gadis itu langsung melanglang buana menuju kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin dialami oleh seorang pendaki. Ia takut Nael bertemu binatang buas, terpisah dari kelompoknya lalu tersesat sendirian, atau diganggu penunggu gunung karena tak sengaja bicara kasar.

"I'm good, Babe. Aku baru turun dan baru dapet sinyal, tadi niatnya mau langsung ngabarin kamu. Tapi aku malah lihat berita kalau G ... hilang? Kamu udah tahu?"

"H-hah? G hilang?"

Dari nada terkejutnya, Nathanael sudah langsung tahu kalau perempuan itu belum membaca apapun perihal beritanya. "Tadi Quinn kasih aku tautan berita gitu, dia kirim ke kamu juga gak?"

Ia buru-buru melihat tautan berita yang dikirim oleh Quinn dan Yssabelle secara bersamaan di ruang obrolan pribadi mereka tanpa memutuskan sambungan telepon dengan Nael. "What the---kenapa beritanya ngawur gini, sih? Kemarin dia masih telfon aku, dia bilang happy birthday buat nenek. Gak mungkin lah kalau dia tiba-tiba hilang!" katanya. Minimal pelaporan berita orang hilang adalah dua kali 24 jam, mana mungkin orang yang baru bicara dengannya kemarin pagi bisa langsung diberitakan hilang hari ini.

"Tunggu aku pulang ke Jakarta sebentar ya? Nanti kita obrolin bareng-bareng sama yang lain. Kamu jangan pergi ke mana-mana dulu." Nael berkata serius diiringi beberapa kali terdengar suara pintu mobil dibuka lalu ditutup kembali.

"Kenapa?" tanyanya sambil berjalan ke dapur untuk mengambil air minum, sekaligus menghilangkan rasa kantuk yang masih tak mau pergi dari kedua matanya yang sedikit bengkak. Suara sendalnya terdengar lebih nyaring di tengah suasana rumah yang hening. Nenek mungkin kelelahan setelah bertemu teman-teman lamanya kemarin, sedangkan para asisten rumah tangga yang ditugasi melakukan pekerjaan rumah biasanya masih bersantai di ruang belakang sambil menonton sinetron atau berita gosip di tivi sebelum mulai memasak makan malam.

"Kemungkinan kita bakalan masuk daftar introgasi."

"Introgasi apa?"

"Polisi. Proses penyelidikan udah dimulai hari ini."

Tangan perempuan itu gagal meraih gelas di laci penyimpanan. Ia termangu sebentar untuk mencerna keterkejutannya. "Aku masih gak ngerti. G ... beneran hilang? Dia mungkin cuma lagi kepengen menyendiri di private house atau staycation di mana gitu yang kita gak tahu. Gak sampai seserius ini, 'kan?"

Nael tak menjawab.

Auilla meraih acak gelas di laci untuk ia letakkan di bawah dispenser, menampung setengah isi air lalu meneguknya hingga tandas.

Who Killed My G? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang