"Willa kecelakaan!" Kalimat yang diucapkan Nael di tengah-tengah hening suasana kelas pelajaran wajib menimbulkan keterkejutan besar bagi teman-temannya. Hampir seluruh isi kelas segera menoleh menghadap seorang laki-laki berwajah kalem yang mulai celingak-celinguk kebingungan.
"Ya? Nathanael?" tanya guru Bahasa Indonesia mereka yang tadinya sedang berdiam diri menunggu anak didiknya selesai menulis karangan pendek sambil sedikit melamun. "Karangan kamu sudah selesai?"
Nael semakin kebingungan dan salah tingkah sebab menjadi pusat perhatian teman sekelasnya. Di dalam kepala laki-laki itu, ia hanya ingin memberitahu teman-teman terdekatnya; Quinn, Noah, Yssabelle, dan Rae, atas berita yang baru ia terima dari keluarga kekasihnya bahwa gadis itu mengalami kecelakaan pagi ini dan sekarang telah dirawat di rumah sakit. Nael melupakan situasi di sekitarnya dengan beranggapan bahwa dirinya saat itu tengah berada di ruang belajar milik Quinn sangking seringnya mereka menghabiskan waktu di tempat itu akhir-akhir ini.
Perempuan berambut panjang yang duduk persis di depannya ikut memutar setengah tubuh menghadap ke belakang untuk mengonfirmasi kalimat mengejutkan yang terlontar secara tiba-tiba. "Kecelakaan di mana?" tanyanya langsung dengan raut datar yang terlihat lebih serius dari pada ia biasanya.
Mendengar kata kecelakaan kembali disebut seolah-olah ikut menarik kesadaran Nael pada inti permasalahan yang sedang ia alami. Ia membalik ponsel agar Quinn dan Noah---yang hari itu menempati kursi Auilla karena gadis itu belum datang---bisa membaca isi pesan di kolom obrolannya dengan orang tua sang pacar yang biasanya hanya sebatas ajakan bermain tenis atau bulutangkis di lapangan Arctic setiap hari libur.
"Apa parah?" Rae dari meja di seberang meja Noah ikut mempertanyakan kondisi Auilla. Sejak terakhir kali gadis itu memberitahunya akan segera sampai di kawasan Summerville hingga sekarang, tidak ada lagi pesan yang masuk di bawah 12 baris pesan bertubi-tubi yang Rae kirim sejak tiga jam terakhir. Jika sampai terjadi sesuatu kepada gadis itu, Rae akan menjadi orang yang paling merasa bersalah.
Nael menggeleng tidak tahu.
"Dia di rumah sakit mana?"
"Summerville---"
Belum selesai Nael menjawab, Rae sudah lebih dulu merapikan peralatan belajarnya di atas meja dengan gerakan super cepat dan terlihat sangat terburu-buru. Laki-laki bertubuh kurus itu segera menghampiri guru Bahasa Indonesia mereka yang masih kebingungan mencari informasi tentang apa yang sebetulnya terjadi pada murid-murid kesayangan sekolah ini.
"Saya izin meninggalkan kelas," katanya tanpa menunggu jawaban apa-apa lantas pergi begitu saja menyisakan tanda tanya yang lebih besar di kepala teman-temannya.
"Sebenarnya ada apa ini, Nathanael? Noah?Quinn? Apa yang terjadi?"
"Auilla kecelakaan, Bu," balas Noah mewakili teman-temannya, menjawab rasa penasaran seisi kelas terutama seorang wanita berusia empat puluh tahunan yang sedang mengajar waktu itu.
Belum ada satu bulan dirundung duka atas kepergian Gabriella---sahabat terdekat mereka, sekarang anak-anak itu kembali dihadapkan dengan berita kecelakaan sahabatnya yang lain? Kasihan sekali.
"Kalian mau langsung ke rumah sakit juga? Ibu izinkan."
Dengan penuh pertimbangan Nael meratapi pintu kelas yang sudah kembali tertutup, menelan tubuh Rae dan langkah kaki panjang tergesanya yang mungkin sudah sampai ke area parkiran belakang sangking cepatnya. "Gue cabut, kalian stay dulu aja sampai break time. Gue udah gak bisa fokus di sini."
Quinn mengangguki kalimatnya.
Dari pada harus mengacaukan suasana kelas dengan isi pikirannya yang tak kondusif, Nael lebih memilih pergi. Ia ingin melihat secara langsung bagaimana kondisi kekasihnya pasca kecelakaan, seperti apa kronologinya, dan apa penyebab kecelakaan itu terjadi. Nael ingin tahu semuanya.
Setelah undur diri dari kelas mata pelajaran hari itu, ia bergegas menuju parkiran mobil secepat yang ia bisa. Napasnya terengah begitu mencapai pintu mobil Civic di sebelah mobil HR-V milik Rae yang masih terparkir dengan rapi di tempatnya.
Rae belum pergi?
Tubuh Nael membungkuk sedikit mengintip ke dalam mobil laki-laki itu, menemukan bagian jok depannya yang masih kosong dan sepi. Terbesit sebuah pikiran dalam benak Nael untuk kembali ke dalam gedung sekolah mencari keberadaan Rae yang dia pikir akan menyusul kekasihnya ke rumah sakit. Tapi untuk apa juga? Rae mungkin buru-buru pergi untuk urusan yang lain.
Getaran ponsel di saku celana seragam menyadarkannya untuk segera masuk ke dalam mobil, mencari posisi dan tempat yang lebih nyaman dari pada berdiri di bawah terik matahari menjelang siang hari.
"Hallo, Pa? Gimana keadaan Willa?"
"Willa gak apa-apa, tapi kata dokter kakinya patah sedikit jadi perlu dioperasi."
Nael membelalakkan mata hampir tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh orang tua gadis itu. "Kalau patah kaki berarti bukan gak apa-apa dong, Pa? Masa udah mau dioperasi masih bilang gak apa-apa?"
Bayu tertawa pelan. Entah kenapa Nael bisa membayangkan seperti apa ekspresi wajah orang tua kekasihnya yang terlalu santai menyikapi segala situasi. "Pacar kamu aman kalau Papa yang jagain."
"Ya iya sih, tapi kan ..."
"Kamu udah mau on the way ke sini, ya?"
"Iya."
"Gimana kalau kamu temenin Mama dulu urus laporan di kantor polisi?"
"Kronologi kecelakaannya gimana emang, Pa? Siapa yang salah?"
"Kamu baca beritanya aja ya, Papa dipanggil dokter nih. Artikelnya nanti Papa kirim."
Nael menunggu beberapa waktu sampai pesan baru dari orang tua kekasihnya muncul dengan tautan berita yang memuat headline:
'Diduga Korban Tabrak Lari, Seorang Siswi Saintama Ditemukan Tak Sadarkan Diri Di Komplek Wisata Summerville.'
Dahi Nael berkerut-kerut bingung. Kenapa gadis itu bisa ada di Komplek Wisata Summerville sementara Summerville Hospital Center tempat nenek biasa diperiksa tidak berada di satu wilayah yang sama. Kedua tempat itu terletak di dua tempat yang berbeda. Satunya di wilayah dekat dengan tempat tinggal mereka, satunya lagi berada di lereng bukit yang jauh dari area perkotaan.
Kenapa dia bisa ada di sana?
Nael mengulang-ulang pertanyaannya.
Kaca pintu mobil laki-laki itu diketuk beberapa kali dari luar. Nael buru-buru membuka kunciannya begitu melihat tubuh Quinn berdiri di samping pintu penumpang depan. "Ada apa?"
"Willa pergi ke Summerville hari ini?"
"Lo tahu dari mana? Gue belum cerita apa-apa."
"Beritanya."
Nael mengangguk paham. Kenapa harus bertanya gadis itu tahu dari mana, dia jelas tahu semua berita yang menyangkut nama yayasan Summerville.
"G's mini house sekarang jadi milik Hesa. Gue gak tahu ini ada hubungannya atau gak, tapi gue curiga sama dia akhir-akhir ini." Quinn meraih karet rambut dari saku seragam untuk menguncir asal rambut panjangnya yang sedikit berantakan seusai dibawa berlari. "Bokap gue pasti tahu sesuatu yang gak gue tahu, dan itu pasti ada hubungannya sama Hesa. Kalau gak, gak mungkin mini house itu bisa jatuh ke tangan cowok itu dalam waktu yang sesingkat ini."
"Apa mungkin Hesa pelaku tabrak lari itu?"
Quinn mengangguk. "Gak ada yang gak mungkin. Area itu, setahu gue, masih ditutup untuk umum. Cuman orang-orang yang punya S-card aja yang bisa masuk ke sana."
Nael mengernyit lagi. "Wait wait wait, kalau cuman pemilik S-card aja yang bisa masuk ke sana, terus ... cewek gue?"
"Willa pemilik G's Summerville Card yang sebelumnya."
***
Bekasi, 26 Agustus 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Killed My G? (END)
Mystery / ThrillerMenghilangnya Gabriel di akhir waktu liburan semester menjadi mimpi buruk bagi teman-teman terdekatnya. Quinn, Noah, Nael, Willa, Belle, dan Rae harus merelakan kepergian sahabat mereka sekaligus menjadi buronan polisi atas meninggalnya Gabriella S...