18. Deeply Talk

323 49 2
                                    

"Video yang lagi rame itu beneran video temen lo?" Clay mengambil sebungkus keripik milik kakaknya tanpa permisi untuk menemaninya duduk di kursi pantai yang sengaja diletakkan di samping kolam renang. Matanya menyipit silau waktu berusaha melihat tubuh sang kakak di bawah terpaan sinar matahari jam 3 sore yang cahayanya terpantul air.

Quinn menoleh sekilas tanpa membalas. Ia sejujurnya ingin bercerita panjang dengan adiknya yang mulai asyik diajak deep talk, bukan lagi bocah menyebalkan yang hidupnya terisolasi di dalam kamar untuk merakit banyak robot buatan dan bermain gim atau kegiatan lain yang esensinya tetap di depan layar komputer. Sejak anak itu dipindah ke Singapura, mereka semakin jarang meluangkan waktu bersama di luar waktu liburan.

Namun, hari itu Quinn terlalu malas bicara.

Kepalanya tertunduk melihat setengah kakinya---yang terendam air---perlahan bergerak menimbulkan gelombang abstrak di permukaan kolam yang semula tenang.

"Yang cowok itu G's boyfriend, 'kan?" Clay bertanya lagi. Tak peduli dengan pertanyaan sebelumnya yang tak kunjung ditanggapi. Laki-laki itu memasukkan beberapa lembar keripik kentang sekaligus ke dalam mulut, membuatnya mau tak mau harus terdiam beberapa waktu sampai potongan keripik itu habis tertelan sebelum berkata, "di jam yang sama lo pergi semalam, Kak, her phone location detected in Groovy."

Clay terkejut melihat kakaknya menceburkan diri ke dalam kolam tanpa aba-aba. Lama sekali tubuhnya berada di air tanpa bergerak. Seperti tengah sengaja menahan napas di bawah sana. Ia pikir Quinn hanya akan berenang seperti biasa. Meski rasanya tetap sulit melihatnya masih memakai croptop dan short jeans---pakaian sehari-harinya di rumah, biasanya dia paling anti berenang tanpa pakaian renang.

Laki-laki itu memelankan kunyahannya. Mulai was-was sebab Quinn tak kunjung muncul ke permukaan. Ini sudah melewati batas rekor menahan napas mereka di dalam air. Ia langsung berlari tanpa pikir panjang saat dua detik berikutnya kepala sang kakak menyembul dari dalam air dengan napas ngos-ngosan hebat.

"Kak! What so wrong with you, huh?! Yang tadi itu bahaya!" hardiknya setelah membantu Quinn naik ke tepian kolam dengan tangan sedikit bergetar, ikut merasa panik.

Clay tak pernah menyangka bahwa tubuh kurus sang kakak akan memeluk tubuhnya dalam kondisi yang seperti itu. Ia ingin menolak. Meski dalam keadaan panik sekali pun, Clay tetap tak akan menyukai kondisi  basahnya. Namun, mendengar perempuan itu terisak di samping kepalanya, Clay langsung mengurungkan niat untuk kembali mengomel. Ia rengkuh tubuh itu tanpa ragu, mengusap-usapi punggungnya perlahan, membiarkan air dari baju serta rambut panjang sang kakak turut membasahi kaus Stephen Curry---kaus kesayangannya---yang dia pakai hari itu.

"Gue takut Clay ... gue takut banget rasanya sampai pengen tenggelam."

'Sampai pengen tenggelam.'

Clay mencerna kalimat itu sebelum menyimpulkan bahwa kakaknya bukan takut karena tenggelam melainkan ingin tenggelam karena takut. Ada sesuatu yang tengah mengganggu pikiran sang kakak sampai ia melakukannya. "It's okay, ada aku. I'll give you my shoulder." Anak itu memperbaiki posisi duduk, setengah menekuk satu kaki di belakang pinggang Quinn yang masih duduk menghadap kolam. Sedikit merasa lebih baik dari pada sebelumnya.

"Gue takut semua yang ada sekarang bakalan berbalik nyerang gue, Clay." Quinn masih memeluk leher adiknya erat. "Mereka bisa bikin gue jadi tersangka kapan aja."

"Itu gak mungkin, Quinn. Lo gak salah apa-apa. Mereka juga gak punya buktinya, kan? It's okay, gak apa-apa." tangan Clay menepuk-nepuk sayang punggung Quinn yang masih basah. Ia berteriak minta dibawakan handuk oleh asisten rumah tangga mamanya saat Quinn sudah mau melepas pelukan mereka, lalu keduanya duduk saling berhadapan di tepi kolam renang yang tak lagi disinari matahari.

Tubuh Quinn menggigil meski sudah dibungkus handuk. Aroma kaporit tercium dari rambut panjangnya yang mulai kusut.

"Kejadian di bar tadi malam ... itu semua di luar kendali gue."

"I know."

"Dan rekaman itu? Kenapa G bisa punya videonya?"

"Mungkin dugaan lo soal G mergokin pacarnya cheating itu bener. G saw him before disappeared."

"Itu gak mungkin, Clay."

Clay mengernyit. "Kenapa gak mungkin?"

"Di video itu Rae sempat lihat ke kamera, dia tatap-tatapan sama perekam video itu. Gak mungkin kan kalau G pemilik videonya? Kalau G ada di balik kamera itu, Rae pasti langsung sadar."

"Itu artinya, Rae tahu siapa pemilik rekaman video itu?"

Malam di mana Quinn masih duduk bersama teman-temannya di lounge Groovy Clues, setelah Yssabelle menunjukkan semua pesan yang diterimanya dari Gabriel, Quinn menyadari ada sesuatu yang janggal dari videonya. Perempuan itu mengamati lekat-lekat video yang hampir ditonton sebanyak lima ratus ribu kali di twitter hanya dalam kurun waktu tiga jam setelah pengunggahan. Tagar trending on twitter dipuncaki oleh nama Rae, Yssabelle, dan Gabriel, disusul dengan kata selingkuh, justice for G, dan beberapa kata makian yang ditujukan untuk Rae dan Yssabelle.

"Did you just see the camera?"

Rae melihat bagian video yang sengaja dijeda oleh Quinn saat matanya persis bertatapan dengan lensa kamera si perekam video tersebut. Alisnya bertaut bingung. "I ... did?"

Teman-temannya yang lain ikut melihat, penasaran. Video itu hanya berupa rekaman amatir dari seseorang yang tadi datang ke pesta lalu merekam sorotan proyektor di bar Groovy Clues---mungkin sebelum Rae turun ke sana---lalu mengunggahnya di media sosial di balik akun anonim dengan sengaja. Kualitas videonya tak begitu bagus, namun cukup jelas untuk menunjukkan bahwa laki-laki itu memang bertatapan dengan kamera.

Rae menghela napas cukup kuat waktu ditatap dengan tatapan menuntut yang secara terang-terangan, tanpa basa-basi. "Gue cuman gak sengaja lihat kamera hape itu."

"Tapi minimal lo tahu kan dia siapa?" Noah sedikit berharap.

"Gue gak tahu. Dia sama sekali gak familiar, jadi gue gak ingat dia seperti apa."

Quinn menggeleng lemah menyayangkan ingatan Rae yang tak begitu bagus dalam merekam bentuk wajah seseorang. Ia mengatakannya di depan Clay sore itu. "Dia gak ingat karena emang gak kenal siapa orang itu."

Tepat setelah Quinn berkata seperti itu, Airine menelepon Clay, meminta keduanya bersiap untuk makan malam keluarga dan akan dijemput sekitar satu jam lagi.

"Family dinner sama siapa aja?"

Clay mengangkat bahu. "Mami bilang dresscodenya casual, berempat aja kali," balasnya tak begitu peduli. "Uncle Ken kan masih di Aussie buat ngerayain graduation party-nya Hesa."

"Aunty gak ikut?" Perempuan itu menerima uluran tangan Clay yang berinisiatif membantunya berdiri.

"Aunty Chrystie masih belum bisa diajak ngobrol. Kata Mami dia pulang ke rumah eyang, mau dibawa ke psikiater."

"Separah itu?" tanyanya.

Clay mengangguk.

Ibu mana yang tak hancur melihat putrinya meninggal secara tidak wajar. Bahkan beritanya masih tersebar di mana-mana, ramai dibicarakan komunitas, dan memunculkan banyak teori konspirasi yang mulai menebak-nebak alasan di balik 'teganya seorang pria menghabisi nyawa seorang gadis jelita' secantik Gabriel. Mereka tidak tahu kalau kasus yang mereka bahas dengan seru itu hanyalah sebuah kebohongan yang sengaja dibuat oleh keluarga korban untuk menutupi kasus yang sebenarnya terjadi. Tidak ada yang curiga, tidak ada teori konspirasi yang menebak sampai sana.

"Kak."

Quinn baru akan membuka pintu kamar waktu adiknya memanggil dari depan pintu kamarnya sendiri, sama-sama mengurungkan niat untuk masuk.

"I've browsed through the video. It's from G's phone." Tangan Clay memegangi gagang pintu. Dengan ragu-ragu menambahkan, "Itu artinya mereka satu orang, 'kan?"

Kakaknya tak membalas apa-apa. Kali ini Clay cukup tahu diri untuk segera memberi batasan.

"Aku harap informasinya berguna buat lo, Kak."

***

Bekasi, 22 Juli 2023

Who Killed My G? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang