Auilla ditunjuk menjadi model poster Festival Bulan Bahasa, itu sudah biasa. Ia memang tergabung dalam tim Saintama Broadcast Channel atau Saint-BC yang tugasnya adalah meramaikan akun media sosial sekolah dengan konten-konten menarik berupa video atau poster kreatif yang di dalamnya membutuhkan bantuan seorang model yang memiliki visual mendukung. Auilla tidak mempermasalahkan itu sama sekali. Yang jadi masalah sekarang adalah dia terpilih menjadi Face Of The School yang biasanya ditugaskan kepada Student Of The Year---peraih nilai tertinggi semester sebelumnya. Gabriel selalu menempati posisi itu dan fotonya selalu terpampang di setiap sudut sekolah bahkan billboard dan megatron di jalan raya. Itulah kenapa berita menghilangnya gadis itu langsung menjadi perbincangan masyarakat luas, karena wajah familier yang selalu mereka lihat di jalanan tiba-tiba muncul hampir di seluruh stasiun televisi nasional.
"Kenapa bukan Quinn, sih?" tanyanya entah ditujukan kepada orang lain atau hanya untuk dirinya sendiri.
Nael yang saat itu menjadi satu-satunya manusia lain di studio Saintama langsung mengangkat kepala, melihat kekasihnya yang uring-uringan sejak mendapat e-mail pemberitahuan dari pihak sekolah yang ditandatangani langsung oleh Mr. Joseph---yang itu artinya perintah tersebut bersifat mutlak dan tak dapat diganggu gugat. "Quinn mungkin nolak karena keluarganya masih belum bisa move on sama kepergian G. Dia gak mungkin tega gantiin posisinya di billboard."
"Terus aku gimana? Aku juga gak tega."
"Tapi keluarga G masih bisa lihat kamu sebagai orang lain." Nael mendengar kabar dari Quinn mengenai orang tua Gabriel yang masih sangat terguncang atas kematian putrinya. Gadis itu bilang wanita cantik yang mereka kenal sebagai Aunty Chrystie sampai harus menjalani psikoterapi untuk membantunya sembuh pasca trauma. Sama seperti mamanya saat harus menjalani operasi pengangkatan rahim setelah kehilangan calon anaknya dulu. Nael gagal menjadi seorang kakak sebab adiknya meninggal di dalam kandungan. Melihat betapa terpuruknya Sang Mama atas kepergian seorang anak yang bahkan belum berbentuk manusia---bahkan masih terlalu kecil untuk menyandang sebuah nama, Nael jadi paham bagaimana keadaan keluarga Gabriel sekarang meski tak pernah benar-benar mengalami kondisi yang sama.
Laki-laki itu kembali sibuk mengatur kameranya, tidak mau mengingat lebih jauh masa-masa sulit keluarganya yang sampai detik ini masih sanggup untuk mendatangkan kesedihan. Nael benci perasaan itu.
"Tapi kenapa harus akuuu?" Kepala si perempuan menengadah menatap langit-langit studio.
Nael menghela napas berat. Sejujurnya dia juga tidak setuju.
"Noah yang minta. Dia gak nyaman kalau harus foto sama model Saint-BC yang dia gak kenal deket. Selama ini 'kan dia selalu foto bareng G. Dia takut gak bisa bangun chemistry sama partnernya dan bikin tim lain kesusahan," jelasnya sesuai dengan pengakuan Noah setelah hampir berdebat dengannya pagi ini.
"Kamu udah tahu duluan?" Willa menatapnya curiga.
Ia mengangguk samar. "Noah cerita."
"Siap-siap dulu sana, anak-anak yang lain kayaknya udah pada selesai tuh," lanjutnya. Ia mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka, sekaligus mengusir kekasihnya secara perlahan.
Willa melongok ke tirai-tirai make up room yang masih tertutup. Belum ada tanda-tanda mereka akan selesai dan segera berganti giliran. Tim lighting dan lain-lainnya juga baru datang setelah makan siang, masih duduk-duduk di luar studio sambil berbincang ribut mengenai calon kandidat Student Council President yang akan menggantikan Noah---yang sampai sejauh ini masih dirahasiakan.
"Orang masih lama, mulainya."
Kekasihnya tak membalas apa-apa.
"Kalau misalnya G's card gak bisa ketemu dan pihak sekolah terpaksa membongkar ruangan itu, apa yang bakalan terjadi?" Willa bertanya. Ia masih mengawasi pintu ruangan studio yang terbuka sedikit, menampilkan punggung seseorang yang masih seru berbincang dengan teman-temannya di luar ruangan.
Ia yakin pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung ketika seseorang melakukan kegiatan yang tak sesuai dengan perjanjian sistem.
Nael menjajal kameranya dengan mengarahkan lensa itu untuk Auilla. "Kartunya otomatis diblokir dan hangus."
"Serius?"
Pertanyaannya dibalas dengan anggukan singkat.
Diblokir dan hangus.
Dugaan Willa benar. Yang mereka lakukan saat ini memang hanya melindungi sejumlah uang di dalam tabungan VIP milik Gabriel agar tidak lenyap begitu saja di tangan sistem. Kalau mereka memang betul tidak peduli akan nominal uang di dalamnya dan fokus mencari pembunuh Gabriel sampai tertangkap, mereka pasti sudah mengusulkan untuk membongkar tempat itu sejak lama. Tempat yang banyak sekali menyimpan petunjuk dan barang bukti.
"Senyum dong, Sayang," pinta Nael sambil terus mengarahkan lensa kameranya ke satu objek tercantik yang ia temukan. Secara otomatis bibir tipis gadis itu ikut melengkung ke atas mengikuti gerak bibirnya.
Auilla ingin bertanya lebih banyak lagi, tetapi seseorang yang melongokkan diri dari balik tirai make up room sudah lebih dulu menyerukan namanya untuk segera datang. Sekarang adalah gilirannya untuk dirias oleh Marche, seorang konten kreator berkewarganegaraan Singapura yang ikut tergabung dalam Saint-BC sejak semester pertama di Saintama High School.
"Hai, Che, baru masuk hari ini ya? Dari kemaren gak pernah ketemu kayaknya."
Marche mempersilahkannya untuk duduk. "Iya nih, baru banget balik dari SG. Nambah libur dikit," balasnya dengan sedikit kekehan di akhir kalimatnya.
"Pulang kampung ya?" Willa memperhatikan Marche yang sedang melihat variasi make up look untuk disapukan di wajahnya.
Perempuan itu mengangguk. "Biasalah. Tadinya mau pulang bentaran, tapi pas mau balik ke sini, eyang gue meninggal."
"I am sorry to hear that, Che."
"Ah, it's okay. Gue juga ikut berduka ya atas kepergian G, kita semua gak nyangka banget dia bisa pergi secepat itu."
Willa mengangguk. "Thank you."
"Anyways, lo ditugasin buat lomba apa ya? Gue masih bingung banget nih, baru briefing tadi pagi udah langsung eksekusi aja." Marche masih kurang paham konsep pemotretan hari itu akan seperti apa, dia hanya mengikuti perintah dari tim kreatif untuk menyesuaikan make up look mereka dengan lomba yang akan diiklankan.
Sepanjang proses itu, tangan Marche begitu cekatan mengaplikasikan peralatan tempur itu dengan konsentrasi penuh. Sementara Auilla yang mulai mengantuk hanya terbengong-bengong sampai suasana di studio mendadak ramai setelah kedatangan seseorang yang mereka panggil dengan sebutan "pres".
"Noah ya itu?" tanya Marche di sela memilih warna lipstick yang akan dipakaikan untuk Auilla.
"Siapa lagi kalau bukan dia."
"Kemarin ternyata dia satu pesawat sama gue, tapi gue gak sadar ada dia. Tahu-tahu kita ketemu pas ngambil bagasi."
Willa lebih terjaga untuk menyimak cerita perempuan itu. "Ketemu Kak Maven juga dong?"
"Enggak tuh, Noah sendirian waktu itu."
"Kak Maven pergi duluan kali ya?"
Dahi Marche mengkerut bingung. "Enggak ah, orang Kak Maven gak ikut kok. Gue sempat ngobrol sama dia sebelum naik taksi, katanya dia emang lagi pengen aja jalan-jalan sendiri."
Jalan-jalan sendiri?
Setahunya Noah pergi ke Singapur untuk menjenguk ayahnya yang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit, tepat di hari Gabriel diberitakan menghilang?
"Tanggal berapa, Che, lo pulang ke SG waktu itu?"
Marche tampak seperti sedang menerawang. "Berapa ya ... sekitar tanggal dua belas atau tiga belas gitu deh. Pokoknya tiga hari sebelum ramai banget berita G di mana-mana."
***
Bekasi, 29 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Killed My G? (END)
Mystery / ThrillerMenghilangnya Gabriel di akhir waktu liburan semester menjadi mimpi buruk bagi teman-teman terdekatnya. Quinn, Noah, Nael, Willa, Belle, dan Rae harus merelakan kepergian sahabat mereka sekaligus menjadi buronan polisi atas meninggalnya Gabriella S...