Groovy Clues merupakan sebuah bar & lounge yang terletak di kawasan penuh tempat hingar bingar Jakarta yang selalu ramai di waktu malam, tak terkecuali malam itu saat Rae menyewa satu lantai gedung bar Groovy Clues untuk mengundang teman-teman sekolahnya yang akan datang.
"Raeee, happy birthday!"
Laki-laki itu tergelak menyambut pelukan seorang perempuan berambut keriting yang ia kenal dari kelas melukis saat masih middle school. "Thank you, Brie. Happy to see you here."
Sebagian besar tamu undangan yang Rae kenal mulai berdatangan, memeriahkan suasana tempat itu dengan suara tawa menyenangkan di tengah dentuman musik yang masih santai. Semuanya berhenti ketika Rae berdiri di mini stage. Tersenyum canggung sebab suasana yang mendadak hening membuatnya sedikit awkward.
"Hallo, good night semuanya, gue Rae."
Riuh suara tepuk tangan mengiringi sambutan singkat dari laki-laki itu. Sedikit menelan rasa gugup yang ia rasakan, meski yang tersisa sekarang justru semakin banyak. Pengalamannya mendatangi banyak sekali pesta masih belum bisa disamakan dengan menjadi tuan rumah pesta itu sendiri. Kepala Rae mendadak penuh. Ia butuh memandangi selembar kanvas kosong untuk menetralkan pikiran sebelum lanjut bicara. Sayang sekali ia tidak bisa membawanya.
"Hari ini, bertepatan dengan hari ulang tahun gue, gue sengaja bikin acara ini untuk berbagi suka cita sama kalian. So, enjoy the party, guys!"
Tidak ada moment tiup lilin atau potong kue diiringi tepukan tangan seperti ulangtahun seorang bayi berumur lima tahun. Rae hanya ditarik duduk di tempat di mana ada Quinn, Noah, Yssabelle, Willa, dan Nael yang diam-diam menyiapkan satu slice cake lengkap dengan sebuah lilin kecil menyala di atasnya.
"Make a wish!" pinta Quinn yang langsung ia turuti dengan memejamkan mata khusyuk selama lebih dari tiga detik sebelum memadamkan api di atas lilin dalam sekali tiup.
Setelah acara tiup lilin singkat itu berakhir, keenamnya memilih untuk naik ke area lounge di lantai dua yang lebih sepi dan private dibandingkan dengan lantai bar atau lantai utama yang disewa Rae.
"Gimana? Dia ada ngirim sesuatu di grup gak?"
Mereka menggeleng bersamaan. Pesan terakhir yang terkirim di grup Summerville Hiking Club masih sama seperti saat hari pemakaman Gabriel.
"Atau personal message mungkin?" Noah menambahi.
Nael melempar ponsel ke atas meja dengan tampilan layar memperlihatkan kolom obrolan pribadinya dengan Gabriel. "Nothing's here."
"Tapi pesannya bisa dihapus kapan aja."
"Belle bener. Gimana caranya kita percaya kalau gitu?"
Quinn ikut melempar ponsel yang tampilannya sama seperti Nael. "Bisa aja belum. Dan siapa pun yang hapus pesan itu sekarang ... dia bakal ketahuan."
"Siapa tahu juga dia baru ngirim pesan itu sekarang."
Yssabelle menelan ludah. Mereka yang duduk melingkar sudah saling mengawasi satu sama lain. Ia tak berani barang sedikit pun memeriksa ponselnya sendiri yang mulai bergetar tanpa henti seolah seseorang tengah mengiriminya pesan tanpa jeda.
Yssabelle hampir menangis sangking takutnya. Ia ingin menenggak habis seluruh gelas anggur yang sengaja disajikan untuk mereka hari itu. Ia ingin mabuk sampai tak sadarkan diri detik itu juga. Kenapa harus dia?
Ponsel Noah, Willa, dan Rae menyusul di atas meja. Seluruh mata kini menatap Yssabelle---satu-satunya orang yang belum menyerahkan ponselnya.
Perempuan itu baru akan membuka kunci layar saat seorang laki-laki---yang ia tahu satu kelas dengan mereka---berlari menghampiri Rae. "Re, mending lo lihat deh ke bawah!" katanya dengan napas tersengal habis berlari.
Rae bertanya panik. "Kenapa?"
"Video lo."
Tak ada waktu untuk berlama-lama di sana, semua anak itu turun ke lantai bar untuk melihat apa yang terjadi.
Willa membekap mulutnya tak percaya melihat sebuah video yang ditampilkan melalui layar proyektor di tengah ruangan gelap yang hening. Seluruh kepala menoleh menyadari kedatangan Rae di ruangan itu, mulai berbisik-bisik kecil, menciptakan suara seperti dengungan lebah yang memuakkan.
"SIAPA YANG MUTER VIDEONYA?!"
"KELUAR LO BANGSAT!"
"ANJING!"
Dengan sigap Nael berlari ke pusat informasi untuk mencaritahu petugas mana yang memutar video itu, disusul Noah di belakangnya yang turut menemani laki-laki itu takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Quinn menenangkan Rae, sementara Willa masih berdiri di dekat Yssabelle yang masih belum tahu harus melakukan apa selain bernapas.
Pikiran Yssabelle masih tetap kosong sampai lampu-lampu dinyalakan, lalu Nael kembali dari pusat informasi bersama Noah dan seorang operator yang masih menunduk takut.
"BANGSAT!"
Rae langsung meninju wajah laki-laki berseragam karyawan Groovy Clues sebagai bentuk pelampiasan kemurkaannya terhadap insiden yang baru terjadi.
"Cukup, Re!"
"Gue bawa dia ke sini bukan buat lo pukulin kayak gini!" teriak Nael.
Kamera menyorot dari berbagai sisi. Quinn langsung menarik mereka naik ke lounge setelah menyuruh salah satu bartender di sana untuk menghubungi pihak keamanan, memintanya untuk segera membereskan kekacauan yang terjadi.
"Siapa yang nyuruh lo buat muter video itu?"
"S-saya beneran gak tahu, saya gak tahu apa-apa soal video itu."
Rae menjambak rambut laki-laki berusia dua puluh lima tahunan itu agar mendongak menatap matanya yang seperti pedang, siap menghunus siapa saja yang ia lihat dalam hitungan detik.
"Saya berani sumpah. Saya dari t-toilet dan video itu suda--argh."
Dua orang karyawan lain muncul dengan wajah yang tak kalah takut. Mereka seolah menyadari bahwa kesalahan memang berada di pihak mereka. Atasannya pasti akan marah besar setelah berita peristiwa ini sampai di telinganya. "Maaf Tuan Rae, CCTV kami diretas dan seluruh videonya hilang tanpa sisa." Habis sudah semuanya tak tersisa, termasuk riwayat kedua pemuda yang baru akan mencicipi usia tiga puluh tahunan itu.
"Bodoh!" Nael ikut memaki. "Ini tempat besar, loh. Kenapa sistem keamanannya sama sekali gak ada!"
Quinn angkat bicara lagi setelah beberapa waktu perempuan bergaun lengan sabrina itu hanya diam menyimak perdebatan teman-temannya. "Gini aja deh, kita gak mau tahu gimana caranya kalian harus dapatin rekaman CCTV itu lagi. Sebagai gantinya kita gak akan laporin kejadian ini ke polisi dan kita gak akan menuntut apa pun dari tempat ini."
"Quinn, lo yakin?"
Perempuan itu mengangguk tenang. "Berurusan dengan polisi itu merepotkan. Gak akan ada hasilnya."
Di sela negosiasi itu, Yssabelle---yang sudah mulai merasakan nyawanya kembali---diam-diam mengintip ponsel yang menampilkan lebih dari sepuluh panggilan tak terjawab dari Zara. Kiar menghubunginya beberapa menit lalu, namun sama-sama terabaikan. Dengan bergetar jemarinya menyentuh kolom obrolan pribadinya dengan Gabriel. Sebanyak lima pesan baru, muncul menyusul pesan-pesan sebelumnya.
'Hi, Yssabelle!'
'Is it the most beautiful surprise you've ever had?'
'Thank me later, girl'
'Itu cuma hadiah kecil buat cewek PENGKHIANAT kayak lo.'
'I miss you, as always'
Yssabelle langsung membalik benda persegi itu di atas pangkuan. Apa? Dia harus bagaimana?
***
Bekasi, 20 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Killed My G? (END)
Mystery / ThrillerMenghilangnya Gabriel di akhir waktu liburan semester menjadi mimpi buruk bagi teman-teman terdekatnya. Quinn, Noah, Nael, Willa, Belle, dan Rae harus merelakan kepergian sahabat mereka sekaligus menjadi buronan polisi atas meninggalnya Gabriella S...