19

359 39 13
                                    


Tidak ada tanggapan dari Dominica. Prajurit wanita itu hanya diam. Panglima Lee tidak memaksa Dominica untuk menanggapi perkataannya. Panglima hanya ingin membuatnya tahu apa yang dirasakan olehnya. Ia ingin membuatnya tahu bahwa putri melekat di pikirannya, bahwa ada seseorang yang memenuhinya. Pancingan sekilas, tetapi dalam wujud Dominica, Panglima Lee memahami posisinya.

Panglima Lee dan Dominica hanya duduk di pinggir tebing dalam hening. Berkutat dengan pikiran masing-masing, menikmati pemandangan masing-masing. 

Panglima Lee menengok pada Dominica. Ia melihatnya dan berkata, "Kau tidak membawa pedangmu." Dominica mengangguk. "Tidak biasanya," ucap Panglima Lee.

Dominica biasa membawa pedangnya ke manapun. Ia selalu berjaga dan waspada. Namun, malam ini Panglima Lee melihatnya tanpa alat tarung itu. Tidak masalah, hanya saja terasa kurang lengkap.

"Kau mempercayaiku?" tanya Panglima Lee.

"Dalam hal apa?" tanya Dominica.

"Keselamatan dirimu?"

"Aku percaya diriku."

Panglima menatap Dominica. Jawaban Dominica membuatnya tersenyum.

Hening berlangsung lagi. Dalam keheningan itu, Panglima Lee teringat informasi bahwa cara bertarung orang Clanden memengaruhi pembentukan pasukan Cierro.

"Kau tahu, Dominica, aku mendengar bahwa Pasukan Cierro dari Turquoye Clandestine. Cara bertarungnya," ucap Panglima Lee. Dominica menengok padanya dan mengangguk, tetapi karena tidak ada tanggapan, panglima lanjut bertanya, "Apakah kau pernah bertugas di sana?"

"Maaf, Panglima Lee, aku tidak bisa mengatakan apapun terkait penugasan Pasukan Cierro."

"Tetap penuh rahasia, huh?" ucap Panglima Lee sambil sedikit terkekeh.

Dominica menunduk, menyampaikan permintaan maafnya karena tidak bisa menjawab pertanyaan panglima. Semua terkait dengan kegiatan pasukan Cierro tidak boleh didiskusikan atau dibicarakan dengan orang asing.

"Tidak apa-apa. Aku paham," ucap Panglima Lee.

Hening terjadi sejenak sebelum Panglima Lee bangkit berdiri.

Panglima Lee tiba-tiba menghunuskan pedangnya. Di saat itu juga, Dominica dengan cepat berdiri dan memberi jarak sekitar tiga meter dari panglima. "Apa yang ingin Anda lakukan, Panglima?" tanya Dominica dengan waspada.

Panglima Lee tidak menjawab. Ia mulai melangkah ke sisi kanan dengan pedang yang teracung pada Dominica. Panglima Lee melangkah membentuk lengkungan. 

Dominica melangkahkan kaki untuk memberi jarak. Tangan kanan Dominica masuk ke dalam mantel dan meraih ke suatu sisi di tubuhnya, masuk ke dalam pakaian yang dikenakan. Ia menggenggam belati yang tersimpan di pakaiannya. Meski belum ditunjukkan, Panglima Lee sudah menduga Dominica sudah bersiap jikalau ia menyerang.

"Kau mau bertarung?" tanya Panglima Lee.

"Ini bukan waktunya bertarung," ucap Dominica.

"Kita bisa bertarung kapan saja."

"Ini bukan latihan."

"Aku ingin menyerangmu."

"Aku menyarankan kembali." 

"Kau takut?" tanya Panglima Lee. Ia menaikkan sebelah alisnya.

"Tidak."

"Lantas?"

"Aku hanya merasa bahwa ini tidak perlu. Jika Anda ingin bertarung, Anda bisa melakukannya besok."

"Kenapa? Apa gelap membuat keahlianmu turun?"

Empat KerajaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang