21

439 37 24
                                    


Sekembalinya ke perkemahan, Panglima Lee melihat keadaan prajurit-prajuritnya. Banyak yang kembali dalam keadaan terluka. Ia menanyakan kabar mereka dan memberikan apresiasi. Ia harus memberikan dukungan kepada mereka dan menunjukkan bahwa mereka kuat. Panglima Lee berseru bahwa besok mereka akan meraih kemenangan.

Panglima Lee pergi ke dalam sebuah tenda besar. Tenda tersebut adalah tenda untuk berunding. Para petinggi berkumpul dan mendiskusikan perang yang telah berlangsung dan memantapkan strategi untuk keesokan harinya, hari kemenangan mereka.

.


Chenle mengira pelatihan yang akan didapatkannya akan berlangsung di dalam wastu pangeran, tetapi ia salah. Chenle diantarkan ke suatu tempat, yang merupakan tempat peresmian gelarnya nanti. Sepanjang perjalanan, Chenle memperhatikan pemandangan di luar jendela kereta kencana. Perjalanannya ternyata cukup jauh.

Pemandangan alam yang umumnya berupa hamparan rumput dan kebun berubah menjadi pohon-pohon tinggi. Pepohonan itu tidak ada yang menarik bagi Chenle, tetapi ia kembali teringat pada saat dirinya bebas. Dahulu, ia bisa bermain dan tertawa sepuasnya di dalam hutan bersama saudara-saudaranya. Mengingat itu membuat Chenle sedih. Pelayan yang berada satu kereta dengannya menanyakan ada apakah gerangan, tetapi Chenle menggeleng dan berkata tidak ada apa-apa.


.

Pertempuran berlangsung sengit. Meskipun sudah kalah jumlah, pasukan Kerajaan Crypton tetap terus berusaha. Cahaya kemenangan sudah bisa dilihat pasukan Kerajaan Soverlyon, tetapi musuh belum bisa dinyatakan kalah.


Pepohonan tinggi lambat laun berkurang. Kereta kencana melewati lahan terbuka lagi. Namun, tak lama kemudian mulai ada bangunan. Pelayan melihat antusiasme Chenle. Ia berkata, "Anda telah berada di kota, Nyonya. Tidak lama lagi Anda sampai."

"Apakah dia ada di sana?"

Pelayan menangkap maksud Chenle, tetapi ia tidak bisa membenarkan pikirannya begitu saja. "Maaf, Nyonya, apakah maksud Nyonya adalah Pangeran?" tanya pelayan.

"Ya. Siapa lagi? Aku hanya mengenal dia di sini," jawab Chenle.

Pelayan membungkuk. "Nyonya, maafkan saya, tetapi tolong gunakan panggilan kehormatan kepada Pangeran."

"Haruskah?"

Pelayan membungkuk. "Harus, Nyonya. Itu termasuk etika dasar."

"Bagaimana aku harus memanggilnya?" tanya Chenle. Ia ingat ia pernah diterangkan mengenai cara memanggil orang-orang dalam situasi tertentu. Namun, ia tidak mengingatnya karena ia tidak hafal kombinasinya. Terlalu banyak untuknya.

"Ketika Nyonya ingin memanggil Pangeran di dalam suatu acara, contohnya seperti peresmian gelar Nyonya nanti, Nyonya memanggil Pangeran dengan sebutan Marquess. Seperti itu pula Pangeran akan memanggil Nyonya, Marchioness, karena Nyonya adalah istri Pangeran."

"Tapi dia menyuruhku memanggilnya 'suamiku'," sanggah Chenle. Namun, ia agak enggan saat menyebut kata 'suamiku'.

Pelayan menunduk. "Maaf, Nyonya, itu adalah panggilan intim ketika Nyonya berbincang dengan Pangeran."

"Maksudnya?" tanya Chenle.

Pelayan tetap menunduk. "Maksudnya, panggilan itu hanya Nyonya gunakan ketika Nyonya dan Pangeran berdua saja."

"Tapi dia menyuruhku," Chenle teringat kata-kata pelayan sebelumnya jadi ia meralat ucapannya, "Marquess menyuruhku memanggilnya seperti itu juga ketika ada kalian?"

Empat KerajaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang