[Sebuah Surat]

144 62 3
                                    

Kembali ke sekolah, keesokan harinya Shelin duduk dengan raut wajah bingung, ia celingak-celinguk melihat ke arah pintu terus-menerus, entah apa yang sedang ditunggu olehnya, tak biasanya ia terlihat seperti itu. Shelin selalu pergi sekolah dengan wajah yang ceria, ia selalu bersemangat ketika disekolah, namun berbeda dengan hari ini ketika teman-temannya datang bahkan ia masih terlihat murung, Naya dan Dean pun sampai terheran heran dengan sikap Shelin.

Pukul 07.30.

Yang artinya, pelajaran kini sudah dimulai, Shelin menoleh ke arah meja di mana Bryan duduk. Tak ada tanda tanda laki laki itu akan sekolah hari ini, wali kelas menyebutkan kalau Bryan sedang sakit, jadi ia izin untuk tidak masuk sekolah dalam beberapa hari.

"Semangat dikit dong Shel, Bryan cuma sakit gak meninggal" kata Naya mengguraui Shelin.

"Diem ah, gue lagi gak mood buat becanda, ntar kalau Bryan kenapa-kenapa gimana?"

"Shel, Bryan gak bakal kenap," Naya tidak jadi berbicara ketika guru olahraga tiba tiba berdiri didepan pintu.

"Permisi, dikelas ini ada yang namanya Bryan Abimdakusuma?" Ucap guru olahraga itu yang ternyata mencari Bryan.

"Gak masuk pak, dia sakit" Feby dengan lantang memberi tahu kepada guru itu.

"Ada yang tau rumahnya, atau yang rumahnya dekat? Bapak mau nitip surat buat dia" sambung guru olahraga itu.

Naya yang memang tahu rumah Bryan menghampiri lalu mengambil surat yang akan diberikan kepada Bryan, dengan wajah tersenyum pula Naya memberikan surat itu kepada Shelin "nih buat lo, ntar kita antar ke rumah Bryan, gak usah sedihhsedih" Naya memang sahabat yang pengertian.

"Siapa juga yang sedih" Shelin tersenyum singkat kepada Naya dan Dean.

Sepulang sekolah Naya dan Shelin mengantarkan surat untuk Bryan tadi, mereka mengendarai motor menuju rumah Bryan. Sampai di depan pintu rumah laki-laki itu, Shelin tidak berani masuk kedalam, ia mengajak Naya untuk masuk bersama-sama.

Mereka berdiri di pintu samping rumah itu dan bertemu dengan nenek-nenek yang sedang menyetrika pakaian.

"Permisi nek Bryan nya ada?" Naya bertanya.

"Kayaknya tidur, ada perlu apa ya?"

"Ini ada titipan surat dari gurunya, keknya tentang lomba gitu hehe" Terang Naya.

"Terima kasih ya, kalian guru?" Nenek itu tiba tiba bertanya random.

"Murid Nek" sahut mereka bersamaan.

Tak lama disana, Shelin dan Naya langsung pulang ke rumah masing-masing, karena hari juga sudah hampir magrib.

***

Di kamarnya, perasaan khawatir terus menghantui Shelin, walaupun ia sudah pergi ke rumah Bryan, ia masih tetap cemas, apalagi tadi ia tidak bertemu Bryan sama sekali.

"Aduh pengen ngucapin cepet sembuh, tapi ntar ketauan banget khawatirnya, gimana ya?"

Shelin bingung dan berusaha mencari cara, bagaimana agar dirinya bisa mengungkapkan rasa khawatirnya itu tapi tak secara langsung.

"Gue harus pake cara ini sih biar aman" Shelin menemukan sebuah video, dimana dalam video itu ada seseorang idol korea kesukaannya yang sedang melakukan latihan boxing.

Ia menyimpan video tersebut lalu meng-upload nya di WhatsApp Status, dengan captions 'gws my heart' berharap semoga Bryan peka, kalau video itu untuk dirinya.

Belum ada satu menit meng-upload video tersebut, Bryan menjadi orang pertama yang melihatnya. Shelin yang tahu pun begitu senang, ia sampai meloncat-loncat di tempat tidur.

"Astagaaa orang pertama dong, uhuyy tepat sasaran" Shelin begitu bahagia dengan moment yang sebenernya bisa saja kebetulan.

Tapi itu bukan hal penting, yang terpenting sekarang baginya adalah mendoakan supaya Bryan lekas sembuh dan bisa kembali bertemu dengannya di sekolah.

Kenapa Shelin begitu menghawatirkan keadaan Bryan? Apakah Shelin memang menaruh perasaan lebih untuk laki-laki dengan sikap dingin itu?

***

Sementara itu, Bryan yang sedang sakit duduk ditempat tidurnya. Lampu yang terang dengan nuansa dinding putih itu membuat kamarnya terkesan mewah. Bryan terlihat sibuk dengan layar handphone-nya, ternyata ia melihat vidio yang diposting oleh Shelina beberapa detik lalu. Senyum Bryan terukir manis di wajah pucatnya, Entah perasaan apa yang datang namun Bryan merasa senang dengan caption dipostingan itu.

Anak yang peka ini tentu saja tahu jika video itu tertuju untuknya, sebab belakangan ini Shelin juga bersikap berbeda terhadap dirinya.

"Nih anak mau ngucapin gws aja gengsi" Bryan terkekeh.

"Tok tok tok"

Suara pintu kamar di ketuk dari luar.

"Iya masuk aja" Sahut Bryan sembari menaruh handphone-nya diatas kasur.

Pintu itu perlahan mulai terbuka, menunjukan perempuan paruh bayah yang sedang berjalan menghampiri Bryan, perempuan itu tak lain adalah ibunya.

"Abang, gimana badannya? Udah mendingan?" Tanya ibu Bryan sambil duduk ditepi kasur.

"Udah Ma, aku gak kenapa napa kok. Ini cuma kecapean doang abis latihan hari selasa kemaren" Bryan meyakinkan ibunya, ia tak ingin membuat orang tersayangnya merasa khawatir.

"Yaudah, kalau gitu kamu istirahat terus obatnya diminum dulu sebelum tidur. Ini mama mau kasih surat dari sekolah buat kamu, tadi kata bibi ada temen kamu yang anterin" Jelasnya sembari memberikan kertas putih itu.

"Ada yang anterin? Siapa? Juan apa Gilang, Ma? Kok gak masuk dulu sih tapi"

"Bukan. Katanya perempuan, berdua" Sahut sang Ibu.

"Ciri cirinya gimana ma?"

"Kepo kamu ya" Godanya.

"Bukan gitu, siapa tau Feby. Kalau tau orangnya kan enak ngucapin makasih"

"Orangnya mama gak kenal. Tapi ciri-cirinya kalau gak salah kata bibi, emm...yang satunya pendek yang satunya tinggi terus anaknya manis, sama rambutnya sebahu, satunya lagi pake hijab"

"Gak kenal Ma. Feby pake hijab, tapi temennya juga pake semua"

"Gak usah dipikirin, yang penting anaknya udah baik mau anter surat ini ke rumah. Yaudah mama mau tidur dulu ya, good night" Ibu Bryan kemudian beranjak meninggalkan kamar.

"Night to, Mom"

'Keknya gue tau' Batin Bryan.

***

Makasih udah baca, jangan lupa votingnya

Kita Dan Putaran Waktu  [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang