Happy reading and enjoy! 💗
>>>
Tubuh Nea dipaksa berdiri dan diajak berjalan dengan tempo cepat menuju kooridor ujung. Semakin sini semakin gelap. Pasalnya jarang sekali siswa-siswi melewati kooridor ini.
Jantung Nea berdegup kencang seraya keringat membanjiri pelipisnya. Terlebih saat diujung sana ada seseorang yang berdiri memandangi dirinya dan Lovysa yang menarik tangannya.
Nea memicingkan matanya. Ia ragu-ragu untuk maju berjalan dan bahkan saat ini lengannya sudah mencengkram kuat.
"Hantu itu Kak!" Nea melepaskan cengkraman kuat itu dan berlari secepat kilat dari area gelap itu.
Sepanjang kooriodor itu dia berteriak lantang. Untungnya ini masih jam istirahat.
"Udah ga usah dikejar, Sa," ucap Abizar menghampiri Lovysa.
Dahi Lovysa berkerut menyatu, "Tapi kan katanya lo mau bilang sesuatu."
"Lain kali aja." Abizar melenggang pergi meninggalkan Lovysa seorang diri.
***
Ketakutan yang membuat Nea mendadak jadi lupa peta sekolah. Ia berhenti, melihat ke belakang harap-harap cemas jika sampai Lovysa mengejarnya.
Dirasa tidak ada yang membuntutinya mata Nea menelisik kesana-kemari. Astaga, dia di kooridor kelas IPA. Nea membalikkan badan akan tetapi jalannya terhenti saat mendengar obrolan samar-samar di dalam ruang kelas yang ia lewati.
"Ya, makanya gue ngelakuin itu. Mending lo pada ikutin apa kata gue sekarang."
Nea mendekatkan telinganya pada pintu kelas yang tertutup tetapi masih terlihat sedikit celah. Seseorang baru saja mengakui kejahatan yang begitu terdengar jelas di kedua telinga Nea.
Tanpa basa-basi Nea membuka pintu dan menatap sengit pada orang yang kini menatapnya terkejut.
Ada yang menganga, menggigit bibir dan menutup mulutnya.
"Oh, ternyata elo yang racunin jualan gue." Nea maju mendorong bahu Sifa.
Tangan Nea terkepal, gatal sekali ingin melayangkan pukulan diwajah Sifa.
Sifa berlagak seolah tak terjadi apa-apa. Dilihatnya membuat Nea yakin kalau Sifa tengah ketakutan.
"Lo kesini mau pansos? Pergi sana dasar tukang racun." Sifa menggerlingkan matanya untuk menutupi kegugupannya.
Teman-teman Sifa tertawa mengejek. Hal itu membuat Nea mengambil ancang-ancang dan ...
"WOY! BABI LEPASIN!" Sifa menjerit kesakitan karena rambutnya yang dijambak kuat oleh Nea.
"Ini semua gara-gara lo!" Emosi Nea meluap di atas kepalanya membuat tubuhnya memanas.
Sifa tidak ingin kalah. Gadis itu menjambak balik rambut Nea. Hatinya terus menggerutu sebab teman-temannya malah menonton layaknya nonton sirkus.
"Lepas, Nea!"
"Lo dulu yang lepas!"
Tubuh keduanya terseret keluar kelas. Mengejutkan semua orang yang berlalu lalang di istirahat pertama ini.
Tidak ada yang ingin melepaskan lebih dulu. Nea yang tak bisa mengontrol emosinya semakin kuat menarik membuat Sifa menjerit kesakitan.
"Nea! Sifa! Berhenti kalian!"
Suara yang dikenal cempreng itu adalah Bu Citra guru Bk. Genggaman tangan Nea dan Sifa perlahan melonggar. Tampilannya sudah seperti orang gila.
Cepu lo bangsat!
Lengan Nea terkepal kuat sembari dadanya naik turun saat Bu Citra menghampiri dengan siswi yang ia ketahui teman kelasnya Sifa.
Matanya beralih menatap telapak tangannya yang sudah memerah dan terdapat helaian rambut Sifa.
"Mama, rambut aku rontok!" Sifa meraba-raba rambutnya tak lupa melayangkan tatapan tajam ke arah Nea.
"Kalian berdua ikut ke ruang BK. Sekarang!" Bu Citra membalikkan badan, berjalan lebih dulu dengan diikuti Nea dan Sifa yang masih enggan untuk berdekatan.
***
"Dia bu yang udah racunin jualan, Saya."
Nea menatap sinis pada Sifa yang duduk di seberangnya. Sifa, gadis itu sibuk membenarkan jepitan pita yang selalu bertengger di kepalanya.
"Sifa nggak tahu apa-apa, Bu." Sifa menatap serius pada Bu Citra kemudian mengalihkan tatapannya pada Nea dengan tajam. "Dasar lo pansos mitnah gue!"
"Lah? Malah ngatain. Udah ngaku aja emang elo'kan yang udah racunin sambal gue?"desak Nea tidak tahan.
"Heh! Emang ada buktinya?" tanya Sifa semakin menantang.
Bu citra yang mulai mencium aroma peperangan, seketika cepat menetralkan situasi.
"Tunggu, Ibu sempat mendengar rumor seminggu yang lalu, katanya kamu yang racunin anak-anak Nevada?"
Nea dengan cepat menggeleng kuat, "Nggak mungkin atuh, Bu. Untungnya buat saya apa coba?"
Bu Citra menghela napas pelan. Mulai beranjak dari tempat duduknya. "Yasudah, Ibu akan hubungi orangtua kalian masing-mas-"
"Jangan, Bu!" Sifa menahan pergelangan tangan Bu Citra dengan tatapan iba. Membuat Bu Citra kembali ke posisinya.
Sebenarnya Nea boleh-boleh saja karena dirinya tidak merasa melakukan hal tersebut. Akan lebih baik Lita dan orangtua Sifa mengetahui.
"Kenapa? Dari kalian saja tidak ada yang ingin jujur tentang hal ini. Apa lebih baik jujur di hadapan ortu kalian saja? Jelaskan semuanya nanti," ucap Bu Citra dengan lugas.
Gawat, kalau sampe bokap, nyokap gue tau. Bisa-bisa mereka nyabut semua fasilitas yang udah mereka kasih. Termasuk apartemen yang baru gue tempatin sebulan.
Dengan malu dan terpaksa Sifa membuka suara, "Oke, iya. Gue yang udah racunin jualan lo."
Nea beranjak dari tempat duduknya dengan wajah merah padam.
"Nea, duduk. Dengar dulu alasan Sifa kenapa melakukannya," perintah Bu Citra membuat Nea terduduk.
"Karena saya iri sama Nea, Bu."
Mata bening Nea berkaca-kaca, "Apa yang diiriin dari gue Sif?"
Sifa akhirnya berani menatap Nea, "Gue iri karena lo bisa percaya diri di depan semua orang, lo dapet perhatian lebih dari semua orang di sekolah ini. Dan asal lo tahu, Ibu gue sering nanya ke Mama Lita, disitu gue selalu dibanding-bandingin, Nea."
Nea yang mendengar itu tertegun. Otaknya memutar kembali pada masa SMP yang dimana Sifa mulai menjauhi Nea, karena pada saat itu Nea yang selalu mendapat pujian di kelas. Nea siswi paling aktif dan rajin, sementara Sifa siswi pendiam.
Dari awal situlah Sifa menjaga jarak dengan memutus tali persahabatan. Tetapi tidak dengan komunikasi kedua orangtuanya yang masih berjalan baik.
"Jadi karena itu sampe-sampe lo hancurin nama baik gue di sekolah ini? Gila lo!" Nea memalingkan tatapannya dan tertawa sumbang.
"Baik, sudah jelas. Tanpa basi-basi lagi ibu beri hukuman untuk kalian berdua," final Bu Citra tanpa di komentar oleh Nea dan Sifa.
- To be continued -
Terimakasih sudah membaca dan meluangkan waktunya 💗
° Sabtu 20 Januari 2024.°
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I'm not romantic
Roman pour Adolescents[1] Sorry, I'm not romantic a story by : risfaazzahra Nea adalah seorang gadis yang tergila-gila dengan karakter tokoh fiksi. Setelah dirinya mengenal sebuah novel romantis. Hobinya yang terus menerus ia lakukan menjadi memiliki keinginan untuk mem...