Happy reading n enjoy! 💗
>>>
Menit ke menit sudah berlalu. Cowok yang belum sempat makan siang ini tidak bergeming. Sudah lebih dari 1 jam ia menunggu seseorang di depan kosan yang sepi tidak ada siapa-siapa.
Fikri berusaha berkali-kali menelpon Reigan tapi tidak diangkat. Mengirim pesan juga tidak ada balasan. Hingga suara familiar mengejutkan dirinya.
"Woy! Fik? Ngapain?" Reigan berjalan melangkah. Cowok itu sudah berpakaian kaos biasa dan celana levis.
Begitu kedua jaraknya hampir dekat, Fikri dengan gerakan cepat berhasil mendaratkan pukulan mentah di rahang Reigan.
Reigan meringis sakit. Menatap tidak percaya ke arah temannya itu.
"Maksud lo apa anjing?!" Reigan berteriak sambil mencengkram kuat kerah baju Fikri.
Inilah. Ini tujuan Fikri datang kesini untuk menunjukkan sisi dari sifat lain seorang Reigan.
Fikri tidak takut ditatap seperti itu. Tatapannya bahkan sudah setajam elang. Ia tidak banyak bicara, dengan gesit Fikri menendang perut Reigan agar cowok itu tidak mencekik lehernya.
Saat Reigan akan bangun, Fikri langsung menahannya dengan menindihnya. "Lo udah nyakitin Nea, sadar ga lo?!" tangannya mencengkram balik kerah Reigan.
Fikri terus melayangkan bogeman di wajah mulus Reigan tanpa ampun. Hingga hidung Reigan mengeluarkan cairan merah.
Reigan tidak diam, dia balas pukulan yang mendarat sempurna di sekitar pipi Fikri.
Keduanya semakin membabi buta. Bukan lagi saatnya mereka sahabat. Fikri maupun Reigan sama-sama dikuasai amarahnya.
Hingga keduanya lemas dan juga nafas memburu terdengar.
Fikri menunjuk Reigan seraya jongkok. "Gue peringatin sekali lagi. Nea bukan mainan yang bisa lo mainin sesuka lo! Kalau emang lo udah nggak cinta, putusin dia!" Fikri menendang Reigan yang terkapar di teras sana sebelum akhirnya pergi meninggalkan.
***
"Assalamualaikum." Fikri melongos masuk ke dalam rumah yang dimana Fridda sudah pulang menunggu di ruang makan.
Melihat anaknya yang menunduk Fridda sedikit curiga.
Saat Fikri akan mengambil air dingin, Fridda menghadangnya. "Gustiii, kunaon eta wajah kamu Fikri???"
"Dicium." Fikri menyunggingkan senyuman sekilas.
Kedua bola mata Fridda makin melebar. Ia beralih posisi membiarkan anaknya itu mengambil air es.
Fridda memutar bahu Fikri untuk menghadapnya. Saking khawatirnya. Wanita yang berusia kepala empat itu menatap selidik ke arah Fikri. "Kamu teh nya mun ditanya sok tara bener!"
Fridda melipat-lipat lengan baju panjangnya, "Mana orangnya?! Sini, biar Mama balas."
Fikri pergi mengabaikan ocehan Mamanya itu. Lucu dan berisik. Cowok itu ingin istirahat.
Mamanya itu menggeleng-gelengkan wajahnya. Mengambil ponsel yang tersimpan di atas meja makan.
"Halo? Ini temennya Fikri bukan?"
"Eh, iyaa bu. Saya Fathir."
"Ini si Fikri kenapa mukanya memar? kalian berantem?"
"Kena pelet itu mah, Bu."
"Pelet?"
Disebrang sana Fathir cekikikan tidak jelas.
Sontak Fridda mematikan ponselnya langsung. Kenapa anak zaman sekarang ditanya kemana dijawabnya kemana. Hadeuhhh.
- To be continued -
Terimakasih sudah membaca dan meluangkan waktunya 💗
komen apapun di sini ✌
° Minggu 07 Juli 2024.°
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I'm not romantic
Ficção Adolescente[1] Sorry, I'm not romantic a story by : risfaazzahra Nea adalah seorang gadis yang tergila-gila dengan karakter tokoh fiksi. Setelah dirinya mengenal sebuah novel romantis. Hobinya yang terus menerus ia lakukan menjadi memiliki keinginan untuk mem...