CHAPTER 23 : °Date with strangers°

65 14 3
                                    

Happy reading n enjoy! 💗

>>>


"Yaudah, Ma Fikri mau nurutin kemauan Mama." Fikri memasuki kamar Fridda dengan tampang lesu. Dihampirinya Fridda tengah terbaring.

Dia terpaksa setuju kemauan Fridda. Mengingat sepulang sekolah melihat Lovysa yang dekat dengan orang lain menjadi alasan kuat kalau cewek itu dekat dengan yang lain kenapa dirinya tidak?

Mamanya tersenyum senang dan segera menghubungi pelanggannya yang seorang bandar makaroni bantet. Tanpa peduli dengan sakitnya, Mama dan Tante yang akan jadi besan nantinya menyiapkan tempat untuk pertemuan kedua anaknya.

Untuk yang kedua kali Fikri sama sekali tidak mencurigai Mamanya. Kalau Mamanya itu sudah sembuh dari sakit kepala.

Fikri penasaran pada cewek yang dimaksud Mama malam ini. Apa sesuai dengan kriteria yang selama ini Fikri inginkan. Jika memang cocok dan pas di hati maka Fikri akan memutuskan lebih lanjut. Mengenal lebih jauh tentang gadis itu misalnya.

Dengan memakai kemeja yang sedikit formal tidak lupa menyemprot parfum yang selalu Fikri pakai. Cowok itu memakai helm dan mengendarai motor vesmet kesayangannya.

Tepat berhenti di sebuah kafe yang sesuai diberitahu oleh Mama, Fikri masuk. Suasana kafe yang terkesan aesthetic dengan lampu temaram menganggantung di atas jendela kaca. Fikri memilih menunggu di sudut kafe yang sisinya terdapat jendela transparan.

Tak lama suara ketukan hak sepatu terdengar ke arahnya yang semakin mendekat. Fikri lantas mendongak, menatap seorang gadis yang tersenyum. Blash on merah muda itu nampak cocok sekali dengan wajah cantiknya yang berhasil disulap make-up.

"Kamu anaknya Tante Fridda, bukan?" tanya perempuan berambut galing bawahnya.

Fikri mengangguk seraya berdeham. Mencoba tenang dan tidak gugup.

"Silakan duduk," suruh Fikri sopan, "Mau pesan kopi apa?" Fikri belum memesan apapun. Alhasil di atas meja di depannya hanya ada asbak kosong dan vas bunga kecil.

Perempuan itu tidak menghentikan senyumannya sambil terus menatap Fikri. Merasa risi dengan itu Fikri mengangkat sebelah alisnya tanda bertanya.

"Ah, iya lupa. Gue Aisha. Lo?" Aisha mengulurkan tangan kanannya lebih dulu.

"Fikri," balas Fikri seraya menjabat lengan perempuan itu.

Kembali menghening hanya suara berisik pengunjung kafe yang kini kian ramai.

"Denger cerita dari Mama, nih, lo masih sekolah ya?" tanya Aisha penasaran.

Fikri mengangguk, "Lo sendiri?"

Aisha membenarkan rambutnya kebelakang, "Gue baru masuk semester jurusan Sastra China. And ternyata lo lebih muda dari gue, ya."

"Sastra China, tuh nanti lulusnya jadi apa?" tanya Fikri penasaran.

"Jadi barongsai," Aisha membalasnya dengan jokes. Hal itu sukses membuat keduanya tetawa. "Sorry I'm just kidding."

Sengaja biar suasananya enggak terlalu akward banget.

Fikri kembali dengan serius setelah beberapa detik tertawa geli dan tatapannya tak luput dari perempuan itu. Dilihat dari cara berpenampilan perempuan itu terlihat anggun, dewasa dan berkelas. Oh, jangan lewatkan kedua matanya yang sedikit sipit dari balik kacamata yang Aisha pakai. Fikri dapat menabaj jika perempuan itu keturunan China.

Tapi, sebelum melanjutkan lebih jauh Fikri mengobrol ringan hingga tiba pukul sembilan malam. Fikri sempat menawarkan untuk mengantarkan Aisha akan tetapi Aisha menolaknya karena ia membawa mobil sendiri. Lagipula pulang ke rumah keduanya saling melawan arah.

- To be continued -

Terimakasih sudah membaca dan meluangkan waktunya. 💗

JANGAN LUPA SPAM KOMEN APAPUN DI SINI, GAIS!

° Senin 05 Februari 2024. °

Sorry, I'm not romantic Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang