Happy reading n enjoy! 💗
>>>
"Jamet, rumah lo dimana?" tanya Fikri dari balik helmnya.
Nea yang duduk di belakangnya tidak mendengar. Ia sedang fokus mengatur detak jantungnya yang dua kali lebih cepat dari biasanya.
"Heh! Tukang gorengan!"
Barulah, Nea sadar saat dipanggil seperti itu oleh Fikri.
"Ap-apa?" Neaa tak bisa menyembunyikan kegugupannya.
"Rumah lo dimana?" tanya Fikri sekali lagi. Masih sedikit kesal.
Nea menggulum senyum, "Rumah gue'kan kamu Kak."
Fikri mengerem mendadak, membuat Nea hampir memeluk cowok itu.
"Bercanda, Kak. Jangan turunin gue, ya. Rumah gue di perumahan Puri." Nea bisa melihat dari kaca spion kerutan dikening Fikri makin kentara.
Setelah beberapa menit dalam perjalanan, Fikri menyuruh Nea turun di gerbang perumahan.
"Makasih, ya Kak Fiksi buat hari ini. Kakak udah nolongin gue."
Fikri pergi tanpa banyak bicara. Sebenarnya Fikri sudah dua kali tidak sengaja melihat Abizar yang menganggu Nea.
Pertama di perpus dan kedua tadi di tepi jalan. Ia harap dengan sedikit iba pada Nea, Fikri bisa menebus kesalahannya.
***
Fikri memarkirkan motor di halaman rumah. Dengan malas dirinya berjalan menuju pintu dimana seseorang sudah menunggu.
"Fik, aku mau ngelurusin sama ngejelasin permasalahan yang kemarin. Kamu ada waktu'kan?" Lovysa menatap penuh harap pada Fikri yang akan membuka pintu rumah.
"Apa yang mau dijelasin lagi, Sa? Semuanya udah jelas," ucap Fikri dingin.
Lovysa tertawa sekilas, "Jangan seolah-olah kamu yang tersakiti, Fik. Harusnya aku."
Lovysa maju mendekat, menatap Fikri semakin berani. "Panji, dia pacar aku sekarang."
Fikri yag mendengar itu hatinya mencelos. Sebisa mungkin dia menyembunyikan rasa kecewanya. "Udah lama? Selamat, ya. Saya ikut seneng."
Mendengar kata 'saya' kedua mata Lovysa berkaca-kaca. Selama ini Lovysa membantu berusaha Fikri untuk berbicara aku-kamu. Tetapi semuanya kembali seperti awal mula.
"Maaf, aku lebih pilih dia, Fik. Aku udah capek nunggu kamu, aku udah cape digantung terus sama kamu. Aku sebagai perempuan butuh penjelasan tentang hubungan kita tuh, sebenarnya apa?"
Fikri menarik napas panjang, lalu berpikir. "Hubungan kita sebatas teman aja'kan?"
Lovysa mengepalkan tangannya. Dugaannya benar. Selama ini Fikri menganggapnya hanya sebagai teman. Tidak lebih. Tidak kurang.
Setidaknya ucapan itu keluar langsung dari mulut Fikri. Lovysa tidak mau di cap sebagai wanita yang berpaling begitu saja pada pria lain.
Kedua pipi Lovysa makin basah, pikirannya bercampur aduk.
"Tunggu sebentar." Fikri masuk ke dalam mengambil sesuatu. Tidak lama ia keluar membawa tote bag.
"Ini hadiah yang kamu kasih buat saya. Saya kembaliin, belum dipakai sama sekali, label harganya pun masih ada. Kamu kasih aja ke yang lebih membutuhkan."
Lovysa menerimanya yang dipaksa begitu oleh Fikri. "Tap--"
"Saya minta maaf untuk segala sikap saya yang selama ini buat kamu sakit hati. Saya sadar, saya ini pecundang, bahkan saya enggak bisa menyampaikan rasa suka saya sama kamu. Sekali lagi, Maaf Lovysa."
Fikri mengusap bahu Lovysa yang bergetar; menundukkan kepala. Lovysa hanya bisa menyembunyikan tangisannya yang semakin deras.
- To be continued -
Hola, gengsss! Semoga kalian sehat dan bahagia selalu yaaaa✊
Koment apapun di sini :
Terimakasih sudah membaca dan meluangkan waktunya 💗
° Rabu 06 Maret 2024. °
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I'm not romantic
Fiksi Remaja[1] Sorry, I'm not romantic a story by : risfaazzahra Nea adalah seorang gadis yang tergila-gila dengan karakter tokoh fiksi. Setelah dirinya mengenal sebuah novel romantis. Hobinya yang terus menerus ia lakukan menjadi memiliki keinginan untuk mem...