11 ^/^

1.1K 82 2
                                    

Pilihanku sudah benar. Batin Sara berkata tegas.

Dengan perasaan sedih yang besar, dia menatap kearah Sasa, yang wajanya terlihat shock dan kaget saat ini, pasti sahabatnya tidak menyangka, ia akan memilih hal yang membuat persahabatan mereka hancur, dan ini semua ia lakukan dengan terpaksa.  Agar ia tidak menjadi pembunuh di dunia yang fana ini.

“Sungguh, sangat memalukan dan murahan,”kata Sasa dengan nada dan ekspresi jijiknya. Setengah tidak percaya, dengan ucapan Sara yang mengalun bagai suara dari neraka barusan.

Tapi, tidak ada yang tidak mungkin, apabila Sara selama ini, mungkin menyimpan perasaan untuk suaminya. Tidak akan Sasa biarkan, Sara melakukan itu semua dalam hidupnya. Kedua tangannya terkepal erat, menahan sebisa mungkin keinginannya, menghancurkan mulut kotor dan tidak tahu malu  perempuan di depannya.

“Ya, aku lebih memilih tidak punya rasa malu, dari pada aku menjadi pembunuh, Sasa.”jawab Sara pelan ucapan Sasa. Tangannya menghapus kasar, aiar mata yang dengan lancang sudah membasahi sudut matanya saat ini. Dia juga tidak sanggup melihat wajah sasa. Menyampingi Sasa, dilakukan Sara dengan hati sesak dan sakit.
Hatinya semakin sakit di saat dia mendengar tawa Sasa yang terdengar sangat menyedihkan.
,maafkan aku, Sasa.

Sungguh, dia tidak berniat membuat Sasa seperti ini, tapi sekali lagi, untuk jadi pembunuh apalagi membunuh anaknya sendiri, Sara tidak sanggup.

“jadi, itu pilihanmu? Kalau gitu, selamat, tidak hanya tidak punya rasa malu, tapi kamu juga bahkan menjadi pembunuh untuk mental dan bahkan kehidupan aku dan juga anakku.”Sasa tersenyum, melihat Sara yang reflek menutup telinga di depannya.

Katanya-katanya di atas tidak main-main. Saking tidak rela dirinya, nyawanya pun akan Sasa lenyapkan, agar ia tidak merasa sakit,  agar dia tidak melihat ada wanita lain yang dengan murahan dan tidak punya hati ingin mengnadng anak suaminya juga.
Fakta wanita itu adalah sahabatnya, membuat Sasa semakin tidak rela dan hancur. Sungguh.

Air mata sudah mengalir bagai air hujan di mata Sara. perempuan itu juga, sudah menatap kearah Sasa dengan tatapan tegar dan kuatnya, sinar matanya, memancarkan sinar penuh tekad, membuat Sasa yang melihatnya, seketika merasa takut.

Takut, kalau Sara dengan tidak tahu malu, tetap tidak akan terpengaruh dengan ucapannya barusan.

Sara menghapus kasar air mata di wajahnya. Dia juga menarik nafas dalam-dalam, berharap, pernafasannya yang tersengal-sengal, bisa kembali normal.
Sara terkekeh pahit, melihat wajah penasaran Sasa di depannya saat ini.

Maafkan aku , sasa. Batinnya tidak akan lelah  untuk meminta maaf pada Sasa, karena dia akan menyakiti dan membuat sahabatnya kecewa.

“Asal aku tidak jadi pembunuh, aku tidak peduli dengan yang lainnya, kamu hamil saat ini, Sasa. Jangan sia-siakan kesempatan emas yang Tuhan berikan padamu, jangan buat hati dan pikiramu sakit dan terluka dengan hal yang tidak guna untuk kamu pikirkan dan takutkan, sekali lagi, bukan anak suamimu yang ku kandung, tapi anak laki-laki lain, jangan pernah takut, terancam, kamu sangat mengenalku bukan?”ucap Sara dengan nada tegasnya. Bahkan wanita itu, memukul-mukul dadanya kuat, menunjukkan betapa serius dan benar kata-katanya,  berharap, Sasa mengerti dan paham akan ucapannya barusan.
Ia hamil bukan karena kemauannya. Ia hamil bahkan dengan niat ingin menolong Sasa.

Tapi, kenapa Sasa harus seperti ini? Mereka bahkan sudah bersahabat sejak lama, tapi kenapa Sasa, seperti tidak mengenal dirinya sedikitpun. Kenapa?

“Bagus, pintu rumah terbuka lebar, dan kamu ternyata berada dalam kamarmu,’’ucap suara itu terdengar kesal. Membuat Sara dan Sasa tersentak kaget.

“Mama…”kata Sasa pelan. Kaget, dengan kedatangan mertuanya yang tiba-tiba, tanpa memberitahu seperti sebelubelumnya.
Sara yang ada di depan Sasa, seketika gugup.  Ia merasa bagai penjahat saat ini, dan kejahatannya di lihat oleh kedua mertua Sasa.
Dimana salah satu mertua Sasa, Om Pram, sedang menatap dengan tatapan tajamnya, membuat dia seketika ngilu , membuat kepala dia juga seketika sakit. Sungguh, tatapan laki-laki yang berumur 50 an tahun itu bagai pinang di belaah dua dengan  tatapan tajam yang selalu anak jahatnya lemparkan padanya. Syan.

Anak Untuk Suami SahabatkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang