Tujuh

18 1 0
                                    

Akhir pekan...

Itu adalah akhir pekan dengan matahari yang bersinar terik untuk kali kedua sejak Hannie menginjakkan kaki di West Coast.

Mr. Yves baru saja kembali dari rumah sakit. Dia tampak lelah. Dia tidak bisa berhenti menguap lebar dan kantung mata menyeramkan berwarna abu keunguan bergelayut di kedua matanya. Hannie memberinya seplastik es batu untuk mengompres matanya yang lelah.

"Trims, Hannie..."

"Apa ada kasus baru yang melelahkan, Dad?!"

Ayahnya menggeleng. Dia menekan es batu ke mata kirinya dan mengernyit. "Tidak ada sebetulnya. Hanya saja direktur rumah sakit tiba-tiba melakukan kunjungan singkat dan semua orang dibuat sibuk karenanya."

Mr. Yves ganti menekan es batu ke mata sebelah kanan. "Err, Dad... aku akan pergi dengan Dong Yuqi ke perbatasan nanti sore."

Ayahnya tidak segera memberi jawaban. Dia kembali menekan es batu ke mata kirinya dan mengerang nikmat. Kedua jemari Hannie saling bertaut di balik punggung, berharap Ayahnya memberi izin untuknya pergi.

"Dong Yuqi?! Apa yang ingin kalian cari di perbatasan?!"

"Aku ingin mencari buku, dan kurasa Yuqi ingin membeli sepatu baru. Dia akan pergi mendaki dengan orangtuanya minggu depan."

"Buku baru? Tidak bisa didapatkan di perpustakaan kota?"

Hannie menggeleng cepat. "Tidak. Aku sudah mencari buku itu di perpustakaan sekolah dan perpustakaan kota, tapi tidak ada. Perpustakaan West Coast tidak memiliki banyak judul buku."

Mr. Yves mengerucutkan bibir. Dia kembali menekan es batu ke kelopak matanya. "Yah, kurasa kau boleh pergi. Bersenang-senang. Hari para gadis."

Ugh! Hannie merasa jijik mendengarnya.

Seperti yang sudah dijadwalkan, Hannie akan pergi ke perbatasan dengan menumpang mobil Yuqi.

Yuqi tiba dengan SUV berwarna merah, memberi salam menjilat pada Mr. Yves, dan memberi Mr. Yves janji bahwa dia tidak akan menyetir diatas 60km/jam.

Keduanya tiba di perbatasan menjelang pukul enam sore. Sinar lampu-lampu jalanan yang berwarna kuning keemasan terpantul di aspal yang basah. Sepertinya hujan deras baru saja turun beberapa saat yang lalu.

Yuqi menghentikan mobilnya di sebuah toko kecil yang khusus menjual alat-alat mendaki. Mereka keluar dari dalam mobil, membuka pintu toko yang terbuat dari kaca dan pelayan toko menyambut mereka dengan antusias.

"Halo, Kai..."  Sepertinya Yuqi sudah menjadi pelanggan tetap toko itu.

" 'Alo, Yuqi..."  Kai melirik Hannie. Dia tersenyum lebar menampakkan gigi-giginya yang runcing. "Dan siapa ini, eh, Yuqi?!"

"Oh, ini Hannie. Dia teman sekolahku."

Hannie dan Kai saling menyapa dan menyebutkan nama masing-masing.

"Apa ada yang kau perlukan?"

"Oh, ya... aku butuh sepatu baru. Dad mengajakku mendaki minggu depan."

Kai segera melesat ke bagian dalam toko dengan Yuqi mengekor di belakangnya. Hannie memilih untuk duduk diam memperhatikan barang-barang yang ada di etalase dan juga digantung di dinding. Sepatu mendaki, tas untuk mendaki, jaket parasut tebal, termos dan lampu darurat, dan masih banyak yang lain.

Sebuah mobil melintas dan berhenti tepat di belakang mobil Yuqi menarik perhatian Hannie. Itu mobil yang sama dengan yang Covey Sean kendarai saat mereka bertemu di perpustakaan kota.

Pintu mobil terbuka dan Covey Sean keluar dari dalam SUV miliknya. Dia memakai kemeja berwarna biru gelap dan juga celana pendek berwarna khaki. Hannie melompat dari kursi yang dia duduki tepat saat Sean mendorong pintu toko dan masuk ke dalam.

Mereka berdua saling menatap selama beberapa saat lalu menyerukan kata yang sama, "kau!"

Hannie meledak tertawa lebih dulu sebelum Sean ikut tertawa. Tawanya terdengar saaaangat renyah. Dia menggelengkan kepala dan menutup mulutnya sendiri.

Yuqi kembali dengan sepasang sepatu mendaki berwarna cokelat di tangan. Dia memandang bergantian dari Hannie ke Sean, keningnya berkerut dan dia menggigit bibirnya sendiri.

"Covey?!"

Sean tampak tidak suka dipanggil seperti itu tapi dia tetap mengangguk. Dia tertawa sekali lagi sebelum akhirnya menarik napas dalam-dalam dan berdeham membersihkan kerongkongan lalu tersenyum tipis.

"Apa yang kau lakukan di sini?!"  Yuqi kembali menatap Hannie lalu menatap Sean. "Kau membuntuti kami?!"

Sean mengernyit. Dia tampak sedikit tersinggung tapi selebihnya dia oke. "Itu tuduhan yang tidak menyenangkan,"  sahutnya. "Aku berencana mencari jaket baru untuk mendaki akhir bulan nanti..."

Kai kembali ke dalam ruangan dengan sepasang sepatu yang lain. Dia menyerukan nama Sean dengan bersemangat seolah mereka teman lama.

Yuqi membayar sepatu pilihannya sementara Sean memutuskan untuk menunda mencari jaket yang dia inginkan. Hannie menunggu mereka di luar toko, berdiri di antara mobil Yuqi dan juga mobil Sean. Hawa malam itu terasa sangat dingin dan Hannie menyesal hanya mengenakan jaket berbahan sifon yang tipis. Tubuhnya menggigil.

Yuqi keluar dari dalam toko. Dia menenteng tas kertas berisi sepatu barunya. Sean menyusul di belakang.

"Sial! Kenapa jadi sedingin ini?!"  Yuqi melangkah cepat ke arah mobil. Tubuhnya juga ikut bergetar menahan hawa dingin. "Hannie?! Kau ingin pergi ke toko buku, kan?!"  Yuqi menunggu di samping mobilnya.

"Ap?! Oh, yeah... yeah, benar. Buku..."

Hannie baru akan beranjak dari posisinya saat ini ketika sebelah lengan Sean terjulur membuat Hannie berhenti. "Kau ingin mencari buku?"  Yuqi dan Hannie sama-sama mengucapkan kata "ya". Sean memandang keduanya bergantian. "Bagaimana kalau kau tinggalkan Hannie denganku?! Kau tahu, aku bisa mengantarnya pulang tanpa mendapatkan cedera sedikitpun?!"

Yuqi tampak bimbang. Dia menggigit bibirnya dan Hannie berusaha memberi kode melalui matanya. Hannie berusaha meminta Yuqi untuk menerima tawaran Sean karena itu adalah tawaran terbaik yang dia miliki saat ini, tapi Yuqi tidak menangkap kode itu sedikit pun.

"Well, oke... baiklah. Kau bisa mengantarnya mencari buku sekalian kalau begitu..."  Ucap Yuqi selewat beberapa saat.

"Ide bagus..."  Sean mengangguk.

Yuqi melambaikan tangan dan bergegas masuk ke dalam mobilnya sendiri. Hawa dingin semakin terasa menusuk kulit. Sean berjalan cepat ke arah mobilnya sendiri, Hannie menyusulnya. Dengan tangan gemetar Sean menutup pintu dan menyalakan pemanas di dalam mobil. Tubuh Hannie masih gemetar.

"Aku tahu toko buku terbaik yang ada di kota ini..."  Sean memasang sabuk untuknya lalu meminta Hannie untuk memasang sabuknya sendiri. Sean menginjak pedal gas dan SUV miliknya meluncur menembus kegelapan malam. Musik klasik mengalun lembut dari pemutar CD di dalam mobilnya.

PRETTY YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang