Empat Belas

18 1 0
                                    

Hannie terbangun pukul lima keesokan paginya karena bersin-bersin hebat. Cahaya kekuningan dari lampu penerangan jalan menembus masuk melalui tirai yang sedikit tersingkap.

Mr. Yves baru saja selesai berjaga di IGD. Dia duduk di sofa, masih memakai scrub dan secangkir teh berada dalam genggamannya. Mr. Yves mengangkat kepala saat Hannie ikut bergabung dengannya di sofa. Sialan bersinku yang tidak mau berhenti ini. Batin Hannie.

"Aku tidak apa,"  ucap Hannies lebih dulu. "Ini lebih seperti debu kuning."  Ketika di Gold Coast dulu, Hannie selalu mengalami masalah dengan saluran pernapasannya. Hidungnya akan tersumbat dan dia akan terus-menerus bersin hebat karena debu kuning atau serbuk bunga ketika musim semi. Mengingat Gold Coast membuatnya rindu musim semi dan musim panas di sana! Dia rindu suara kerikil ketika dia berjalan dan rindu warna kulit cokelatnya ketika musim panas. Di sini, di West Coast, Hannie tidak bisa membedakan kapan musim semi, musim panas, ataupun musim dingin. Karena setiap hari hawa dingin terasa menusuk kulit dan setiap hari berbau lembab. Hannie juga sangat kehilangan warna kulitnya di sini.

Mr. Yves meminta Hannie untuk tetap tinggal di rumah tapi Hannie menolak. Hari itu akan ada pertandingan voli kaki dan dia mau melihatnya. Yuqi sudah memilih tempat yang bagus agar mereka bisa menonton dengan jelas.

Hannie melambaikan tangan, berjalan cepat ke arah mobil yang terpakir di halaman depan. Mr. Yves tampak khawatir dan sejujurnya itu membuat Hannie merasa canggung.

Yuqi dan Sony menyambut Hannie di halaman parkir sekolah. Mereka memakai jaket baseball dan celana panjang. Ransel mereka disampirkan di satu pundak.

"Kita akan bersenang-senang! Oh rasanya bahagia sekali bisa terbebas dari fisika untuk satu hari ini!"  Yuqi menarik lengan Hannie dan berjalan di sampingnya. Hari itu Sony membawa permen berbentuk tongkat rasa stroberi. Dia memberikan permennya satu untuk Hannie dan satu untuk Yuqi.

Yuqi berhasil mendapatkan tempat duduk yang sangat strategis di bawah pohon besar. Jaraknya cukup dekat dari lapangan dan Hannie bisa melihat pertandingan dengan jelas dari tempat itu.

Park Jennifer dan temannya yang berisik berjalan melenggokkan pinggul mereka dengan sengaja. Mereka memakai rok sangat pendek dan atasan tanpa lengan yang mencetak jelas dada mereka. Hannie ingin mendengus tapi menahannya sekuat tenaga. Nara bahkan mengibaskan rambutnya secara terang-terangan. Semua cowok nyaris menjatuhkan rahang mereka saat melihatnya.

"Jadi siapa saja yang main?"  Tanya Hannie sambil mengibaskan rumput dari telapak tangan.

Hannie tidak tahu seperti apa voli kaki karena di Gold Coast tidak pernah ada olahraga seperti itu sebelumnya. Remaja di Gold Coast biasa bermain baseball atau sepak bola atau bola voli biasa dan biasanya itu dimainkan oleh siswa-siswa di tingkat akhir.

"Seharusnya beberapa siswa di tingkat dua,"  Sony menjawab dengan suara itik meleternya. Dia merebahkan badan, kepalanya bertumpu pada ransel miliknya.

"Tapi Sean bisa saja main."

"Sean?!"  Hannie menoleh cepat membuat lehernya sakit.

"Hmm... Dia salah satu siswa tingkat akhir yang terbaik dalam voli kaki. Sean dan beberapa sahabatnya."

Beberapa cowok yang pernah Hannie lihat dalam kelas seni memasuki lapangan. Sisanya adalah cowok dari kelas Bahasa Inggris. Mereka sangat tampan, berdiri bersisian dengan Mr. Kim.

Sean berlari memasuki lapangan menyusul teman-temannya yang lain. Sorakan dan tepuk tangan meriah menyambutnya tapi dia tampak tidak peduli. Hannie membenarkan posisi duduknya, berharap bisa melihatnya dengan lebih jelas.

Sean bergabung dengan cowok yang pernah Hannie lihat ada di kelas seni. Dia cukup tampan dan tingginya sejajar dengan Sean. Hidungnya... itu hidung termancung yang pernah Hannie lihat. Dia melambaikan tangan ke arah penonton yang bersorak untuknya. Senyumnya sangat lebar hingga membuat kedua matanya menyipit. Senyumnya menular dengan mudah. Hannie bahkan ikut tersenyum bersamanya.

"Lee Sam..."  Yuqi berbisik di telinga Hannie. "Dia salah satu yang terbaik dalam olahraga ini."

Sekarang Hannie ingat namanya. Dia benar-benar mampu membuat suasana menjadi baik. Bahkan guru di kelas seni waktu itu memujinya dan dia tidak pernah berhenti melemparkan gurauan tanpa menyinggung siapapun. Dia seperti matahari dengan kepribadiannya yang cerah itu.

Sean menganggukkan kepala ketika Mr. Kim bicara padanya. Hannie tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi sepertinya itu tentang peraturan voli kaki.

Cewek di sebelah Yuqi tidak sengaja menginjak ransel Hannie ketika dia berdiri. Hannie mengangkat kepala dan cewek itu membalas tatapannya. Tapi dia tidak mengucapkan apapun dan pergi begitu saja. Benar... Bagus... Aku hanya rerumputan basah dan tidak butuh permintaan maaf darimu, Nona berambut burgundy!

Sean berada dalam kelompok yang sama dengan Lee Sam dan satu cowok lainnya. Dia cukup pendiam sepertinya, dan dia terus tersenyum. Dia terus menanggapi gurauan yang diteriakkan oleh penonton untuknya dengan senyuman.

"Jadi, bagaimana cara bermain voli kaki?"

"Teknisnya, ini seperti sepakbola. Cara memainkannya juga sama. Tapi mereka memasang net di tengah-tengah, dan mereka menggunakan bola voli."

"Apa bedanya bola voli dengan bola kaki?"

Tapi ternyata Yuqi ataupun Sony juga tidak tahu apa bedanya.

Permainan dimulai. Joshua, cowok keren dari klub bahasa mencoba menendang bola tapi itu mengenai net. Semua orang berusaha menyemangatinya ketika dia meminta maaf. Hannie bahkan bisa mendengar Sean mengucapkan "tidak apa-apa" ke arahnya.

Tim lawan menendang bola dan Sam menerimanya dengan baik. Dia mengoper bola ke arah Sean, dan Sean berhasil menendangnya melewati net. Johnny, cowok luar biasa tinggi yang pernah beberapa kali berada di kelas yang sama dengan Hannie mendapatkan bola dan mengopernya kembali. Sam bergerak maju dan menendang bola, mengopernya ke Sean, mengopernya ke Johnny, dan bola keluar dari lapangan begitu saja.

"Itu masuk!"  Ucap Johnny dengan suara keras.

"Tidak! Itu keluar!"  Joshua bahkan berteriak lebih keras.

Sean mengoper bola menggunakan kepalanya. Hannie meringis. Apa itu tidak sakit?! Cowok pendiam dengan poni depan di sebelah Johnny mencoba menendang bola tapi dia gagal. Dia tersandung kakinya sendiri. Semua orang tertawa. Ada apa dengannya?! Dia gagal menendang bola lebih dari satu kali. Dia menendang net, bahkan tidak sengaja nyaris menendang wajah Johnny. Sepertinya dia mabuk.

Permainan berakhir dengan skor tujuh untuk tim Sean dan lima untuk tim Johnny. Mereka kembali bersalaman dan saling menepuk bahu masing-masing. Sean memeluk Sam dan Joshua sebelum keluar menjauh dari lapangan. Kepalanya terangkat dan tatapannya bertemu dengan kedua iris Hannie. Senyumnya sangat lebar.

PRETTY YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang