Tiga Puluh Satu (NC)

157 6 3
                                        

Kamar yang Hannie dan Sean masuki berada di lantai delapan. Hannie bahkan baru menyadari bahwa lobi penginapan berada di lantai tiga. Sean menempelkan kartu yang diberikan resipsionis hingga lampu sensor di pintu berubah warna menjadi hijau dan terdengar bunyi bip pelan. Tangannya masih menggenggam satu tangan Hannie. Pintu kamar dibuka, menampilkan sebuah ruangan berukuran cukup besar untuk dua orang.

Kamar mandi berada dekat dengan pintu masuk kamar, dan di sebelahnya terdapat kursi panjang, lemari tiga pintu, brankas, dan dua pasang sandal kamar.

Hannie melepaskan tangan Sean dari lengannya, membuka pintu kamar mandi dan menjulurkan kepala ke dalam. Bathtub berukuran cukup besar yang bisa menampung tiga orang, shower box terpisah, westafel dan kabinet terbuat dari marmer, beberapa botol sampo dan sabun cair di dalam wadah berukuran sedang di atas kabinet.

Ranjangnya berukuran sangat besar dengan penutup ranjang berwarna putih bersih. Dua pasang bantal besar dan dua pasang bantal kecil, satu sofa berlengan dengan dua sofa kecil yang menyatu, TV layar lebar, jendela-jendela besar yang tertutup tirai. Pintu kecil terhubung dengan kolam air hangat.

"Kolam air hangatnya ini privat milik kita,"  Hannie nyaris melompat di tempatnya berdiri saat ini ketika mendengar suara Sean di belakangnya. Dia hampir lupa eksistensi Sean.

"Berapa banyak yang kau habiskan?"

"Tidak terlalu banyak."

"Apa menguras habis tabunganmu?"

"Tidak... Secara mengejutkan, aku melihat mereka memasang iklan potongan harga untuk kamar ini. Dan aku tidak menyesal sedikitpun."

Hannie memutar tubuhnya pelan. Sean masih berdiri di belakangnya, tuksedonya terlupakan begitu saja. Dua kancing teratas kemejanya sengaja dilepas dan lengannya digulung hingga siku.

"Kau mau mandi? Atau berendam?"

Hannie ingin sekali menjawab "ya", tapi suaranya tidak mau keluar. Kalimatnya tertahan di tenggorokan. Sebagai gantinya dia mengangguk, meminta Sean untuk meninggalkannya sendiri selagi dia menikmati layanan kolam air hangat pribadi.

Langit dipenuhi bintang. Bulan terlihat seperti membalas senyuman Hannie ketika dia mendongak. Sean berjanji tidak akan menyusulnya ke kolam air panas. Dia bahkan berhasil membuat Sean mengucapkan sumpah untuk tidak melewati pintu yang memisahkan kamar dengan kolam. Tapi, Hannie lupa. Sean seorang laki-laki normal. Dan mereka sudah memasuki usia legal. Bahkan Yuqi meminum pil setiap bulan.

Pintu kecil digeser dari luar. Sean berjalan ke arahnya dalam gerakan pelan. Dia masih memakai kemeja putih pesta. "Apa airnya cukup hangat?"

Hannie mengangguk. Dia tidak bisa menahan senyumnya lebih lama. Dia bahkan melupakan janji yang dia paksa membuatnya. Tangan kanannya terjulur keluar dari kolam dan Sean menyambutnya. Dengan hati-hati dia masuk ke dalam kolam menyusul Hannie. Kedua matanya terpejam, merasakan sensasi air hangat menyentuh kulit.

Sean memeluknya dari belakang. Kepala mereka saling mendongak memandang langit malam. Tangan Sean tidak berhenti mengelus kedua tangan Hannie yang telanjang. Puncak kepala Hannie hanya mencapai dada Sean. Dia menyandarkan kepalanya, mendengarkan detak jantung Sean yang teratur. Mereka berpelukan cukup lama.

"Jangan menoleh ke belakang."  Hannie tergoda untuk melanggar. Tapi dia bisa mendengar Sean yang sedang berusaha melepaskan pakaiannya. Wajahnya memerah dan terasa panas, yang tidak ada hubungannya dengan air kolam saat ini.

Hannie tidak melihat ataupun berbalik badan, meskipun dia sangat ingin melakukannya. Kepalanya dipenuhi bayangan tubuh Sean saat ini, atau bagaimana ketika Sean melepas pakaian. Jantung Hannie berdebar sangat keras. Dengan tegang dia menunggu, hingga kedua tangan Sean kembali memeluk pinggangnya. Napasnya terdengar memburu.

Sean menyapukan pipinya di puncak kepala Hannie. Dadanya yang naik-turun bahkan terasa jelas di tubuh Hannie.

Hannie tidak dapat mundur lagi. Dia sudah membuat keputusan. Ucapan Ayahnya beberapa waktu yang lalu kembali terngiang-ngiang di telinga. Menurutnya, siapa yang peduli tentang pasangan harus menunggu hingga sah sebelum melakukan seks?! Lagipula, Sean dan Hannie juga sudah berencana untuk bermain dengan aman, iya kan?!

Tangan Sean bergerak naik dengan perlahan hingga menyentuh bagian dada Hannie. Dengan pelan dia memijatnya, membuat Hannie bertanya-tanya darimana Sean belajar hal itu. "Anatomi tubuh manusia,"  jawabnya sambil tertawa.

Hannie sengaja sedikit menundukkan tubuhnya hanya agar Sean bisa melihat pengait pakaian yang dia kenakan. Tawa renyah Sean terdengar ketika dia membantunya menurunkan pengait tersebut.

Lagi, berulang kali Hannie bicara dengan dirinya sendiri. Jangan takut, jangan tegang. Kau tidak akan berbuat hal yang memalukan. Tidak sekarang!

Pelan tapi pasti, pakaian mereka sudah ditanggalkan. Mereka berdiri di dalam kolam saling berpandangan, kedua lengan Hannie melingkar di leher Sean sementara lengan Sean berada di pinggang Hannie.

"Apa kita akan bermain aman?"

Sean tidak bisa menahan tawanya. Dadanya naik dan turun seiring dia tertawa.

Bulan menyinari wajah Hannie yang telah bersih dari riasan. Rambut pendeknya kini basah sepenuhnya oleh air hangat. Sean menggendongnya ke kamar dan merebahkan tubuhnya dengan hati-hati ke atas ranjang. Mereka tidak berpakaian. Mereka melupakan handuk atau jubah mandi. Penutup ranjang terkena air dari tubuh mereka. Penyatuan total yang akhirnya Hannie lakukan bersama dengan Sean terasa sangat nikmat, indah, dan luar biasa. Keduanya saling berciuman, berpelukan. Tubuh Sean bergerak dengan sangat ajaib dan kuat di atas tubuh Hannie yang kecil. Gerakannya cepat, tapi tidak membuat Hannie terluka. Hannie bahkan menyerukan namanya berkali-kali karena sensasi menyenangkan yang ditimbulkan. Sean menciumnya berkali-kali, bibirnya berlari dari puncak kepala hingga jari kaki Hannie. Satu tangan Hannie berada di paha belakang Sean, secara tidak sadar membantunya bergerak, membantunya untuk lebih dalam. Kedua matanya terpejam ketika Sean menangkap maksudnya. Kedua kakinya seolah melayang, ketika dia tumpukan kakinya di punggung Sean yang masih terus bergerak. Sekarang Hannie mengerti, kekuatan apa yang Sean sembunyikan selama ini dan kenapa banyak cewek yang mengidolakannya.

Hannie merasa lemas, tapi ajaibnya tubuhnya terasa utuh. Jejak merah yang ada di penutup ranjang dan di sela paha membuatnya tersenyum kecil. Ini adalah hadiah kelulusan terbaik yang pernah Hannie dapat. Tidak ada batasan lagi di dalam diri atau hidupnya, tidak ada perasaan terlalu liar di antara mereka, dan tidak ada rasa malu ketika Sean mencium setiap jengkal anggota tubuhnya.

Mereka masih berpelukan dengan kepala Hannie menempel pada dada Sean. Setengah matanya terpejam. Dia merasa sangat lelah.

Sean sudah memberitahu rencananya bahwa dia tidak akan menetap di asrama kampus atau menyewa apartemen sendiri. Dia akan berusaha untuk pergi dan pulang ke rumah setiap hari. Hannie sendiri belum bisa memutuskan. Dia merasa perlu untuk mendiskusikan hal itu dengan Ayahnya lebih dulu.

Keduanya tertidur menjelang pukul empat pagi, setelah bicara banyak hal lain. Hannie tertidur seperti bayi dan napas Sean yang teratur menjadi musik di dalam kamar penginapan.





END

PRETTY YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang