Delapan hari berlalu sejak Hannie dan Sean berdiri di koridor dan Sean mengutarakan perasaannya.
Hannie duduk di dalam kamar, menghadap ke halaman depan, membiarkan jendela tetap terbuka. Hari itu tidak terlalu bersalju. Mr. Yves sudah pergi pagi-pagi sekali karena rekannya dari bagian saraf membutuhkannya, dan kemungkinan dia akan berjaga hingga delapan jam berikutnya.
Buku paket biologi berada dalam pangkuan. Halaman depan rumah yang tertutup salju jauh lebih menarik daripada sel dan genetika. Hannie menarik dan menghembuskan napas berulang kali, merasa terhibur dengan uap yang keluar dari mulutnya sendiri.
Sean mengirimkan pesan sehari tiga kali, persis seperti dosis antibiotik. Dan Hannie sengaja mengabaikan semua pesan atau panggilan masuk darinya. Bahkan, sejak hari itu, dia sengaja menghindari Sean.
Tidak ada yang salah dengan Sean atau kalimatnya waktu itu. Hanya... Sean terlalu sempurna. Sangat sempurna. Dia tampan, pintar, dan semua orang sepertinya menyukai dia. Dan Hanie merasa dia sebaliknya.
Hannie mengerang, menutup buku paket biologi dengan sebal seolah buku itu melakukan kesalahan.
Besok Hannie memiliki kelas yang sama dengan Sean. Sialan kelas sejarah. Kenapa mereka masih memasukkan sejarah sebagai daftar mata pelajaran wajib untuk siswa tingkat akhir?!
Hannie berhasil menghindari Sean selama beberapa hari sebelumnya. Menyelinap di ruang kelas terdekat ketika dia melihat cowok itu sedang berjalan di koridor, berbaur dengan anggota klub tari ketika dia melihatnya di lapangan, bergabung dengan anak seni ketika Hannie melihatnya sedang bicara dengan Sam di depan kelas, dan bahkan menyelinap ke ruang administrasi ketika dia melihat Sean berjalan masuk ke dalam sekolah. Miss Sharon mengangkat alisnya tinggi-tinggi saat melihat Hannie di dalam ruang administrasi, sedang bersembunyi di balik pintu.
Hannie berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya hari itu, berharap dia lebih dulu tiba di sekolah sebelum Sean. Dengan hati-hati dia berkeliling halaman parkir sekolah, mencari eksistensi SUV berwarna sampanye dan bisa bernapas lega karena tidak menemukan keberadaannya.
Mengunci mobil dan berlari menuju koridor di atas halaman bersalju, Hannie membuat dirinya sendiri terjatuh cukup keras. Dia mengumpat. Beruntung tidak ada seorang pun yang melihatnya saat itu.
Sambil tertatih-tatih dia berjalan menuju koridor, satu tangannya berpegangan pada dinding sekolah. Celakanya hari itu kelas sejarah ada di lantai tiga, di ruang 2D.
Hannie sampai di depan ruang 2D tanpa menyebabkan kecelakaan yang lain. Satu tangan masih berpegangan pada dinding sementara tangan yang lain membuka pintu kelas.
"Sialan!" Dia bahkan tidak berusaha memelankan suaranya.
Sean sudah berada di baris paling belakang, memakai flanel biru, jaket tebalnya disampirkan di punggung kursi. Dia memutar tubuhnya begitu mendengar suara Hannie.
Hannie tidak pernah suka berada di baris paling depan tapi hari itu sepertinya dia tidak punya pilihan lain. Menaruh tas di kursi yang berada dekat meja guru, dia bisa merasakan tatapan Sean membakar bagian belakang mantel yang dia pakai.
"Kau mengabaikanku," dan dugaannya tepat.
Hannie memutar tubuh, memberi Sean senyuman manis berusaha bersikap senormal mungkin. "Aku agak sedikit sibuk akhir-akhir ini."
Alis Sean terangkat.
"Kau mengabaikanku setelah ucapanku waktu itu."
"Aku agak sibuk akhir-akhir ini," ulang Hannie.
Hannie diselamatkan oleh kedatangan Woly. Dia menaruh tasnya dengan berisik dan menepuk pundak Sean. Itu membantu mengalihkan atensi Sean. Terima kasih, Woly!
Yuqi dan Sony juga tiba tidak lama kemudian. Mereka duduk di kanan dan kiri Hannie seperti malaikat penjaga. Hari itu Yuqi memakai mantel berwarna hitam dan Sony membawa permen karet sebesar bola kasti. Dia menawari Hannie sebelum menggigitnya dan Hannie menolak.
Hannie tidak pernah benar-benar tertarik dengan sejarah. Semua guru sejarah yang pernah mengajarnya selalu membuatnya mengantuk di dalam kelas. Cara mereka membawakan materi benar-benar membuat bosan. Sama seperti hari itu.
Mr. Bobi bercerita tentang perang dingin. Seharusnya itu diceritakan dengan gaya yang menyenangkan dan penuh semangat, tapi sebaliknya, dia justru menyangga dagu dengan satu tangan dan bercerita dengan suara datar. Dan sejujurnya tidak ada seorang pun siswa yang mendengarkan. Mereka lebih memilih mengobrol dengan teman sebangku atau memandang hampa ke jendela kelas yang terbuka, atau memakan cemilan diam-diam.
"Sean terus memandangmu..." Hannie memutar tubuh dan benar saja... Sean sedang memandangnya. Cepat-cepat dia membalikkan badan dan mencoba untuk sibuk dengan pulpen dan buku tulis.
Yuqi menaikkan satu alisnya. "Ada yang tidak beres."
"Apa?!" Bisik Hannie tanpa melepaskan pandangan dari buku.
"Kau dan Sean... Kalian bertengkar?!"
"Tidak... Memangnya kenapa?!"
"Kalian agak... Aneh..." Hannie mendengus. "Tidak, aku serius, Hannie... Aku tahu kau tidak pandai berbohong. Ada apa sebenarnya?!"
Hannie mendesah. Menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan siswa-siswa lain sibuk dan tidak berusaha mencuri dengar obrolan mereka, dia mencoba bercerita pada Yuqi. Secara garis besarnya.
"Kau gila?!" Yuqi memukul pundak Hannie. "Dia menyukaimu dan kau berbuat seperti ini?!"
"Ssst! Jangan keras-keras!" Ucap Hannie panik. "Aku hanya... Hanya... Tidak berani... Dia terlalu sempurna."
Yuqi mendengus. "Tidak ada yang sempurna, Han... Bahkan tidak dengan Sean sekalipun."
"Tapi dia tampan dan pintar. Dan aku tidak punya pengalaman dengan cowok sebelumnya."
"Kau belum pernah berpacaran?!" Yuqi mengerjap dan Hannie menggelengkan kepala. Tawa Yuqi nyaris meledak. Beruntung Hannie membekap mulutnya lebih dulu.
"Apa yang salah dengan itu?!" Ucap Hannie defensif.
"Tidak ada sebenarnya... Hanya kau menolak Sean... Itu masalahnya."
Kelas sejarah berakhir dua puluh menit kemudian. Semua siswa berhamburan keluar dari kelas, tidak berusaha menyembunyikan betapa bosannya mereka di dalam.
Hannie sengaja berlama-lama memasukkan alat tulis ke dalam tas. Sony sudah keluar lebih dulu bersama Woly. Mereka bilang mereka akan membuat manusia salju. Yuqi menunggu, tampak gemas melihat Hannie harus memasukkan buku-buku ke dalam tas dalam gerakan lambat.
Suara kursi yang beradu dengan lantai menarik atensi Hannie. Sean ternyata belum keluar dari kelas. Yuqi mengangkat wajah begitu Sean mendekat dan berdiri di antara Yuqi dan Hannie.
"Maaf Song, tapi bisa tinggalkan aku dengan Hannie? Ada yang ingin kubicarakan." Kursi yang diduduki Yuqi seperti memiliki sengatan listrik. Dia melompat dari kursinya, memberi pandangan meledek, kemudian keluar dari kelas secepat kilat. Hannie mencoba tetap bersikap tenang.
"Ada apa?!" Sialan jantungnya yang berdebar sangat keras.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRETTY YOU
Novela JuvenilWritten and Published by : Raindroponme Cover and Picture : made and taken by canva. thanks to the artist Rate : T semi M Syn : Yves Hannie jatuh cinta berulang kali dan jauh lebih sering dari teman sebayanya yang lain. Dia pernah menyukai James Wil...