Tiga hari sebelum ujian kelulusan, Mr. Yves sengaja mengambil libur. Dia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya beberapa hari sebelumnya dan berjanji akan menemani Hannie di hari tenang. Hannie menjemputnya di rumah sakit dan bertemu dengan Mr. Yang, seorang apoteker. Mr. Yang bertanya tingkat berapa Hannie saat ini dan bertanya apakah dia akan mengambil profesi yang sama dengan Ayahnya. "Itu tidak akan pernah terjadi," jawab Hannie sambil lalu.
Hannie menunggu Mr. Yves di lounge dokter. Ada banyak sekali permen dengan aneka rasa, mesin pemanggang roti, sekeranjang penuh kopi dan teh bungkus, berbotol-botol sirup, mesin pembuat kopi, meja yang khusus menyajikan pai dan muffin, dan masih banyak yang lain yang tidak bisa dia sebutkan. Rasanya seperti di surga. Bagaimana bisa Mr. Yves dan rekan-rekannya sesama dokter fokus menangani pasien jika mereka memiliki surga di rumah sakit?!
Ransel berukuran cukup besar dia letakkan di atas kursi. Dokter pria bertubuh kecil berwajah masam duduk di hadapannya. Ada banyak uban di kepalanya. Sesekali dia berdecak sebal, sesekali dia melihat ke arah pajer yang dia gantungkan di jas dokternya.
Dua dokter wanita masuk ke dalam lounge. Mereka bicara serius dan pandangannya jatuh ke arah Hannie ketika salah satunya menutup pintu. Alisnya terangkat, bertanya tanpa kata. Hannie menjelaskan tentang menjemput Ayahnya, kalimat yang sama yang dia ucapkan kali keempat. Mereka menganggukkan kepala dan menuju mesin pembuat kopi. Mereka terlihat seperti dokter yang ada di serial Grey's Anatomy.
Mr. Yves masuk ke lounge dua jam kemudian. Hannie hampir tertidur karena pendingin ruangan dan sofa berlengan bekerja dengan baik di ruangan itu. Dokter tua berwajah masam di hadapannya telah menghilang, berganti dengan tiga dokter muda lainnya.
"Kau mau makan dulu, Hannie?!" Mr. Yves menawari Hannie semangkuk bubur instan tapi Hannie menolak. Dia sudah mengambil beberapa potong bronies cokelat dan panekuk dan perutnya sudah tidak bisa menampung apapun lagi.
Pintu lounge dibuka dari luar. Itu Mrs. Covey. Dia memakai jas dokter, stetoskop bergantung di lehernya. Papan namanya terpasang rapih di dada. Rambut hitamnya digelung tinggi. Dia memakai riasan wajah tipis.
Mrs. Covey mengedarkan pandangan dan menyerukan nama Hannie dengan senyuman lebar. Kakinya yang jenjang melangkah cepat ke seberang ruangan, jemarinya yang lentik menarik Hannie ke dalam pelukan. "Bagaimana kabarmu, Nak?!"
Hannie bicara dengan Mrs. Covey selama beberapa menit. Mr. Yves memberitahunya tentang rencana berlibur selama satu hari, "hari tenang sebelum ujian," ujarnya. Mrs. Covey berdecak kesal.
"Aku seharusnya ikut kalian, dan Sean bisa bergabung. Tapi aku masih harus menyelesaikan delapan jamku."
Matahari bersinar malu-malu. Sore itu awan mendung kembali menggantung di langit West Coast. Mr. Yves menyetir sambil bersenandung. Mereka berkendara hingga perbatasan. Mr. Yves sudah memesan penginapan untuknya dan Hannie berdua, dan satu kamar tambahan untuk Grandma. Itu semacam kejutan, karena dia tidak memberitahu Hannie tentang itu sebelumnya.
Grandma memeluk Hannie erat. Rasanya seperti dia berusaha meremukkan tulang-tulang cucu kesayangannya. Grandma mengemudi seorang diri, menempuh jarak lebih dari tiga jam dan tidak terlihat kelelahan sedikit pun. Hannie memberinya pujian tanpa henti.
"Oh Tuhan... Apa cucuku tidak makan dengan baik?! Apa Ayahmu tidak memberimu makanan yang layak?!" Grandma berulang kali mengomentari betapa kecilnya pergelangan tangan Hannie. Dia melotot ke arah Mr. Yves yang tengah sibuk memanggang daging. Mr. Yves mencibir kesal sambil mengangkat pencapit.
Grandma banyak bercerita tentang apa yang dia lakukan akhir-akhir ini. Dia sedang gemar menanam banyak tumbuhan di pekarangan rumah. Beberapa bunga hias yang dia tanam tumbuh dengan baik. Torenia fournieri miliknya tumbuh dengan baik dan cantik, hingga suatu hari Grandma lupa menyiramnya selama berhari-hari. Dan ketika Grandma mengganti teronianya ke pot yang lebih besar, mereka semua mati.
Hannie biasa menghabiskan banyak waktu di rumah Grandma dulu ketika libur natal. Grandma akan memberinya banyak sekali hadiah natal, dan membuat kue kering jahe yang sangat harum aromanya. Jika cuaca sedang baik, Grandpa akan mengajaknya ke sungai yang ada di dekat rumah dan mengajaknya memancing menggunakan jaring. Mereka akan duduk diam menunggu jaring terisi dengan banyak ikan, hal yang sia-sia karena di sungai itu hanya ada ikan-ikan kecil yang tidak bisa dikonsumsi.
Layanan kamar menghubungi mereka dan bertanya apa mereka memerlukan sesuatu atau selimut tambahan. Mr. Yves akan tidur di camper van nomor satu sementara Hannie akan tidur di kamar bawah di sebelahnya. Ada dua kamar bawah, satu untuk Hannie dan satu untuk Grandma. Hannie masuk kamar lebih dulu karena Sean mengirim pesan ingin menghubunginya.
Menjelang pukul sebelas ponselnya bergetar. Wajah Sean muncul di layar. Dia menggunakan panggilan video. Hannie menghitung beberapa detik sebelum menjawab panggilannya.
"Hai..."
Sean tersenyum lebar. "Hai..."
"Bagaimana kabarmu?!"
"Bagaimana kabarmu?!"
Mereka tertawa.
"Aku tidak sempat bertemu denganmu tadi, karena aku harus cepat-cepat menjemput Dad di rumah sakit."
Sean mengangguk. "Ada beberapa hal juga yang harus kulakukan di sekolah. Aku baru benar-benar bebas beberapa menit yang lalu."
"Apa itu hal yang penting?"
Sean kembali mengangguk. Dia membetulkan posisi kepalanya, menyangga kepala dengan satu tangan. "Ya. Aku harus membantu Sam mengirimkan surat untuk universitas."
"Dia baru mengirimnya?"
"Dia bahkan baru membuatnya." Sean memutar mata. "Dia membuatku dan Joshua membantunya dan berjanji akan memberi kami game Xbox."
"Seolah kalian memiliki banyak waktu untuk bermain game..."
Sean mengangkat bahu. "Apa yang akan kau lakukan besok?"
"Hmm... Sepertinya membuat panekuk atau pai buah mini."
"Kau membawa bahan-bahannya ke hotel?"
"Kurasa, iya..." Hannie menggigit bibir. Dia memang membawa bahan untuk membuat panekuk instan, tapi tidak yakin dia bisa membuatnya. "Kami berlibur bersama Grandma."
"Sampaikan salamku untuknya."
Keduanya terus bercerita menjelang pukul dua dinihari. Hawa malam itu jauh lebih hangat dari biasanya. Musim panas sudah di depan mata, begitu juga ujian kelulusan. Sean sudah bertanya apa Hannie akan pergi ke prom bersamanya dan tanpa keraguan, Hannie menjawab "ya". Dengan catatan Sean akan membantu langkah kakinya untuk berdansa dengan baik.
Tidurnya malam itu gelisah. Hannie bermimpi dikejar empat ekor anjing galak peliharaan Mr. Taewon tetangga barunya. Mr. Yves membawanya ke rumah sakit dan mengancam akan menuntut Mr. Taewon karena tidak bisa menjaga hewan peliharaannya dengan baik. Mrs. Covey mengobatinya, dan Mr. Yves memberitahu bahwa salah satu kaki Hannie harus diamputasi karena lukanya terlalu serius. Hannie diselamatkan oleh suara Grandma di pagi hari. Pipi dan kedua matanya terasa berbeda, seperti ada jejak-jejak airmata.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETTY YOU
Roman pour AdolescentsWritten and Published by : Raindroponme Cover and Picture : made and taken by canva. thanks to the artist Rate : T semi M Syn : Yves Hannie jatuh cinta berulang kali dan jauh lebih sering dari teman sebayanya yang lain. Dia pernah menyukai James Wil...