Mr. Yves mengirimkan pesan, memberitahu bahwa dia akan pulang terlambat. Atau mungkin dia tidak akan pulang dan kembali dua hari kemudian. Pasiennya, Mrs. Song memerlukan perawatan ekstra dan dia tidak bisa meninggalkan Mrs. Song begitu saja ke rekannya yang lain.
Hannie mengelus dada sambil memejamkan mata. Menghembuskan napas berulang kali hingga uap keluar dari mulut. Sean duduk di atas bantalan hangat di depan muka tenda.
Dia menoleh, memberi Hannie pandangan bertanya. Hannie menjelaskan isi pesan Mr. Yves dan diluar dugaan Sean tampak tidak senang.
"Ada apa?!"
Sean memberi Hannie senyuman dan menjawab bahwa dia baik-baik saja.
Mereka menghabiskan malam untuk mencoba memanggang sisa ikan trout dan merebus mi instan lainnya. Beruntung Sean membawa banyak sekali persediaan mi instan dan juga kopi bungkusan. Dia membuat semuanya sendiri, meminta Hannie untuk duduk diam karena Hannie baru saja memecahkan salah satu gelas kaca yang ada di dalam mobil. Itu gelas kesayangan Mrs. Covey. Dia biasa meninggalkannya di mobil karena dia akan selalu menggunakannya ketika bepergian.
Ketika mendengar suara pecahan gelasnya, Sean menghampiri Hannie dan menghela napas, "lagi?!" Ucapnya dengan sabar. "Kurang dari dua puluh empat jam dan kau sudah menghancurkan dua barang. Kita bisa membuat rekor dengan itu." Hannie memberinya pandangan memohon, memasang wajah menyedihkan dengan sebaik mungkin. Sean diam menatapnya selama beberapa saat. "Yang penting kau tidak terluka... Ayo..."
Mi instan yang ada di West Coast benar-benar yang terbaik! Mereka menjual mi instan dengan banyak rasa dan semuanya sangat nikmat. Di Gold Coast dulu, mi instan yang dijual di pasaran sangat terbatas variannya.
Hannie meneguk kuah mi instan langsung dari mangkuknya dan dengan kurangajar mencecapkan lidah. Ayahnya akan marah padanya jika dia melihat ini, tapi siapa peduli?! Mr. yves sedang bekerja sekarang.
Menjelang pukul sembilan malam Sean memintanya untuk membantu membereskan kantung tidur. Mereka menata kantung tidur bersisian dan bantal-bantal hangat ditumpuk di atasnya.
Hannie menyikat gigi dan mencuci wajah dengan bantuan Sean. Dia membantu menuangkan air dengan sabar dari dalam botol air mineral yang diambil dari dalam mobil.
Mereka masuk ke dalam tenda yang hangat sambil berpegangan tangan. Beruntung saat itu cahaya dari lampu yang ada di dalam tenda tidak terlalu terang. Sean pasti akan meledek Hannie terus-menerus karena wajahnya yang merona.
"Apa kita akan tidur seperti ini?!" Hannie menunjuk dua kantung tidur yang saling bersisian. Sean sedang mengambil sesuatu dari dalam tas. Dia mengangkat kepala dan mengangguk dengan wajah polos. "Apa kita akan tidur dengan posisi seperti ini?!" Hannie kembali bertanya dan Sean kembali mengangguk.
"Kenapa? Aku tidak pernah mendengkur atau mengigau..."
"Bukan itu maksudku..."
"Tidurku juga tenang. Aku tidak akan mengambil selimutmu atau menendangmu keluar dari selimut."
Hannie mendesah frustasi. Fantasi liar di dalam kepalanya tentang mereka yang akan tidur bersisian kini menari-nari hebat. Dia menggelengkan kepala dengan cepat, bergegas mengambil selimut dari atas tumpukan bantal hangat dan merebahkan badan.
Sean beranjak dari posisinya. Dia berjalan ke arah muka tenda, kepalanya keluar. "Apa yang kau lakukan?"
"Berjaga-jaga kalau ada yang melihat." Dan dia membuka jaket tebalnya begitu saja. Hannie berteriak keras, melemparnya dengan salah satu bantal hangat ketika jemarinya juga hampir berhasil membuka pakaian atasnya.
"Apa yang kau lakukan?!" Suara Hannie teredam tumpukan bantal hangat.
"Mengganti baju."
"Kenapa harus disini?!"
"Karena di luar dingin."
"Kenapa harus mengganti baju?!"
"Karena aku biasa tidur tanpa memakai baju."
"Oh sialan!" Persetan dengan itu semua. Sean tertawa keras. Hannie mendengar retsleting tenda yang ditarik. Melongokkan kepala, masih dengan kedua mata terpejam, Hannie bertanya kemana Sean akan pergi.
"Mengganti baju di mobil?! Apa kau ingin aku berganti pakaian di sini?!" Satu bantal hangat kembali mendarat ke tubuhnya dan Sean tertawa semakin keras.
Hannie tidak bisa memejamkan kedua mata. Menghitung domba, menghitung ada berapa banyak hewan-hewan di peternakan Paman Donald, atau berapa banyak jenis biota laut yang dia ketahui tetap tidak membantu.
Sean sudah jatuh ke alam mimpi lebih dulu sejak berjam-jam yang lalu, setelah dia bercerita tentang perawat tua di rumah sakit tempat Ibunya bekerja. Perawat tua yang selalu memberinya lolipop gratis setiap kali Sean datang ke rumah sakit. Perawat tua yang masih tetap sehat dan bugar di usianya yang hampir menginjak tujuh puluh. Perawat tua yang sudah pensiun sejak beberapa waktu lalu, dan perawat tua yang sudah menganggap Sean seperti anak kandungnya sendiri.
Hannie menengadah dan mendapati leher Sean bergerak naik-turun. Dia seperti menelan liur dalam tidurnya.
Sean benar, tidurnya benar-benar sangat tenang. Hannie bahkan tidak bisa mendengar deru napasnya dengan jelas.
Kedua alisnya saling bertaut. Dalam hati Hannie merasa iri bagaimana dia bisa memiliki alis yang sangat hitam dan lebat dan indah itu?! Oh, ya... Sebenarnya itu dari Ayahnya. Sean benar-benar miniatur mini Mr. Covey.
Jemari Hannie terasa gatal ingin menyentuh apel Adam di leher Sean. Telunjuknya terjulur keluar dari selimut dan menyentuhnya pelan. Tidak ada reaksi apapun. Sean tidur seperti orang mati.
Hannie mengulangi hal yang sama, kali ini ditambah dengan menyentuh rambut hitamnya. Sean masih tertidur pulas. Menikmati sensasinya, Hannie semakin berani menyentuh setiap bagian tubuh Sean. Kali ini jemarinya menyentuh kedua alis tebalnya dan juga lesung pipinya. Senyum Hannie mengembang.
"Kau ingin melihat bintang?!" Suara Sean terdengar serak ketika mengucapkannya. Hannie berguling cepat ke sisi tubuh yang lain dan memejamkan mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRETTY YOU
Roman pour AdolescentsWritten and Published by : Raindroponme Cover and Picture : made and taken by canva. thanks to the artist Rate : T semi M Syn : Yves Hannie jatuh cinta berulang kali dan jauh lebih sering dari teman sebayanya yang lain. Dia pernah menyukai James Wil...