Beberapa hari berlalu sejak Bina menghadap Pak Pranoto dengan ultimatum skripsi-atau-DO yang keramat. Kini, gadis itu sedang duduk di sudut kafe yang Namanya estetik namun cukup tak lazim: Semasa Bersama.
Terlepas dari nama abstrak itu, kafe ini menyediakan colokan listrik, wi-fi, dan menu makanan serta minuman yang tidak mencekik kantong mahasiswa.
Ditambah lagi kafe ini nggak begitu ramai atau berisik, memutar lagu-lagu akustik indie yang enak didengar, dan nggak banyak asap rokok bertebaran.
Cukup cucok untuk jadi spot nunggu, bukan?
Ah, iya. Bina sedang menunggu seseorang. Seseorang yang sudah terlambat 20 menit. Seseorang yang kontaknya baru saja Bina ganti dengan nama Bahari 'jam karet' Nugraha.
Setelah membalas pesan di WhatsApp tempo hari, Banu (berani-beraninya) mengajak Bina untuk bertemu. Mau nolak tapi dia statusnya dosbing. Jadi gimana ya?
Maka di sinilah Bina sekarang.
Bosan menunggu manusia satu itu, Bina yang sudah menghabiskan dua cangkir kopi susu—ditambah kafe yang sedang memutar lagu Angin Pujaan Hujan-nya Payung Teduh berulang kali—akhirnya memutuskan untuk mengalihkan perhatian sekaligus menyalurkan kegabutan pada kertas nota dan bolpoin. Bina membalik kertas bekas tersebut, lantas mulai menulis.
List dosa-dosa Bahari Nugraha :
1. Dia telat!! Bikin orang lain nunggu. Buang-buang waktu!
2. Dia nabrak kepala aku kemarin kapan hari itu. Sakit tauk!
3. Kayak stalker, ngide nge-chat padahal aku nggak pernah ngasih nomer ke dia. Dapet dari mana ya? Grup Angkatan? Apa minta Pak Pran? Duh. pengen kublokir tapi masih butuh buat bimbingan :<
4. Nyebelin + sok pinter.
5. Sok kegantengan, nolak + ngenghosting orang waktu SMA. Kecil-kecil dah jd fakboy!
6. Kang tikung dan pengkhianat! Dia ngambil jurusan kuliah yang aku incar, studi ke luar negeri hanya karena mau dan mampu—nyebelin banget gak sih?!
7. Ngilang bertahun-tahun cuma untuk muncul lagi. Nanggung. Kenapa gak ilang sampe kiamat aja?!
8. Nyebelin
9. Ngeselin
10. Bikin geregetan, pengen nyakar mukanya!Puas menulis sepuluh-dosa-Bahari-Nugraha, Bina menghela napas.
Ternyata benar apa yang pernah dia baca, trik mengurangi beban pikiran dan hati adalah dengan meluapkannya pada tulisan.
Sambil menyeruput kopi susunya, Bina membaca ulang sekilas hasil karyanya di kertas nota itu. Tawa tipis lolos dari bibir Bina. Aku kok bodo gini, ya? batinnya.
Bersamaan dengan itu, sesosok pemuda menghampiri meja Bina, membuat gadis itu mengangkat wajahnya. Pandangan mereka bersirobok. Sang pendosa yang sedari tadi ditunggu-tunggu telah tiba.
"Maaf, aku telat ... barusan masih ada urusan di rektorat." Banu berujar seraya duduk di hadapan Bina. Gadis itu buru-buru memasukkan kertas nota berisi catatan dosa terlarang ke dalam saku.
"Oh," gumam Bina.
"Lama ya, nunggunya?" Banu berusaha membangun obrolan sambil melepas jaket dan meletakkan tas kerjanya.
"Lumayan," jawab Bina. Sembilan tahun, lanjutnya dalam hati. EEEH! Kaga!! Siapa juga yang nunggu?! ralatnya buru-buru. Ah, Sabina dan pikiran kontradiktifnya.
Mendengar kalimat lawan bicaranya yang terlontar pendek-pendek, Banu menyuguhkan senyum (sok) terluka.
"Kamu kok jadi dingin banget sih Bin, sekarang?"
Bina menghela napas lalu mengangkat gelas minumannya. "Tanyain aja nih, sama kopi. Habis diseduh terus didiemin lama, jadi dingin gak?"
Banu sontak terbahak mendengarnya. Ternyata Mulut Bina masih sama ajaibnya dengan saat mereka SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkatan Tua (𝘌𝘕𝘋)
RomanceBina dan Banu. Dua orang yang saling suka, namun jalan hidupnya beneran beda. Sabina Eka Gayatri, gadis dengan prestasi akademik minimalis. Kuliah 14 semester nggak kelar-kelar. Molor seperti jam bangun paginya. Suatu hari, Bina dipanggil ketua juru...