17 · Esensi Sempro

1.1K 157 4
                                    

"AYAAAHH!! JAS ALMAMATERKU DI MANA???" Nyaring suara Sabina membahana dari kamarnya.

Hari belum juga lewat jam tujuh pagi, tapi nampaknya si ratu tidur sudah ingkar habit sehingga bisa meraung sepagi ini.

"Loh, buat apa, Bina? Memangnya kamu sudah mau Sempro? Bimbingan final ke Pak Pranoto aja belum, kan?" Pak Santo menyahut tak lama kemudian.

Sang ayah terkejut seketika saat memasuki kamar anaknya. Ruangan tersebut dipenuhi baju-baju yang berserakan, bagaikan isi kapal Titanic digoyang ombak Kadita.

"Ya disiapin dulu lah, Yah!" sahut Bina sambil mengacak gantungan hanger di lemarinya, melemparkan segala kain yang bukan berupa jas almamater ke atas kasur.

"Astaghfirullah, Sabina ... kamu kerasukan apa, Nak? Ini nanti gimana cara beresinnya?"

Bukannya menjawab pertanyaan Pak Santo, Bina malah sibuk menggeratak laci pakaian dalamnya, yang semakin membuat sang ayah mengangkat alis. Memangnya bisa ada jas almamater di laci dalaman?

"Aha!" pekik Bina penuh kemenangan.

Ditariknya sebuah lipatan (baca: gulungan) jas berwarna biru gelap. Pak Santo tak habis pikir bagaimana sang anak bisa menyimpan jas di dalam laci pakaian dalam.

"Ayah, ini," ujar Bina sambil melemparkan jas almamater itu. "Tolong setrikain. Aku mau mandi, mau berangkat ke kampus buat bimbingan final."

Bina telah mendaratkan jas tersebut ke dada ayahnya, membuat pria itu tak punya pilihan lain selain menangkap out of refleks.

Detik berikutnya, Sabina Eka Gayatri telah melesat ke kamar mandi.

**

Dosen Pranoto

(last seen 2 minutes ago)

Assalamualaikum wr. wb, Pak |

Mohon maaf sebelumnya, saya Sabina Gayatri angkatan 201*, hendak menemui Bapak untuk bimbingan final proposal skripsi |

Kalau berkenan, apakah saya bisa menemui Bapak di kampus hari ini? |

Maaf sebelumnya, jika Bapak hari ini ada di kampus, jam berapa kira-kira saya bisa menemui? |

(reply to "Maaf sebelumnya, jika Bapak hari ini ...")
| 9

Rasanya Bina hendak melempar ponsel itu.

Sembilan? Apanya sembilan? Jam sembilan? Pagi apa malem? Anjrut lah!

Bina menelan sumpah serapahnya kembali, tak sampai nyali menyalurkan lewat ketikan jari. Bina menarik napas, sabar, dan coba memahami satu fakta sakti: dosen itu selalu benar.

**

Baru pertama kali dalam karirnya menjadi mahasiswa, Bina merasa siap menghadapi Pak Pranoto. Berbekal proposal skripsi yang telah lolos ACC Banu—yang kini telah menebal menjadi 24 halaman—Bina mengetuk sopan pintu ruang jurusan sebanyak dua kali, sebelum melongokkan kepalanya ke dalam dan mengucap salam.

"Assalamualaikum ...."

"Masuk," jawab Pak Pranoto yang tampak duduk angkuh di balik mejanya.

Bina menurut, menyempatkan diri menyeletuk dalam hatinya, gak jawab salam dosa loh Pak.

"Duduk," perintah Pak Pranoto ketika Bina tiba tepat di hadapannya.

Gadis itu menurut, lantas dengan perlahan (tapi yakin) mengulurkan proposal skripsinya yang telah di-print dan dibendel rapi.

Angkatan Tua (𝘌𝘕𝘋)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang