13. Benar-benar Nggak Ingat?

794 148 3
                                    

Di mana ini? Kenapa tempat ini terasa begitu asing? Giyan terus bertanya di dalam hati saat membuka matanya. Dia butuh beberapa detik sampai kesadarannya kembali. Tapi tetap saja dia masih tidak tahu di mana saat ini.

Tangannya dengan cepat menarik selimut yang sedang menutupi dan merasa lega saat melihatnya masih mengenakan pakaian yang sama seperti yang dikenakannya tadi malam. Seperti tersadar, Giyan segera mencari ponselnya dengan panik. Untung saja benda kecil itu masih berada di dalam tas yang diletakkan di sebelah tempat tidur.

Matanya membesar saat melihat jam yang yang tertera di ponselnya. Sudah jam delapan pagi dan semalaman ini dia tidur entah di mana. Giyan meringis dan merasa telah melakukan kesalahan besar. Dia tidak pernah seceroboh ini hingga tidur tanpa sadar di tempat asing yang tidak diketahuinya.

Setelah pikirannya lebih tenang, Giyan berusaha berpikir dengan keras apa yang terjadi tadi malam. Acara peluncuran produk minuman, Liam, dan ... di mana dia sekarang?

Giyan bangkit dengan tergesa dari tempat tidur. Saat membuka pintu kamar, dia baru sadar jika merasa tidak asing dengan apa yang terlihat oleh matanya. Apartemen Liam!

Kenapa dia bisa tidur di apartemen Liam? Begitu terus yang diucapkannya dalam hati hingga sambil keluar kamar Liam. 

Aroma roti panggang tercium dengan jelas sesaat  setelah dia keluar dari kamar. Giyan mengikuti indra penciumannya dan mendapatkan Liam sedang berada di dapur dan baru saja selesai mengeluarkan roti dari toaster.

"Ke-kenapa gue bisa tidur di kamar lo?" tanyanya saat Liam mengangkat wajah dan pandangan mereka bertemu.

"Lo mabuk," jawabnya singkat. Giyan terdiam dan memikirkan ucapan Liam. Apa benar semalam di mabuk? Dia tidak ingat apa-apa.

"Nggak mungkin. Gue nggak pernah mabuk sebelumnya," kata Giyan penuh percaya diri.

"Itu karena sebelumnya lo juga nggak pernah minum minuman beralkohol, kan?" tanya Liam tepat sasaran.

"Sori, gue nggak tahu kalau lo nggak pernah minum," katanya lagi sambil melirik  ke arah Giyan. Ucapannya malah membuat Giyan merasa salah tingkah, dia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak jujur mengatakan yang sebenarnya pada Liam jika dia belum pernah minum minuman beralkohol.

"Makanlah dulu, setelah itu gue antar lo pulang," katanya kemudian.

"Nggak perlu, gue bisa pulang sendiri. Mobil gue juga masih di sini, kan?" Liam mengangguk dan meminta Giyan duduk di salah satu kursi ruang makannya. Hanya beberapa potong roti panggang dengan selai coklat, tapi aromanya membuat Giyan kelaparan. Apa mungkin karena semalam Giyan tidak makan apa pun?

"Apa yang terjadi semalam?" tanya Giyan penasaran.Walaupun yakin jika yang terjadi padanya adalah hal yang memalukan, tapi Giyan begitu penasaran bagaimana bisa dia sampai tidak sadarkan diri.

"Lo mabuk dan gue langsung bawa lo pulang," jawabnya. Giyan mengernyitkan kening karena merasa jawaban Liam terlalu singkat.

"Gitu aja?" tanyanya semakin penasaran.

"Iya," jawab Liam terlihat tidak peduli. Dia kemudian mengambil kotak susu dari lemari pendingin dan menuangkan isinya di gelas.

"Gue nggak ngomong sesuatu yang nggak masuk akal gitu?" tanyanya. Setahu Giyan, seseorang akan berbicara hal-hal aneh ketika sedang mabuk. Liam menggeleng dan meneguk susu dinginnya.

"Melakukan hal yang aneh?" desak Giyan lagi.

"Nggak ada juga," jawab Liam terlihat tidak peduli. Dia kemudian mengambil sepotong roti dan mulai memakannya.

"Mau susu?" tawar Liam sedangkan Giyan masih berpikir dengan keras. Sepertinya terlalu tidak masuk akal jika tidak terjadi apa pun semalam. Paling tidak, dia mungkin melakukan kekacauan kecil yang membuat Liam repot.

Karena Liam tidak membahas lagi apa yang terjadi semalam, Giyan kemudian diam dan menuangkan susu ke gelas. Dia hanya minum seteguk dan kembali berpikir lagi.

"Lalu bagaimana caranya lo bawa gue ke sini?" tanyanya.

"Gue gendong," jawabnya singkat. Mata Giyan membesar dan sepertinya memang tidak ada kemungkinan yang bisa dilakukannya untuk membawanya ke kamar saat dia sedang tidak sadar semalam.

"Dari basement sampai ke sini?" tanyanya masih tidak percaya.

"Tentu aja, gue nggak mungkin nyeret lo, bukan?"

"Sori sudah merepotkan lo. Harusnya semalam lo telepon Gwen aja, minta dia jemput gue," kata Giyan yang merasa jika semalam Liam menelepon Gwen juga bukanlah ide yang baik. Gwen pasti akan mengomelinya dua puluh empat jam jika tahu dia mabuk.

"Gue nggak tahu nomor ponselnya," balas Liam yang seperti sudah menyelesaikan sarapannya.

"Kalau gitu gue pulang dulu deh, nanti sore syuting, kan," ucap Giyan seperti akan bersiap beranjak dari duduknya.

"Lo bahkan belum memakan sepotong pun roti yang sudah gue siapin," kata Liam hingga gadis itu kembali duduk dan mengambil sepotong. Padahal perutnya terasa lapar, tapi dia malah mengabaikan roti yang telah dibuat Liam karena suasana terasa begitu canggung.

"Artinya semalam kita pulang sebelum acara selesai?" tanya Giyan dengan sepotong roti yang telah dilahapnya.   

"Lo pikir sendiri aja," jawab Liam ketus. Kening Giyan seketika berkerut karena merasa aneh dengan sikap Liam. Apa sebenarnya lelaki itu marah karena apa yang terjadi semalam? Tentu saja marah, Giyan telah merepotkan Liam dengan mabuk dan membuatnya tidak bisa mengikuti acara hingga selesai. Begitu terus yang dipikirkan oleh Giyan.

"Sori," ucapnya dengan suara pelan.

"Ngapain lo ikut-ikutan minta maaf," ujar Liam dan Giyan pun hanya bisa menahan napas. Lelaki ini kenapa sih, ucapnya di dalam hati.

"Karena yang terjadi semalam pasti merepotkan lo," balas Giyan. Liam diam dan tidak menanggapi ucapan Giyan. Dia kemudian beranjak dari duduk dan seperti akan meninggalkan Giyan.

"Justru gue akan lebih repot kalau ninggalin lo di sana," katanya sambil berdiri di sebelah Giyan. Giyan menengadah karena merasa bingung kenapa dari tadi Liam terlihat kesal.

Setelah saling bertatapan selama beberapa saat, Liam pun beranjak meninggalkan Giyan. Rasa bingung membuat Giyan terdiam. Dia sedang memikirkan apa kesalahan yang dilakukannya hingga membuat lelaki itu terlihat kesal. Sudah pasti karena Giyan yang mabuk hingga membuat Liam kerepotan.

Giyan membuang napas panjang dan menghabiskan potongan rotinya dengan cepat. Dia belum mandi dan masih mengenakan pakaiannya semalam, sedangkan Liam sudah terlihat segar dan wangi. Tidak ingin berlama-lama berada di apartemen Liam, Giyan pun segera beranjak. Sesaat dia tersadar jika ponsel serta tasnya masih berada di kamar Liam.

Giyan sendiri tidak tahu di mana Liam saat ini, bisa jadi di kamarnya. Hal ini tentu menyusahkan Giyan karena dia ingin masuk ke kamar Liam untuk mengambil tas dan ponselnya.

"Liam ...," panggil Giyan disertai ketukan di pintu.

"Lo di dalam? Gue boleh ambil ponsel sama tas gue nggak?" tanyanya. Beberapa saat tidak ada jawaban apa pun dari dalam kamar hingga Giyan berpikir jika lelaki itu sedang tidak berada di kamarnya.

"Ini," ucap Liam yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan membawa tas Giyan. Giyan tersentak dan mundur satu langkah dari tempatnya berdiri.

"Gue pulang dulu," kata Giyan sambil menyambar tasnya dan memeriksa jika ada ponselnya yang berada di dalam tasnya.

"Lo ... benar-benar nggak ingat apa yang terjadi tadi malam?" tanya Liam saat Giyan sudah membalikkan tubuhnya dan bermaksud pergi.(*)

Next ⏩⏩ Hidden Part 13. Baca hanya di Karyakarsa ya. Link ada di profil ❤️

Hasta Lavista, Baby!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang