"Kepala gue pusing banget," keluh Giyan sambil membuka matanya. Dia mengernyit heran saat melihat Gwen berada di kamarnya, sedang mengambil beberapa helai pakaian dari lemarinya.
"Kok lo di sini?" tanyanya.
"Kalau gue nggak di sini, lo nggak bakal tidur di kamar lo semalam," sahutnya. Giyan terdiam dan berpikir dengan keras apa maksud ucapan Gwen tadi.
"Oh!" Dia berseru dengan keras saat ingat apa yang terjadi semalam.
"Semalam gue ke apartemen Liam," ucap Giyan seperti sedang berbicara pada dirinya sendiri. Dia merasa apa yang dilakukannya semalam tidak masuk akal dengan tiba-tiba mendatangi apartemen Liam padahal beberapa hari terakhir dia sudah berusaha mengabaikan lelaki itu.
Giyan merasa harus bertemu dengan lelaki itu sebelum dia benar-benar meninggalkan Indonesia.
Tapi nyatanya dia tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi semalam di apartemen Liam. Ingatan terakhirnya saat dia mencicipi pizza yang dibelikan Liam. Itu saja, selebihnya Giyan sama sekali tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi.
"Iya, gue tahu. Liam telepon gue dan bilang lo mabuk di apartemennya," balas Gwen dengan nada santai seolah apa yang dilakukan Giyan semalam adalah hal biasa.
"Mabuk?" tanya Giyan tidak percaya.
"Gue nggak mungkin mabuk ...."
"Tapi nyatanya lo aja nggak ingat bagaimana bisa kembali ke apartemen lo, kan?" tanya Gwen. Mata Giyan membesar dan menatap Gwen dengan tatapan tidak percaya. Gwen pasti sedang mengerjainya. Padahal Giyan mabuk semalam dan dia terlihat biasa saja, sama sekali tidak mengomeli gadis itu.
"Lo ngapain juga mabuk di apartemen orang. Malu-maluin banget, tahu," ledeknya.
Giyan masih terdiam dan berusaha mengurutkan apa yang terjadi semalam hingga Gwen mengatakan jika dia mabuk. Dia memaki dirinya di dalam hati saat tidak berhasil mengingat apa yang terjadi.
"Kenapa nggak Liam sendiri aja yang antar gue pulang, kenapa mesti hubungi lo?" tanya Giyan.
"Lo masih mabuk kali ya? Tentu aja karena dia ingin gue nemanin lo di sini. Kalau dia yang antar lo pulang, masa dia juga mesti nemanin lo di sini. Sementara semalam lo kayaknya mabuk berat," jelas Gwen.
"Gue ... nggak mabuk," bela Giyan yang masih tidak percaya jika dia telah mabuk. Terakhir kali dia mabuk saat menemani Liam ke acara peluncuran produk minuman beralkohol. Seketika matanya membesar saat sadar apa yang telah membuatnya mabuk. Tentu saja minuman dingin yang diambilnya dengan asal di lemari pendingin Liam semalam
Minuman itu pasti minuman yang sama dengan yang pernah diminumnya saat mabuk beberapa waktu yang lalu.
"Liam yang telepon lo semalam?" tanya Giyan dengan kepala yang semakin terasa pusing karena membayangkan semalam dia pasti melakukan hal yang tidak masuk akal lagi. Dia tidak mencium Liam lagi seperti yang pernah dilakukannya, kan?
"Iya, dia panik karena lo nggak sadar-sadar. Gue hampir aja ngomelin Liam karena kira dia yang bawa lo mabuk-mabukan," jawab Gwen.
"Nyatanya kebodohan lo sendiri yang membuat lo mabuk," sambung Gwen sambil terkekeh. Giyan tahu apa yang terjadi padanya semalam adalah hal yang sangat memalukan, dia bahkan merasa apa yang diucapkan Gwen tadi adalah hal yang benar, dia benar-benar bodoh.
"Lo juga katanya nggak mau ketemu Liam lagi, tapi kenapa malah datang ke apartemennya?" sindir Gwen dan membuat wajah Giyan memerah. Tentu Giyan tidak mau mengatakan pada Gwen jika dia merindukan lelaki itu hingga nekat mendatangi apartemennya.
"Gue pikir ... gue mesti ketemu dengan dia sebelum gue berangkat nanti," ucap Giyan.
"Tapi lo nggak kasih tahu dia kalau lo mau ke tempat bokap lo?" tanya Gwen.
"Ya nggaklah, sejauh ini cuma lo aja yang tahu masalah itu."
"Sana buruan mandi, pagi ini syuting terakhir lo, kan?" ucap Gwen dan kontan membuat Giyan segera beranjak dari tempat tidurnya.
Dengan kepala yang masih terasa berat, Giyan pun segera ke kamar mandi. Bukannya segera mandi, dia malah memikirkan kembali kebodohan yang dilakukannya semalam. Harusnya dia bisa menahan diri dengan tidak mendatangi apartemen Liam. Giyan tidak berani membayangkan apa yang dipikirkan Liam tentangnya saat ini.
"Gue malas syuting, bisa nggak ganti pakai pemeran pengganti aja," ucap Giyan yang sedang mengeringkan rambutnya.
"Gue rasa Javas bakal ngejar lo sampai ke mana pun kalau lo lakuin hal itu," balas Gwen.
"Lo tahu sendiri, kan kalau kali ini syuting terakhir. Pasti yang paling banyak disorot adalah wajah pemeran utama. Lo malah mau minta pemeran pengganti yang meranin lo," omel Gwen.
"Nanti minum obat pereda nyeri deh, biar kepala lo nggak pusing lagi," sambungnya. Giyan meringis saat sadar jika Gwen sedang menyindirnya.
Jika hari ini adalah hari terakhir syuting, itu artinya sebentar lagi dia akan pergi meninggalkan Indonesia. Semakin dekat dengan hari keberangkatannya, Giyan malah semakin merasa tidak rela. Tentu saja salah satu yang membuatnya merasa tidak rela adalah sosok yang sedang mengacaukan pikirannya saat ini.
Giyan kemudian mematikan ponselnya. Dia sengaja melakukannya karena masih merasa malu mengingat kejadian semalam dan tidak mau Liam menghubunginya. Giyan yakin sebentar lagi Liam akan menghubunginya dan menanyakan bagaimana keadaannya. Bukankah dia sudah bertekad untuk menghapus lelaki itu dari pikirannya?
"Jangan tungguin gue di lokasi. Ada yang mau gue lakuin pulang nanti," katanya pada Gwen.
"Lo sok misterius banget. Memangnya mau ke mana?"
"Rahasia," jawab Giyan.
"Nggak ada berita jelek tentang acara kemarin, kan?" tanya Giyan memastikan sekaligus ingin mengalihkan perhatian Gwen agar tidak bertanya ke mana dia akan pergi setelah syuting nanti.
"Sejauh ini nggak ada. Kebanyakan berita malah menyorot tentang Liam yang romantis ke lo," jawab Gwen. Giyan menarik napas lega. Artinya semuanya akan baik-baik saja, tidak ada yang mempermasalahkan tentang siapa Lynn sebenarnya.
"Eh ... romantis gimana?" tanya Giyan saat sadar apa yang dibicarakan oleh Gwen tadi.
"Mungkin tentang Liam yang ngedatangin acara jumpa penggemar lo kemarin. Gue juga nggak ngerti di mana letak romantisnya," jawab Gwen.
"Lama banget dandannya, jadi mau syuting nggak?" tanya Gwen kemudian.
"Ini sudah. Lo tinggalin gue aja ya nanti," kata Giyan sekali lagi seolah Gwen tidak mendengar ucapannya tadi.
Seperti permintaan Giyan tadi, Gwen hanya mengantar Giyan hingga ke lokasi syuting. Dia sendiri tidak tahu apa yang akan dilakukan Giyan setelah syuting selesai nanti.
Mata Gwen memicing saat melihat mobil yang dikenalnya bergerak perlahan memasuki area syuting sementara Gwen baru saja akan membawa mobilnya meninggalkan lokasi. Tangannya dengan cepat menekan klakson mobilnya dan membuat mobil itu berhenti.
Gwen segera membuka kaca mobil dan di saat yang bersamaan pengemudi mobil itu juga melakukan hal yang sama.
"Liam ..., lo harus tahu hal ini sebelum lo menyesal," ucapnya dengan wajah serius.(*)
Next Hidden Part 26, baca hanya di KaryaKarsa. Link ada di profil ya ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasta Lavista, Baby!
RomanceMemiliki dua pekerjaan membuat Giyanti Paramita seolah memiliki dua kepribadian. Sebagai Giyanti, seorang artis yang banyak mengundang decak kagum sekaligus cacian dari orang-orang. Dan sebagai Lynn, penulis misterius terkenal yang memiliki dunia kh...